masih pada bangun gak? wqwq
TAEHYUNG
Aku kembali ke kediaman Tuan Puth saat petang. Ponselku menyala, tetapi tidak ada satupun pesan dari sini. Maksudku, aku meninggalkan pekerjaanku sejak siang karena kakak sepupuku mengajakku bertemu, mungkin seharusnya ada panggilan dadakan kalau Jungkook akan pergi. Jungkook yang biasanya bertukar pesan padaku juga tidak melakukannya.
Gerald ada di pavilion. Hari ini memang jadwalnya. Semua orang sepertinya sudah pulang. Tumben sekali. Biasanya baru pukul tujuh semuanya pulang ke rumah.
"Whoa, Kim. Kau kemana saja?"
"Kakak sepupuku memintaku untuk bertemu. Ia sedang ada masalah dengan istrinya."
"Hmm, apakah sama seperti Nyonya Puth?" Jungkook? Ada apa?
"Apa maksudnya?"
"Sepertinya tadi kau sudah pergi. Tuan Puth marah-marah saat kita masih berada di ruang makan. Ia menjambak rambut Nyonya dan menyeretnya ke kamar—" DAMN! Sial, aku ketinggalan informasi seperti ini.
"Bagaimana dengan Jungkook—uh maksudku Ma'am?"
"Entahlah, aku tidak bisa dan tidak mau ikut campur. Tuan Puth sangat mengerikan."
Selesai Gerald berujar, kulihat sorot lampu mobil dari kejauhan. Tuan Puth sepertinya akan pergi. Aku langsung membukakan gerbang untuknya. Tuan Puth lalu memanggil Gerald. Gerald didapuk menjadi supir dadakannya. Aku tidak tahu mereka akan kemana.
"Aku akan pergi dalam dua hari."
"Baik, Sir—"
Aku langsung menutup gerbang dan bergegas pergi ke dalam rumah. Rumah yang sepi dan sunyi. Aku tidak pernah masuk sampai sejauh ini. Bahkan aku tidak tahu yang mana kamar milik tuanku. Hingga aku melihat sebuah kamar yang pintunya tidak tertutup rapat.
Jungkook terduduk lesu menyandar pada sandaran ranjangnya. Tubuhnya tidak berbalut apapun, namun tangannya terlilit dasi yang di ikat ke ujung ranjang. Saat aku masuk, ia sedang bersusah payah untuk membuka simpulnya dengan tenaga yang minim.
"Jungkook—" Aku meraih tangannya. Membukakan ikatannya. Jungkook sudah ambruk di depan badanku. Ia menangis.
"Tae—" sebutnya lirih. Aku tidak kuasa melihat apa yang terjadi di depanku. Raga yang beberapa hari lalu aku jamah kini memerah. Pergelangan tangannya, lehernya, pipinya, pahanya. "Carl—sepertinya mabuk—menamparku—sakit." Aku tahu. Aku tahu ini bukanlah bekas pergumulan penuh cinta—tapi penuh amarah.
"Aku akan membersihkanmu. Tunggulah, aku segera kembali."
Melihat Jungkook yang sangat berantakan, aku sangat ingin membereskannya. Aku mencari pakaian ganti untuknya, juga mengambil air hangat untuk membersihkan badannya. Setelah aku membereskan semuanya, aku duduk di pinggir ranjang dengan Jungkook yang menyender di bahuku.
"Tae, jangan pergi. Aku mau dirimu."
"Aku disini. Charlie bilang ia akan pergi selama dua hari."
"Tae—hiks."
"Jung, bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?"
"Ya—"
"Apa kau bahagia bersama Charlie?" Jungkook menggeleng.
"Semua—kupikir semua yang ada pada hubungan antara aku dan Charlie sudah tidak ada apa-apanya lagi. Kosong—"
"Maafkan aku jika aku lancang, tapi, kenapa kau tidak menggugatnya? Maksudku, kita bisa hidup bahagia. Aku jamin itu." Jungkook bangun dari sandarannya. Matanya menatap mataku dalam. Ia lantas memelukku erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ʙᴏᴅʏɢᴜᴀʀᴅ ᴀғғᴀɪʀ ● ᴛᴀᴇᴋᴏᴏᴋ-ᴄʜᴀʀᴋᴏᴏᴋ
Romancewhen marriage is a choice, is having an affair another choice? taekook slight charkook gs!jjk