01. Don't care

53.9K 1.1K 13
                                    

Meskipun sulit, tapi aku akan terus berusaha...

Pagi itu sangat cerah. Matahari telah memancar kan sinarnya. Sayup-sayup suara kicau burung yang merdu telah terdengar. Adira pun bergegas mengambil tas nya dan turun dari kamarnya untuk pergi kesekolah.

----
"Mama, papa, Arisha dan kak Adit berangkat dulu, ya? " Kata Arisha sambil mencium pipi mama dan papa nya.

"Iya sayang. Hati-hati dijalan ya. " Jawab mama sambil tersenyum.

"Adit! Jangan kebut-kebutan bawa mobilnya!" Seru papa mereka dari ruang keluarga.

"Oke, Pa! Bye! " Jawab Arisha dan Adit kompak. Lalu setelah mereka berpamitan dengan papa dan mama mereka, Arisha dan Adit pun pergi. Tak lama setelah itu, terdengarlah suara teriakan dari kamar atas.

"Kakak! Tunggu! " Teriak Adira dari kamar nya.

Mendengar suara teriakan Adira, membuat mama marah kepada nya.

"Apaan sih! Kenapa kamu berteriak seperti itu?! Kamu nggak tahu sopan santun, ya?!" Adira terbelalak. Dengan terburu-buru gadis itupun langsung turun dari kamar menghampirimu sang ibu.

"Ma-maaf, Ma. Kak Arisha dan Kak Adit udah berangkat duluan. Jadi..., Adira berangkat dengan siapa? Emm..., bagaimana kalau Adira berangkat bareng papa dan mama? Boleh kan Ma, Pa?" Tanya Adira penuh harapan.

"Tidak! Papa dan Mama buru-buru!" Jawab sang ayah dengan nada membentak.

Adira terdiam, dengan lirih ia menatap kepergian orang tuanya. Tidak seperti kedua saudara nya yang lain, bahkan mereka tidak sedikit pun membiarkan Adira mencium atau sekedar berpamitan. Perlakuan yang didapat nya benar-benar membuat hatinya terasa begitu perih dan sangat sakit.

"Lalu, aku pergi sama siapa?" Adira bergumam sedih.

"Nona Adira. Non pergi bareng bi Izah aja, ya? Non mau kan?" perhatian Adira beralih kearah wanita paruh baya yang kini tengah tersenyum lembut padanya. Wanita itu adalah maid dikediaman keluarga Raveena, sekaligus wanita yang sudah merawat Adira dan yang selalu menjaganya.

"Eh? Ti-tidak perlu, bi. Bibi jangan repot-repot, ya. Adira bisa naik--- hm.... Oh! Adira bisa naik angkot, kok. Hehe, sekalian hemat biaya." Adira berujar sambil tertawa kecil.

"Non yakin?" Tanya bi izah kembali memastikan.

"Iya, bi. Jangan khawatir. Kalo gitu Adira pergi, ya." Jawab Adira sambil mencium pipi bi Izah. Setelah itu, ia pun berangkat.

----
(sekolah Arisha)

"Eh, Ris! Lo bukannya punya saudari kembar ya?" Tanya Dari, sahabat Arisha.

Namun sayangnya sang empu hanya diam saja tidak merespon pertanyaan temannya itu.

"Hah, Gue tahu sih. Adira itu emang tidak sepintar lo, tapikan dia juga punya kelebihan." Sahut Zani.

"Akh, udah deh ya! Kalau kalian cuma mau ngebahas dia terus, mending diam aja deh. Gue males tau! Denger namanya aja udah bikin gue muak!" Arisha menjawab dengan wajah kesalnya. Salah satu hal yang paling ia benci adalah jika ada seseorang yang membahas adiknya itu. Benar-benar menjengkelkan.

"Sa-santai Arisha. Gue cuma berpendapat aja, kok."

"Ck, udah ah! Gue nggak peduli sama tuh anak! Dan jangan pernah ngebahas dia lagi di hadapan gue." Arisha berlalu pergi setelah melampiaskan rasa kesalnya. Membuat Zani dan Dari saling memandang heran.

"Waduh, saudara sendiri kok dibenci sih? " Gumam Zani tak habis pikir.

---
(Disekolah Adira)

Di taman, terlihat seorang gadis remaja yang tengah duduk di bangku dibawah pohon yang rindang dan sejuk. Raut wajah gadis itu tampak begitu murung, sejak tadi pun ia terus menghela napas gusar. Ya, siapa lagi kalau bukan Adira.

"Hah, Mama dan Papa kenapa begitu lagi, sih? Aku kan cuma pengen diantar aja, nggak lebih. Tapi kenapa sangat sulit untuk mereka mengantar ku ke sekolah ini? "Gumam Adira dengan suara parau nya.

"Oh, Adira. Ternyata kamu disini. Tapi kamu kenapa? Kok sedih gitu, sih? Apa ada masalah?" Adira menoleh dan mendapati Sandi yang kini telah duduk di samping nya.

Gadis itu tampak khawatir, tentu karena hampir setiap hari ia melihat temannya itu yang terduduk termenung di taman dengan wajah murung.

"Aku nggak apa-apa koq."

"Hei, kamu itu paling nggak bisa bohong loh Adira. Aku tahu kamu lagi ada masalah. Pasti karena saudara kembar mu lagi, kan? Udah jangan dipikirin." Sandi berujar terus terang.

Sebagai teman kecil, ia tahu apa yang terjadi dengan Adira. Tapi sayangnya gadis itu sangat tertutup, hingga sulit bagi Sandi untuk mengetahui nya lebih lanjut.

"Tidak ada masalah apapun. Kamu jangan khawatir," Sandi menghela napas pasrah. Kadang ia berpikir, bagaimana Adira masih bisa tersenyum dengan semua luka yang tertanam di hatinya itu?

Kring!

Bel masuk berbunyi.

Dari masing-masing sekolah mengumumkan bahwa mulai minggu depan, siswa dan siswi akan menghadapi ujian tengah semester.
Dan setelah empat jam berlalu, mereka pun pulang.

----

Biar Aku yang pergi[End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang