Partikel 1

72.7K 7.7K 456
                                    

Seorang Gamalea Luvitara itu single. Single terhormat. Seharusnya mantanku dihukum. Ia melanggar Undang-Undang Cinta pasal satu ayat satu, yaitu janji setia tidak akan mendua. Kenyataannya Nathanael Miguello, si Bule Kampret itu travelling bersama selingkuhannya di Pulau Dewata dan meninggalkan aku yang menyedihkan di sini.

Tapi itu dulu, semua sudah berlalu sejak satu tahun yang lalu. Nahasnya, meski sudah cari pacar lagi, aku belum menemukan sosok lelaki yang cocok untuk menggantikan Nael. Dan sekarang, aku juga lebih suka menyibukkan diri dengan pekerjaan.

"Mbak, di depan ada Nadia Windakusuma. Katanya udah bikin janji sama Mbak Yaya." Tari salah satu staf administrasi, memanggilku yang sedang makan siang di ruang kerja.

"Bilang suruh tunggu sebentar, gue abisin makanan gue dulu. Nanti gue temui. Atau lo suruh lihat-lihat baju aja."

"Siap, Mbak."

Nadia Windakusuma? Jika dilihat dari namanya, sepertinya dia adik dari Mr. KBBI.

Nadheo Pandukusuma. Sampai hafal aku namanya. Di sambungan telepon tadi, dia berbicara dengan menggunakan kata baku dan bahasa yang formal, maka dari itu aku beri nama panggilan Mr. KBBI.

Selesai makan dan menaruh piring kotor di wastafel pantry, aku langsung menemui adik Mr. KBBI. Aku menemukan dia sedang berdiri sambil melihat-lihat gaun pengantin. Dari kejauhan, aku menilai penampilannya super modis dan feminim. Tinggi High heels yang digunakan sekitar 13cm. Dan hand bag merek Louis Vuitton yang luar biasa menyilaukan mata.

Bibirku mengulas senyum saat dia menoleh ke arahku. Aku menggeletakkan ponselku di sofa ruang tunggu, sebelum menemuinya. "Hallo... Mbak Nadia ya?" sapaku heboh.

Dia berbalik badan dan balas menyapaku tak kalah hebohnya. Dia mengajakku cipika-cipiki. Harum sekali minyak wangi yang dia pakai.

"Mbak Nadia ini adiknya Mas Dheo yang tadi telepon saya ya?"

Dia mengangguk. "Aku lagi pusing nih Mbak mikirin persiapan pernikahan. Frustasi banget sampai berat badanku turun dua kilo," ceritanya tanpa diminta. "Tapi untungnya nih, Mbak. Temenku merekomendasi WO Mbak ini. Katanya bagus-bagus. Ya udah, aku coba aja ya kan. Kali aja cocok," sambungnya tak kalah panjang dari yang tadi.

"Ya pistol cucok!" serobot Devina yang langsung mengambil alih kekuasaan. Devina lebih jago promosi daripada aku sebenarnya.

Aku melihat tatapan ngeri yang dilemparkan Nadia untuk Devina. Sedetik kemudian, dia menyunggingkan senyum kaku kepada Devina. "Iya, semoga aja ya, Mas."

"Eh, sembarangan! Panggil eike Sista Dev."

Nadia meringis. "Oke, Sista Dev."

"Yaya, urusan si nona manis cantik paripurna ini biar eike yang ambil alih."

Devina memang yang terbaik.

"Mbak, saya tinggal ya. Mbak tenang aja, biar pun kewarasan Dev agak kurang, tapi dia akan membantu Mbak Nadia."

Nadia terkekeh pelan, sementara Devina mencak-mencak gemulai.

"Siap, Mbak Yaya."

"Dev, layani dengan benar lho. Awas kalo gak benar. Gue pecat lo!"

"Sipokeh, Beib."

"Oh iya, Dev. Gue harus pantau tim yang lagi dekor gedung buat nikahannya biduan dangdut itu."

"Nanti si Lina jemput you, Yaya. You waiting aja," katanya. Devina selalu mencampur-adukan bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia. Kadang-kadang bahasa Inggris dengan bahasa Jawa, atau bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia. Kelakuan dia bikin aku melambai ke kamera. Suka-suka dia saja.

Partikel Jodoh (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang