JUNGKOOK
Aku sudah kembali ke rumah. Ennik setia berada disampingku, memelukku dari samping. Bella juga ada disini. Mereka menenangkanku. Kami bertiga duduk di ruang tengah. Charlie ada di ruang tamu bersama ketiga bodyguardku dan Howie. Aku masih dapat mendengar percakapan mereka dari sini walau samar.
"Kami awalnya tidak mencurigai apa-apa, hingga Taehyung melihat ada setitik merah di baju Nyonya. Taehyung langsung bertindak menarik Nyonya."
"SKS, SLR, atau M24, entahlah, diantara itu. Pelurunya 7.62, aku tidak yakin mereka masih memakai Kar. Arah barat daya. Aku yakin itu, Sir. Tetapi terlalu banyak pencakar langit di sekitar sana, aku tidak bisa memprediksi yang mana."
"Selongsongnya aku simpan sebagai bukti. Sepertinya Ia memakai suppressor. Tidak ada kegaduhan."
"Mister Watson, aku mempercayakan ini. Jika harus dtangani polisi, aku harap jangan sampai bocor. Aku hanya tidak mau istriku terbebani dengan ini."
Charlie mendatangiku. Menarikku kedalam dekapannya. Aku lalu dituntun untuk masuk ke kamar. Aku masih memeluknya. Aku menangis lagi. Ah, cengeng sekali aku.
"Babe, jangan menangis—" Charlie mengelus pipiku, menghapus air mata dari mataku.
"Terimakasih—" Aku menutupi wajahku dengan kedua tanganku. "Terimakasih tetap mempekerjakan mereka. Mungkin aku sudah tiada jika tidak ada mereka—"
"Sayang, aku juga minta maaf. Aku memang melanggar kata-kataku untuk menarik mereka kembali ke kantor. Maafkan aku membuat mereka menjadi penguntitmu. Tetapi, ini semua untuk kebaikanmu juga, kan?" Aku mengangguk. "Mulai hari ini dan seterusnya, mereka akan selalu bersamamu, okay. Tidak ada bantahan. Aku hanya tidak ingin hal yang tidak terduga membahayakanmu."
Charlie membawaku ke dalam walk-in-closet kami. Gaun satin selutut berwarna marun dipilihnya. Ia mulai menggantikan pakaianku dengan pakaian tidur. Lalu ia beralih dengan pakaiannya. Setelah berganti dengan setelan tidur, Charlie menarikku ke kasur. dengan lembut, ia mengelus lenganku hingga aku lupa dengan kejadian hari ini.
***
Selama beberapa hari ini, aku selalu di rumah. Charlie membatasi kegiatanku. Hanya kegiatan yang menurutnya penting yang boleh aku hadiri sehingga aku harus membatalkan empat buah agenda yang seharusnya aku ikuti. Aku yang terbiasa di luar ruangan, kini harus terkurung sendirian di rumah tanpa Charlie. Aku mengisi kegiatan yang kosong ini dengan membungkus mainan-mainan yang kujadikan kado natal untuk anak-anak panti asuhan. Ennik dan Bella juga turut membantuku membungkusnya.
Sore ini aku akan mendatangi panti asuhan itu. Jimin juga akan turut hadir. Katanya, ia juga akan membawa serta Yoonjae agar anak itu belajar. Selain Jimin, aka nada mahasiswa relawan yang ikut projek ini. Ennik, Bella, dan TAG Squad juga aku ajak untuk hadir. Semoga acara hari ini bisa membuat mereka sedikit refreshing dari kegiatanku.
Aku menyuruh TAG Squad untuk memasukkan kado-kado yang telah dibungkus. TAG Squad adalah panggilanku untuk para bodyguardku—Taehyung, Abel, Gerald. Aku hanya tidak ingin memanggilnya dengan istilah pengawal. Terdengar sedikit bossy jika aku memanggilnya pengawal. Aku tidak mau mereka menganggapku terlalu tinggi.
Kami sampai di panti berbarengan dengan turunnya Jimin dan Yoonjae dari mobilnya. Yoonjae langsung memelukku, katanya ia rindu berat kepada Tante Kookiesnya. Aku menggendong Yoonjae, bocah itu senang sekali.
Aku menyuruh TAG Squad untuk berpakaian kasual. Aku tidak ingin anak-anak panti takut dengan kehadiran mereka yang berpakaian seperti preman. Abel dan Gerald menunggu diluar, sedangkan Taehyung ikut masuk ke aula panti. Ia memakai setelan yang tidak pernah aku lihat sebelumnya. Celana jeans biru langit dan jaket berwarna terang. Ia bahkan terlihat seperti anak kuliahan saat berbaur dengan para mahasiswa relawan.
Anak-anak di panti sangat senang dengan kehadiran kami. Kami bernyanyi bersama, lalu mendengarkan dongeng yang dibacakan Jimin. Para mahasiswa juga membuat kuis-kuis dengan hadiah menarik. Yoonjae bahkan turut menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh salah satu relawan.
Taehyung tiba-tiba datang dengan menggendong bayi, diikuti salah seorang pengurus panti. Bayi yang mungkin masih dibawah lima bulan. Dibalut dengan kain berwarna kuning dengan motif anak bebek. Melihat itu, aku bersemangat ingin menggendongnya juga. Aku melangkah kearah Taehyung, ingin mengambil alih bayi itu dari gendongannya.
"Bolehkah aku menggendongnya?"
"Ah, silahkan, Ma'am." Aku mengambil alih bayi itu. Bayi ini sangat lucu. Pipinya gembul dan matanya sangat bulat. Kakinya menendang-nendang udara, dan tangannya tidak mau diam. Aku jadi membayangkan kalau aku adalah ibunya. Aku juga membayangkan mungkin ini rasanya punya bayi mungil dipangkuanku. "Dia masih berumur empat bulan, Ma'am."
Taehyung ternyata masih di sampingku. Ia menyodorkan botol susu milik bayi itu kepadaku. Aku mulai memberinya susu. Bibir mungilnya terlihat sangat lucu saat menghisap kepala dot. Terbesit keinginan aku ingin memilikinya. Aku berpikiran untuk mengadopsi bayi ini. Jika aku mengadopsinya, akankah Charlie setuju?
Acara berakhir pukul delapan malam. Aku menyerahkan bayi perempuan yang sudah terlelap itu kepada salah satu pengurus panti. Setelah berfoto bersama, aku, Jimin, dan para relawan kembali ke mobil. Jimin mengajakku untuk pergi makan malam. Aku mengiyakan. Kami lalu pergi ke restoran Jepang langganan Jimin.
Semua staff ku aku ajak makan bersama, sama juga dengan staff dari Jimin. Aku dan Jimin memilih kursi kami sendiri. Jika aku dan Jimin sudah bersama, pasti akan ada obrolan yang menjurus ke curhatan yang lebih pribadi. Aku hanya tidak ingin para staff kami tahu tentang obrolan kami.
Aku bercerita soal kejadian tempo hari, dimana aku dijadikan target penembakan. Jimin tentu sangat kaget. Ia tidak menyangka hal ini akan terjadi. Ternyata, dulu Jimin juga pernah dijadikan target semacam ini. Pelakunya sudah kena, seseorang yang menyimpan dendam terhadap Yoongi. Aku jadi berpikir apakah seseorang yang membenci Charlie yang melakukan ini? Entahlah, aku mempercayakan semuanya pada Howie.
"Jim, katakan padaku, bagaimana kau mendapatkan adik untuk Yoonjae."
"Aduh, Jungkook, adikku. Berolahraga setiap malam, itu cukup. Tanpa pengaman tentunya, tanpa pil juga—"
"Jim, kau tahu kan bagaimana aku. Charlie dan aku sudah mencoba segalanya. Percayalah."
"Oh, sayangku. Aku mengerti. Sepertinya Tuhan memang belum memberi kalian izin untuk memilikinya. Jangan menyerah—"
"Bagaimana kalau Charlie memang sudah menyerah?"
"Maksudnya?"
"Entahlah, Jim. Aku merasa Charlie akhir-akhir ini sangat sibuk. Charlie bahkan selalu memprioritaskan kerjanya. Aku tahu, akupun banyak pekerjaan yang tanpa diminta tiba-tiba datang. Seminggu lalu saat aku datang bulan, ia berkata ingin memulai program anak lagi. Tetapi, dua hari lalu, ia bilang kalau sebaiknya kita memang tidak perlu punya anak terlebih dahulu. Disitu aku merasa sangat—sedih. Dulu, Charlie sangat ingin punya, tetapi sekarang ia terlihat sudah menyerah. Bahkan, terakhir kali kami melakukan, Charlie memakai pengaman—"
"Apa?"
"Ya, begitulah. Saat di panti tadi, aku bahkan berpikir untuk mengadopsi satu."
"Dengar, sebaiknya kau tanyakan dulu pada suami bulemu soal adopsi. Aku tahu Kook, kau juga sangat ingin punya kloningan."
"Yah, benar. Kau tahu, Jim, bayi yang ku gendong tadi sedikit mirip denganku. Matanya bulat, bibirnya, bahkan pipi gembilnya. Aku ingin Jim, aku ingin."
"Aku melihatnya. Kau menggendong bayi itu bersama dengan—siapa pengawal Koreamu?"
"Taehyung—"
"Ya, mataku melihat, kalian bahkan terlihat seperti pasangan muda Korea yang terdampar di Chicago—"
Jimin benar. Sampai salah satu pengurus panti mengira kalau Taehyung adalah kekasihku. Aku jadi teringat saat Taehyung melindungiku di parkiran mall. Lengan kokohnya, eratan pelukannya, hangat dekapannya sangat berbeda dengan milik Charlie. Aku tiba-tiba ingin merasakannya lagi.
Oh, Tuhan, Jeon Jungkook. Ingatlah kau sudah menikah.
****
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
ʙᴏᴅʏɢᴜᴀʀᴅ ᴀғғᴀɪʀ ● ᴛᴀᴇᴋᴏᴏᴋ-ᴄʜᴀʀᴋᴏᴏᴋ
Romancewhen marriage is a choice, is having an affair another choice? taekook slight charkook gs!jjk