Partikel 3

58.2K 7K 243
                                    

Pulang ke rumah ternyata ada keponakanku, Zayn Revanio Erlangga. Zayn ini dekat dengan Mama, makanya sering main ke rumah.

"Yaya, Pulang!" seruku menyalami Mama yang sedang memasak. Lanjut menemui keponakanku di ruang televisi.

"Ponakan ganteng Taya lagi apa sih? Serius banget sampe Taya pulang nggak disapa?" Aku menarik pipi Zayn. Tapi anak itu tidak bereaksi karena terlalu asyik memainkan mobil-mobilannya di atas permadani.

"Taya, Zayn minta Om tuh. Kapan mau dikabulin?"

Fadya, teman masa kuliah. Ah, sebut saja sahabat yang merangkap menjadi kakak ipar. Korban modusnya Bang Gandhi. Hingga akhirnya terpikat dan berakhir di pelaminan selepas wisuda empat tahun yang lalu.

Apakah aku sudah cerita kalau aku anak perempuan satu-satunya? Ya, betul. Karena memang dua kakakku itu berjenis kelamin laki-laki. Kakak pertamaku bernama Ghani Dewangga. Usia tiga puluh dua tahun, status suami dengan satu istri dan dua anak. Yang kedua bernama Ghandi Erlangga. Usia tiga puluh tahun, status suami dengan satu istri dan satu anak.

"Itu sih akal-akalan emaknya yang kurang kerjaan." Aku duduk di sebelah Zayn.

"Abang lo juga nyuruh gue buat maksa lo biar cepet nikah, Ya. Udah dua puluh lima tahun lho, mau nunggu kapan?"

Aku bukan tipe wanita yang bercita-cita nikah muda. Dulu, iya. Tapi itu waktu aku masih berpacaran dengan Nael. Aku sudah sangat yakin kalau Nael akan menjadi jodohku, kemudian Tuhan memperlihatkan kejelekan sifatnya padaku. Dan hubungan yang kujunjung tinggi itu kandas tiada arti.

Sekarang aku lebih ingin lebih memajukan usaha wedding organizer punya Mama yang sudah beralih tangan padaku. Jadi bisa dipastikan aku lah owner  Leyaa Organizer sekarang.

Perkataan Mama yang selalu aku ingat dan kutanamkan dalam hati itu; Kamu akan tahu bahagianya mendapatkan kesuksesan setelah kamu berusaha.

"Nunggu jodohnya ada, Fad." Aku mendelik padanya. "Gue suka sedih kalo ditanya gitu."

Fadya tergelak sambil menyuapi Zayn buah naga. "Gue daftarin biro jodoh mau gak?"

"Ogah!" tolakku cepat. Sampai Zayn saja kaget dan langsung menoleh heran padaku. "Gue masih laku tanpa harus jadi penghuni biro jodoh."

"Ya cepetan cari jodohnya," cetus Fadya.

"Wanita itu dicari bukan mencari," balasku tidak mau kalah.

"Alasan klasik," balasnya lagi.

Aku menarik napas dalam. Berdebat dengan Fadya itu butuh tenaga yang ekstra. Bang Ghandi saja kadang takut yang pada akhirnya mengalah pada kekuasaan Fadya. "Sabar dong. Lo sama aja kayak Mama yang terus maksa gue buat nikah."

"Umur lo udah pas buat nikah, Ya."

Malas berdebat, aku hanya bergumam untuk menjawab ucapan Fadya.

"Eh, Fad. Gue ketemu cowok aneh." Nah, untungnya ada pembahasan baru yang aku yakini akan lebih membuat Fadya antusias daripada membicarakan soal siapa jodohku.

"Aneh gimana?" tanya Fadya sambil meneguk susu sisa Zayn. Dasar emak-emak rakus. Susu anaknya saja diminum.

"Masa ya, dia pacaran udah enam tahun. Terus ditarik nikah sama ceweknya, dia malah nolak. Ceweknya bilang cowoknya itu takut nikah gara-gara dia sering nanganin kasus perceraian."

Partikel Jodoh (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang