Partikel 7

48.6K 6.5K 346
                                    

Wkwkwk ngakak itu semalam siapa yang update euy? 😂😂 antara sadar dan nggak sadar akutu efek minum obat kok ngantuk luar biasa 😂 aku ulangi lagi sambil revisi ya 🙏

Happy reading^^

💍💍💍

Belanja rasanya kurang lengkap tanpa ditemani partner yang ideal alias yang sama-sama hobi menghabiskan duit dalam dompet. Partner belanjaku kali ini sama sekali tidak menyenangkan. Mulutnya terus-menerus terkunci sepanjang kami berjalan di Beachwalk Shopping Center dan melihat-lihat berbagai macam barang yang ada di sini.

"Kamu gak niat beli sesuatu gitu? Atau emang cuma niat buat ngintilin saya terus?" Aku akhirnya capek sendiri. Seorang Yaya, itu hanya akan mampu mengunci mulut selama sepuluh menit. Bahkan saat tidur pun, mulutku terbuka hingga akhirnya membentuk air terjun yang mengalir ke dagu sampai ke leher.

"Baju saya masih banyak yang layak dipakai."

Oke. Terima kasih untuk sindirannya, Mr. KBBI.

Aku memilih mengabaikannya. Entah dia mau melakukan apa pun semau dia. Bahkan mau jadi manekin juga tidak masalah. Asalkan dia tidak mengganggu acara cuci mataku pada pakaian, tas, sepatu, dan aksesoris lainnya.

Andaikan Devina dan Lina tidak pulang ke Villa, mungkin aku akan bersaing ketat mendapatkan barang-barang di sini. Seleraku dan Lina hampir sama, sementara Devina sering kali mengikuti fashion kami. Maklum, namanya juga manusia setengah matang. Ibarat telur, Devina ini si kuning yang masih lembek.

Tiga paper bag berhasil kujinjing. Sudah waktunya mengisi perut. Dheo memang betul-betul lempeng. Dia manut saja ke mana pun aku ajak. Kali ini aku mengajaknya ke restoran Pepper Lunch yang masih ada di kawasan Beachwalk Shopping Center.

Aku memesan Double Hamburg Steak With egg. Untuk dessert-nya aku pilih Oreo Cheese. Sementara Dheo memesan Salmon Pepper Rice. Tidak ada yang membuka suara selama makan. Lebih tepatnya, Dheo memang jarang bicara. Ampun deh! Tapi anehnya, mantan pacarnya kok tahan ya sampai enam tahun berpacaran sama Dheo? Apa jangan-jangan selama mereka pacaran, Dheo lebih banyak bertindak daripada mengumbar untaian kalimat romantis?

Ah, laki-laki ini terlalu misterius.

Mengunyah makanan sambil menatapnya penasaran. Dia menikmati makanannya dengan santai. Tatapannya terfokus ke makanan yang sedang dia nikmati. Tapi namanya bukan Yaya, kalau tidak mengeluarkan kebiasaan kepo-nya.

"Saya masih penasaran kenapa kamu takut nikah? Apa benar cuma karena kamu keseringan nanganin kasus perceraian jadi malah nimbulin trauma?"

Dheo mengangkat pandangan. Menyorotku dengan bola mata hitamnya. Kukira dia akan menjawab, nyatanya hanya selang beberapa detik dia kembali menikmati makanannya dan mengabaikan pertanyaanku.

Kampret!

"Sayang aja kalau hubungan udah enam tahun harus putus cuma karena salah satu dari mereka takut nikah," kataku. Terserah mau dia dengarkan atau tidak. Sebelum melanjutkan, aku menyedot dulu minumanku. "Nikah itu justru ibadah lho, mau ciuman juga udah halal. Gak kayak ... ups, sorry, itu saya gak sengaja kok lihatnya. Sumpah! Suruh siapa pintu rumahnya terbuka. Ya makanya saya kepo."

"Dia sudah mau menikah."

Aku melongo takjub. "Lho, kamu tahu?"

Jawabannya hanya mengangguk. Tapi aku sudah terlanjur penasaran. Siapa suruh dia malah menyeretku untuk lebih banyak mengucapkan beberapa pertanyaan.

"Kenapa dia nikah sama cowok lain padahal baru aja putus sama kamu? Apa dia selingkuh? Jangan-jangan kamu juga udah tahu kalau dia selingkuh makanya kamu gak mau nikah sama dia? Oh, my God!" Kepalaku menggeleng dramatis.

Partikel Jodoh (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang