Partikel 14

45K 5.8K 236
                                    

Selamat bermalam minggu jomsss :v

Happy reading, jangan lupa subscribe, vote, dan comment ❤

💍💍💍

Mengacak-acak rambut, menghentak-hentakkan kaki ke lantai, memukul-mukul tangan ke meja. Semua kulakukan sejak tadi, akan tetapi tidak mengurangi sedikit pun kerisauanku. Bagaimana tidak risau kalau aku akan dihadapkan dengan tantangan yang luar biasa konyol? Kalau untuk asal menyatakan cinta sama pria, aku bisa. Tapi jangan Mr. KBBI.

Yaa Tuhan, sejak tadi yang kupikirkan adalah reaksi dan respons dari dia.

"Ngapa sih, Ya? Dari tadi mencak-mencak banget kayak gitu." Lina terkekeh geli.

"Gara-gara lo, Lilin!" cetusku sebal yang dibalas dengan gelombang tawa kencang yang menyebalkan darinya.

"Keren kan gue. Sekarang gue pegang kartu As lo, Ya." Lina tersenyum penuh kemenangan seraya mengusapkan jempolnya di sepanjang dagu dia.

Kedua tanganku menjambak rambut, kutundukkan kepala hingga bertabrakan dengan kerasnya meja "Gue malu, astaga. Muka cantik gue mau ditaruh di mana nanti? Gue udah kebayang tuh ekspresinya bakal sedatar apa sambil mengangkat alisnya yang menukik itu tinggi-tinggi."

"Lo harus privat ke Sista Dev buat hapusin rasa malu lo. Sista Dev kan udah gak punya urat malu," sahut Lina.

"Kasian Sista Dev. Tapi gue kangen sama dia. Udah lama gak ketemu." Kini Fadya pun ikut nimbrung bicara.

"Masih sableng, Fad. Dirukiyah satu kali juga dia mah gak bakal mempan. Kayaknya rukiyah seratus kali baru balik otaknya."

"Tapi Sista Dev lucu." Dari posisi menunduk, aku dapat mendengar suara tawa Fadya dan Lina yang mendengkus.

"Itu bagi lo yang jarang ketemu dia. Gue tiap hari ketemu, Fad. Gedek lama-lama."

Mereka malah asyik menggosipkan Devina di saat aku teraniaya seperti ini. Bagus! Sahabat dan kakak ipar macam apa mereka?

"Lin, lo kan baik. Ganti dong." Selagi bisa berusaha, akan terus kubujuk Lina untuk memberikan kemudahan. Dan menyebalkannya Lina, dia menggeleng-gelengkan kepalanya sebanyak lima kali.

"Gak mau, Yayaku, cintaku, my baby bolo-bolo. Udah sepakat kan? So, gue tinggal nunggu momen spesial itu sambil ongkang-angking."

"Kerja lo kapan kalau ongkang-angking terus?" sambarku.

"Yaelah, Ya." Lina berdecak.

"Gue potong gaji lo."

"Di luar kantor, lo setara sama gue, Ya. Gak usah bawa-bawa pekerjaan. Mau lo kalau gue doain dompet lo seret? Tiga bulan, Ya. Lo bayangin hidup tanpa duit sepeser pun selama tiga bulan." Lina memajukan wajahnya ke arahku. Matanya melotot dan nada suara menggebu-gebu. Tidak lupa di akhir kalimatnya ia menyeringai usil.

"Enggak mau," sahutku lesu.

"Nah, kalau nggak mau berarti harus lakuin dare-nya dengan baik."

"Emangnya lo kenal di mana sama cowok itu, Ya?" Fadya ikut kepo.

"Awalnya tuh cowok sewa WO buat adiknya. Eh, emang jodoh Yaya kali, Fad. Mereka sering banget ketemu tuh abis Dheo sewa WO. Yang pertama di kantor katanya, terus handpone Dheo gak sengaja Yaya bawa. Yang bikin Yaya bela-belain anterin handphone itu ke rumahnya. Abis itu, Fad. Di Bali juga ketemu dia. Dia sama keluarganya tahun baruan di Bali juga. Dan lo tahu yang bikin gue tercengang, Yaya kencan sama Dheo di Bali."

Bagus! Tanpa diminta ternyata mulut Lina sudah melaju sendiri.

"Terus aja, Lin. Terus pojokin gue!"

Partikel Jodoh (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang