Mengurut dada sambil terus menahan umpatan. Aku hanya bisa mengirimkan tinju ke arah Dheo ketika dia sudah berjalan meninggalkanku yang masih terduduk.
Pria macam apa yang baru saja kukemui itu? Malam ini aku merasa ketajaman lidah Dheo bertambah satu level. Ditambah ekspresi yang ia tampilkan benar-benar membuatku ingin meninju rahangnya sampai penyok.
Karena tidak mendapat ajakan "pulang bareng" dari Mr. KBBI yang super menyebalkan, aku menghubungi Devina untuk segera menjemputku yang terlantar sendirian di Starbucks.
Devina : Keluar, Ya.
Aku memasukkan ponsel ke dalam tas ketika chat dari Devina masuk. Menenteng caramel macchiato yang hanya kuteguk sedikit. Rasa kesal bercokol dan mendominasi dalam hati. Mendapat respons yang super dingin dari Dheo, membuatku tertantang kalau pria itu harus bisa kutaklukan dalam permainan ini.
Keluar dari Starbucks, aku disambut senyuman geli dari Devina. Ketika ekspresiku sekecut ini, Devina malah seenaknya mengumbar senyum. Bagus. Dia minta dipotong gaji.
"Gak usah senyum di atas penderitaan gue!" sungutku. Memberikan sisa caramel macchiato-ku ke Devina. Lantas masuk ke mobil dengan segera.
Devina menyusul setelah aku duduk. "Omejiii, My love, My Honey sweety. You fine-fine ajija kan?"
"Iiihhh ... Bete, bete, bete!" Aku memukul-mukul tasku dengan emosi yang sudah mendidih. "Sumpah, gue kesal!" Aku berteriak sekencang mungkin. Lalu mengambil kemoceng yang ada di dasbor. Mencabuti bulu-bulu di kemoceng itu sampai beterbangan.
"Ihh, Yaya. Kemocengnya tinta salah." Devina menatapku ngeri.
"Bodo."
"You yang dikasih sayang dare, eike yang migrain." Devina semakin kencang mengipasi wajahnya.
"Gue harus gimana, Dev?" Aku mengacak-ngacak rambut frustasi.
"Ya udin, kalau you tinta sanggup. You angkat jempol ke kamere," balas Devina ringan.
"Tapi nanti gue disebut cemen terus sama Lina dan Fadya."
Devina menghembuskan napasnya pendek, tatapannya padaku berubah prihatin. "Nadia said, Mr. KBBI akhir-akhir ini leges benyes problem."
"Problem apa?"
"Maminya dese masuk rumah sakit. Terusan dese jedong pengacara model yang kena kasus prostitusi online."
Aku melongo. Berita yang masih jadi incaran para wartawan itu ternyata menjadi ladang usaha bagi Dheo. "Ih, gak banget. Masa kasus kayak gitu dia ambil? Emangnya enggak ada kasus lagi apa?"
Devina memukul bahuku menggunakan kipas kesayangannya. "Ih, you gimandose sih? Kan nyerong duita itu susiah."
"Iya juga, sih." Kali ini aku setuju dengan ucapan Devina. "Tapi kok lo gak ditangkap, Dev?"
"Maksud you?" Devina melotot.
"Lo kan salah satu mucikari temannya Vanilla Angela itu kan?"
"Astatank..." Devina menjerit. "You julita samsara eike."
Aku tertawa melihat ekspresi Devina. Memang hanya Devina yang mampu menghiburku di kala galau melanda. Pria tiga puluh lima tahun yang sudah kuanggap kakak sendiri ini paling pengertian bahkan di antara kedua kakak kandungku. Tempat berkeluh kesahku setelah Mama. Meski ia manusia setengah matang, tapi aku nyaman berbagi cerita dengannya. Mungkin karena aku mengenalnya sejak masih sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Partikel Jodoh (Terbit)
ChickLit#terbit #ranspublisher #penerbitroadsunset TERSEDIA DI TOKO BUKU DAN ONLINE STORE LAINNYA Gamalea Luvitara, 25 tahun. Seorang owner WO tapi dia sendiri belum nikah. Nadheo Pandukusuma, 31 tahun. Jadi pengacara yang banyak menangani kasus perceraian...