Prolog

13.7K 770 31
                                    



Baginya, menikah adalah sebuah pilihan.

Saat menikah adalah suatu keharusan untuk sebagian insan, baginya menikah adalah suatu pilihan. Karena saat lelaki itu tanpa basa-basi mengajaknya menikah di depan orangtuanya, tidak ada pilihan lain selain mengiyakan. Menerima semua konsekuensi yang seharusnya pikirkan terlebih dahulu.



Hari itu, tanpa rencana apapun selain pulang ke rumah, Jeon Jungkook mengajak kekasihnya untuk mengunjungi orang tuanya. Jeon Jungkook hanya punya satu tujuan, kembali ke rumah setelah setahun menjadi anak magang di sebuah perusahaan internasional di Chicago. Setahun jadi anak magang, setahun itu pula ia mendapatkan uang yang cukup untuk tiket pulang-pergi ke Korea.

Hari itu pula, pesawat yang membawanya ke Korea lepas landas dari O'Hare. Kekasihnya setia menemani di kelas ekonomi—meskipun sebenarnya sang kekasih bisa saja mendapatkan first class untuknya. Ini adalah penerbangan pertama baginya bersama seseorang. Dulu, ia selalu bepergian sendiri, tanpa ada yang menemani.

"Terimakasih."

"Terimakasih untuk?"

"Untuk menemaniku kembali ke rumah."

"Terimakasih kembali, Babe. Aku sangat senang bisa bepergian bersamamu, kemanapun. Aku senang, bisa mnegunjungi orangtuamu."

Dengan jemari yang saling bertaut, sang lelaki mengecup punggung tangan sang wanita. Membuat rona merah di pipi semakin menjadi. Membuat jantung sang wanita berdebar berkali-kali. Membuat senyum merekah itu tak henti-hentinya tersungging di bibir merah sang wanita.


***


Suasana rumah itu kembali hangat. Dengan pulangnya si bungsu, menandakan utuhnya kembali rumah keluarga Jeon. Dentingan antara sendok dan garpu menjadi latar nada dalam jamuan makan malam di rumah mereka. Sesekali si sulung melemparkan godaan, dengan si bungsu yang tidak berhenti malu dan merona. Tawa menghiasi malam itu di meja makan.

Setelahnya, ruang keluarga menjadi saksi.

Belum genap dua puluh empat jam mereka menjajakan kaki di tanah Busan, sang kekasih sudah menyodorkan cincin emas putih bertahtakan safir yang mengartikan kesetiaan dan komitmen. Di depan kedua orang tua dan kakak lelakinya, sang wanita tidak tahu harus berbuat apa. Ini terlalu cepat. Ini terlalu singkat untuk mereka berdua saling mengenal.

Dan ini terlalu sulit untuk diberi jawaban.

Tuan dan Nyonya Jeon sudah merestui, bahkan sang kakak sudah rela melepas adiknya untuk lelaki yang baru dilihatnya beberapa jam ini. Jeon Jungkook berlari menaiki tangga, berlalu menuju kamarnya. Meninggalkan sang lelaki yang terdiam, entah harus apa. Nyonya Jeon menyusul putrinya, berharap putrinya menerima pinangan itu.




"Ini terlalu cepat, Bu."

"Tidak ada salahnya, sayang. Dia mencintaimu. Putri ibu juga mencintainya kan?" Jungkook mengangguk dalam diam. "Ibu tahu Kookie masih muda, masih dua empat. Itu bukan sebuah masalah. Dia tidak mempermasalahkan kalau Kookie mau berkarir atau melakukan apapun. Lelaki itu hanya ingin mengikatmu, setidaknya agar tidak ada pria lain yang merebutmu darinya. Juga untuk membuktikan pada dunia kalau putri ibu yang cantik ini adalah miliknya. Bagaimana?"

Jeon Jungkook kembali ke ruang keluarga. Malam itu berakhir dengan cincin safir melingkar di jari manisnya. Tidak ada yang bisa menggambarkan kebahagiaan dari seorang lelaki kaukasoid yang telah meminang kekasihnya itu. Wanitanya terlihat bahagia, memandangi indahnya batu berwarna biru laut itu.


"Kook, dua minggu lagi kita menikah ya?"


TBC

next or delete?


ʙᴏᴅʏɢᴜᴀʀᴅ ᴀғғᴀɪʀ ● ᴛᴀᴇᴋᴏᴏᴋ-ᴄʜᴀʀᴋᴏᴏᴋTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang