Partikel 20

43.1K 6.5K 468
                                    

Mencoba berandai-andai, jika saja penampilan Rafa dulu itu menarik dan rapi seperti sekarang, mungkin saja aku akan terus pacaran sama dia walaupun awalnya hanya dari sebuah dare konyol.

Percayalah, jika kebanyakan kaum wanita itu menilai pria dari fisiknya lebih dulu. Pria dengan kadar ketampanan di atas rata-rata terkadang membuat hati para wanita goyah. Inginnya memandang terus. Iya kan? Sudah, akui saja.

Kembali ke kantor dengan senyum merekah. Orang pertama yang akan kukasih tahu tentang berita ini adalah Lina. Reaksi dia pasti akan sama sepertiku yang kaget dan tidak percaya.

"Ada apa lo panggil gue, Ya?" Satu-satunya karyawan yang tidak sopan memang hanya Lina. Sudah berani memerintah atasan membuat kopi, Lina juga tidak pernah mengetuk pintu saat masuk ke ruanganku.

"Gue dapat tender gede banget."

Lina menjatuhkan pinggulnya di sofa. "Apa tuh? Proyek kerja sama sama Anggara Catering berhasil kan?"

Aku lantas menghampirinya, dan duduk tepat di sebelahnya. "Oh, jelas. Kalau Yaya udah bertindak semua aman terkendali. Tapi berita yang satu ini bakal bikin lo heboh, terkejut, tercengang, terheran-heran, teriak...,"

"Apa sih, Ya?" potong Lina tidak sabar. "Jangan bikin gue penasaran deh."

Aku mengulum senyum. Dengan cekatan, menyalakan ponsel demi memperlihatkan foto Rafa yang diam-diam aku comot dari instagram.

"Lo tahu ini siapa?" Kutunjukan foto tersebut pada Lina.

Lina berdecak. "Itu owner Anggara Catering, Ya. Gue sering lihat di IG. Gue bahkan follow dia."

"Coba lo lihat baik-baik wajahnya."

Lina lebih mendekatkan wajahnya ke ponsel. "Ganteng," cetusnya.

Rasanya aku ingin menjitak kepalanya menggunakan kedua tangan. "Maksud gue, wajahnya ngingetin sama seseorang gak?"

Lina mengalihkan konsentrasinya padaku dengan dahi berkerut, sebelum bertanya, "Siapa?"

"Coba lo amati, Lin."

"Jangan paksa gue buat mikir, Ya. Tinggal bilang aja susah bener." Lina mulai keki sepertinya, ia mengambil bantal sofa untuk dipeluk.

"Lo inget wajah cowok yang gue tembak di kantin itu?"

"Inget dong. Gue inget banget ekspresi dia waktu itu, rambutnya udah kayak Darto Helm dan kacamatanya yang super tebal." Lina tertawa geli, matanya seperti menerawang masa lalu.

"Lo baru aja ngebully Rafa Anggara, Lin."

Lina mendelik protes. "Ngebully apaan woi? Yang lo tanyain kan cowok itu bukan Rafa Anggara."

Belum tahu saja dia fakta yang menggemparkan.

"Karena sebenarnya Rafa Anggara adalah cowok yang gue tembak dulu."

"Oh, Rafa Anggara."

Kok reaksinya biasa saja?

"Haaah?! Rafa Anggara! Sumpah lo?" Teriakannya menggelegar nyaring ke seluruh penjuru ruang kerjaku. Lina benar-benar tersentak.

"Serius gue. Gue juga kaget banget dan gak percaya sama sekali. Mana bisa gue percaya kalau perubahan fisiknya signifikan kayak gitu. Cuma dia kasih bukti foto-foto jadulnya, dan pas cerita ke gue kayaknya nyambung sama ingatan gue dulu. Jadi, gue percaya kalau Rafa adalah korban dare konyol itu."

"Kok bisa?" Lina melongo dan tidak habis pikir.

"Kayaknya dia tertarik sama gue, soalnya dia bilang mulai diet pas gue putusin di perpus itu. Ya lagian, gayanya jadul banget. Coba kalau penampilan Rafa dulu sama kayak sekarang, asli dah gak bakal gue putusin. Malah gue pepetin terus."

Partikel Jodoh (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang