04. patient

27K 900 17
                                    

Ini semua memang menyakitkan, tapi aku sudah terbiasa dengan semua rasa sakit ini.

Waktu terus berlalu dengan cepat, hingga tidak terasa bahwa esok adalah hari pertama untuk mereka menghadapi ujian tengah semester.

"Mama, Papa. Besok Arisha akan ujian. Do'ain Arisha ya ma, pa." Ucap Arisha sambil tersenyum.

"Aamiin. Semoga berhasil ya Arisha, Adit. " Jawab mama dan papa bersamaan.

"Iya." Jawab Adit dan Arisha kompak.

Disisi lain, tampaklah seorang gadis remaja yang tengah berdiri dibalik dinding ruang keluarga. Dengan semangat dan sebuah senyuman yang terpancar dari wajah nya yang cantik itu, ia pun segera menghampiri keluarga nya.

"Mama, Papa. Besok Adira juga akan ujian. Doain Adira juga ya Ma, Pa." Kata Adira dengan senyum manis.

Namun, suasana diruang keluarga itu tiba-tiba saja hening. Diam, tak bersuara. Hal ini membuat Adira bingung,

"Ma, Pa. Do'ain Adira, ya." Kata Adira lagi sambil tersenyum.

Namun tetap saja tidak ada yang merespon permintaannya. Senyum yang ia gambar kan hilang dalam sekejap, segala keberanian nya juga hilang. Adira yang merasa bahwa dirinya sedang tidak diperdulikan disitu, segera pergi kekamar nya dengan raut wajah yang sedih bercampur kecewa.

"Hahaha!"

Suara tawa karena puas yang sangat keras terdengar dari ruang keluarga. Adira yang masih berdiri ditangga, mendengar suara tawa itu dengan sangat jelas.

"Apa-apaan sih anak itu? Minta didoain segala! Haha!" Ucap Adit tertawa.

"Udah ah, kak. Dia itu hanya perusak suasana aja. Jangan bahas dia lagi deh. Haha!" Jawab Arisha.

Mereka pun kembali mengobrol dengan santai diruang keluarga. Adira yang masih berdiri ditangga yang mendengar semua perkataan kakak-kakak nya, merasa sangat sedih dan kecewa. Ia pun langsung berlari menuju kamarnya.

(Kamar Adira)

"A-apa ini.nApa sebenarnya ini semua? Sebenarnya, siapa aku? Hiks! Hiks!! A-aku... Hanya ingin didoakan oleh papa dan mama. Apa permintaan ku terlalu berat? Hiks... Kenapa? Kenapa?!"

Lagi-lagi Adira menangis dikamar nya. Ia tidak dapat lagi membendung air matanya. Hatinya sangat hancur. Hancur. Adira hanya ingin orang tua nya mendoakan dirinya, tapi mereka malah membuat hati Adira kembali terluka dengan perkataan mereka. Pada saat Adira menangis, bi Izah pun datang menghampiri Adira.

"Non? Kenapa Non menangis?? Ada apa, Non?" Tanya bi Izah khawatir karena Adira yang menangis terisak isak.

"Bi izah? Ng-nggak, Bi. Nggak ada apa-apa, kok. Bibi jangan khawatir." Jawab Adira sambil tersenyum.

"Bagaimana bisa bibi nggak khawatir? Non tiba-tiba aja menangis seperti ini lagi. Apa ini karena mereka lagi, Non? Kalau benar, Non Adira jangan sedih lagi, ya. Bi Izah ada disini bersama, Non. Bibi akan selalu mendoakan Non Adira agar selalu mendapatkan hasil yang bagus. Ya?"

Mendengar perkataan bi Izah, membuat Adira merasa sangat tenang, "Iya, Bi. Makasih, ya." Jawab Adira dengan tersenyum manis.

"Iya, Non. Oh ya, keluarga Non udah pada makan dibawah. Non, nggak turun?" Tanya Bi izah membujuk Adira.

"Nggak, Bi. " Jawab Adira dengan nada datar.

"Hm, baiklah. Tapi Non harus tetap makan. Gimana kalau Bibi suapin dikamar, Non?" Tanya BI izah sambil tersenyum.

Mendengar bi izah yang ingin menyuapi Adira, membuat ia merasa sangat senang. Tanpa berfikir panjang, ia pun langsung menerima penawaran BI izah. Adira merasa, bahwa Bi Izah lebih memperdulikan nya dibandingkan keluarganya sendiri. Hal itu membuat Adira sangat menyayangi Bi Izah.

"Bibi, Adira sangat menyayangi Bi izah. Tetaplah selalu bersama Adira ya, Bi. Karena hanya bibi saja yang Adira punya dikeluarga ini."

(Jangan lupa baca kelanjutan nya ya.☺)

Biar Aku yang pergi[End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang