Hari ini aku menghadiri pernikahan Nadia. Sebenarnya tanpa harus diundang pun aku akan hadir karena sebagai owner Leyaa Organizer aku bertanggungjawab pada semua kru yang bekerja di pernikahannya. Tapi Nadia mengundangku secara pribadi, artinya bukan hanya aku yang diundang tapi juga Mama.
Wow, padahal selama di Bali kami tidak pernah bertemu secara bersama-sama. Hanya dua hari itu aku yang kebetulan bertemu dengan Dheo. Selebihnya tidak ada acara kumpul atau apa pun itu. Hanya memang, Devina dan Nadia sering bertukar pesan whatsapp.
Super ribet karena harus pakai kebaya, biasanya aku hanya menggunakan blouse atau dress seperti di pernikahan Siti Badariah. Namun Nadia lagi-lagi memintaku memakai kebaya.
"Ya, gaswat, Ya!" Dengan napas ngos-ngosan Devina menepuk bahuku yang sedang melihat dekorasi pelaminan dari kejauhan.
"Apaan?"
"Nadia cry."
Dahiku mengernyit. "Nangis kenapa?"
"Babang Tamvanisasi beloman come. Nomor dese tinta aktif. Duh, eike pusying." wajah Devina tampak frustasi. Dia mengelap wajahnya dengan tisu sambil terus memainkan kipasnya. "Capcai akikah. Bedak jadi luntur tinta karuan."
"Dheo!" geramku tertahan. Di saat momen penting seperti ini pun dia bersikap menyebalkan. "Akad jam sembilan?"
"Yes."
Aku menilik jam tangan. Astaga! Sudah hampir jam delapan."
"Setengah sembilan rombongan pengantin sampai," ujar Devina lagi. "Gimandose, Ya? Coba you calling-calling dese."
Oleh Nadia saja dia tidak mengangkat teleponnya apalagi olehku? Aku ini memangnya siapa? Wait. Aku yang bertanggungjawab melancarkan acara pernikahan Nadia. Jangan sampai acara jadi ngaret karena Mr. KBBI yang telat datang.
"Oke gue coba telepon," putusku.
Devina mengangguk-anggukan kepalanya. "Ya udin, eike back ke kamar rias Nadia."
"Oke."
Selepas Devina pergi. Aku coba menghubungi Dheo. Panggilan pertama tidak diangkat. Panggilan kedua juga sama. Dia ke mana sih? Masa lupa? Aku coba lagi mendial nomornya. Menunggu beberapa detik sebelum akhirnya bernapas lega karena Dheo mengangkat panggilanku.
"Yo, kamu di mana sih?"
"Di jalan."
Cara dia menjawab sangat santai. Seolah dia tidak merasa bersalah.
"Cepetan ke sini. Acara udah mau mulai. Akad jam sembilan. Kamu malah belum datang," omelku.
"Saya ada urusan sebentar."
Aku tercengang. Tidak habis pikir dengannya. Urusan apa yang lebih penting?
"Jadi urusan yang lain lebih penting daripada nikahannya adik kamu? Kamu gimana sih? Ini Nadia udah nangis-nangis dari tadi. Tenyata kamu lebih mementingkan urusan lain daripada adik kamu sendiri," cercaku sebal.
"Saya sudah mau sampai ke gedung."
"Ya udah cepat."
Segera aku mematikan sambungan dan bergegas menuju kamar rias pengantin. Nadia masih terisak, sementara Mbak Mia sedang meriasnya. Saat aku mendekat, Nadia langsung berbalik badan.
"Gimana, Mbak Yaya?" tanyanya penuh harap.
"Dheo udah mau sampai," jawabku.
Kulihat Nadia menghembuskan napasnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/169680164-288-k825202.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Partikel Jodoh (Terbit)
ChickLit#terbit #ranspublisher #penerbitroadsunset TERSEDIA DI TOKO BUKU DAN ONLINE STORE LAINNYA Gamalea Luvitara, 25 tahun. Seorang owner WO tapi dia sendiri belum nikah. Nadheo Pandukusuma, 31 tahun. Jadi pengacara yang banyak menangani kasus perceraian...