11

4.5K 596 86
                                    

dobel up nih, ehe


TAEHYUNG

Untung sekali besok hari sabtu, tidak ada jadwal kegiatan apapun. Jungkook berada di apartemenku. Sedikit aneh memang, tetapi aku membiarkannya karena ini adalah keinginannya. Ia menyesap teh buatanku. Matanya masih terlihat sembab. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya, tapi aku sangat peduli karenanya. Mungkin ini terkait dengan rumah tangganya.

"Jadi, apa yang membuatmu menangis?" Aku mencoba untuk membuka percakapan diantara kami.

"Aku ingin pulang ke Busan." Aku sedikit tidak percaya. Sepertinya bukan ini yang membuatnya menangis.

"Hanya itu?"

"Charlie benar-benar bukan Charlie yang aku kenal."



Inilah yang aku tunggu. Benar saja dugaanku. Si bule itu memang terlihat sedikit brengsek.



"Sedikit ada penyesalan mengapa dulu aku menyetujui untuk menikah dengannya. Aku belum mengenalnya. Aku benar-benar bodoh menerima ini begitu saja. Ibuku yang membujukku. Ibuku bilang, hidup bersama Charlie akan membahagiakanku, seperti yang Charlie janjikan padaku sebelumnya. Bukan sepenuhnya salah ibuku. Salahku juga menerima begitu saja. Semua karena—hiks—"

Jungkook menangis lagi. Aku mendekatinya. Merentangkan tanganku agar dirinya masuk dalam pelukanku. Jungkook menangis di dadaku. Tangannya memeluk pinggangku. Aku mengusap pungunggnya. Mungkin ini bisa menenangkan. Charlie bodoh. Bolehkah aku mengambil istrimu sekarang juga?

"Jangan dilanjutkan jika itu membuatmu makin terluka—"

"Tapi kau harus tahu, Taehyung. Aku ingin membagi ini, aku ingin membagi beban ini. Jimin dan Seokjin tidak mengerti. Aku harap kau mau mengerti—"

"Bicaralah."

Jungkook bangkit dari pelukanku. Ia menghapus tangisannya dengan jarinya sedikit rusuh. Aku membantunya—menangkup pipinya dengan tanganku dan penghapus jejak air matanya. Wajahnya menunduk malu, aku bisa melihatnya sedikit merona.

"Aku hanya mengenal Charlie selama dua bulan—dua bulan itulah aku magang di perusahaan ayahnya. Aku tahu, Charlie sejak awal memiliki ketertarikan padaku. Hingga aku menyetujui untuk jadi kekasihnya. Lalu, saat aku akan pulang ke Busan, ia meminta untuk ikut. Aku senang bukan main. Baru kali ini aku membawa lelaki ke rumah. Dan di rumah, Charlie langsung melamarku. Sangat diluar dugaan. Aku—aku menerimanya dengan bujukan ibuku. Charlie sudah mapan, aku tahu, sangat mapan malahan. Aku tahu ibuku hanya mau aku hidup layak dan bahagia—ya setidaknya aku tidak terlalu melarat di Amerika sana."

"Kami menikah. Ayah Charlie meminta cucu. Aku dan Charlie sudah berusaha. Aku hamil. Semua orang sekelilingku sangat senang. Semua orang sudah membayangkan bagaimana rupa anak kami nanti. Tapi, dokter bilang kandunganku lemah hingga aku kehilangannya. Aku—sangat terpukul. Aku merasa semua orang membenciku. Aku dan Charlie terus berusaha tapi sulit untuk berhasil. Dokter bilang aku susah hamil, kalaupun iya kandunganku akan sangat rentan. Semua orang yang sudah berekspektasi tinggi terhadapku mulai menjauh. Aku—aku merasa tidak ada yang mendukungku disini. Aku ingin—hiks"

"Shh, tenanglah." 

"Aku merasa semua orang membenciku, Taehyung. Hingga akhir tahun lalu, Charlie seolah menyerah denganku. Ia memintaku untuk menunda untuk punya anak dan fokus pada pekerjaan. Sejak saat itu, Charlie berubah. Aku—aku benci. Ibu Charlie bahkan bersikap seolah aku ini tidak berguna. Belum lagi kejadian sniper hari itu. Apa semua orang tidak ada yang suka padaku? Bahkan menginginkan—hiks—aku mati—"

ʙᴏᴅʏɢᴜᴀʀᴅ ᴀғғᴀɪʀ ● ᴛᴀᴇᴋᴏᴏᴋ-ᴄʜᴀʀᴋᴏᴏᴋTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang