Hari pertama menyandang status long distance relationship. Cukup aneh sebenarnya. Apalagi setelah keberangkatannya ke Leiden, tidak ada kabar sedikit pun. Mungkin dia capek, aku cukup mengerti kondisi itu. Baru tadi malam, untuk pertama kalinya dia mengirim WhatsApp menggunakan nomor baru setelah kami berada di negara yang berbeda.
Berdiri di balkon kamar, memandang sang fajar yang masih malu-malu menunjukan tajinya. Semilir angin menyapa, menyusup perlahan hingga ke pori-pori. Kuhirup udara pagi sebanyak-banyaknya diiringi doa dan harapan. Sedih sih sudah pasti. Galau apalagi. Maklum, mantan single setahun ini baru punya pasangan lagi sekarang. Baru sebentar merasakan kebersamaan, ternyata jarak harus memisahkan.
Menyesap teh yang masih hangat, sebelum kembali ke dalam kamar. Duduk di tepi ranjang, menatap nanar ponsel yang teramat sepi. Aku coba menghubungkan sambungan video call pada Dheo. Siapa tahu dia mengangkat teleponnya. Beberapa detik menunggu, layar berubah hitam sebelum akhirnya muncul wajah yang ingin sekali aku lihat.
"Selamat pagi, Bapak Nadheo Pandukusuma. Kalau kata Milea; Dheo, saya rindu." Itu kalimat yang pertama kali aku ujarkan ketika sambungan terhubung.
"Baru juga sebentar, sudah rindu. Kamu terlalu sering nonton film melankolis."
Kalau dia ada di sebelahku, sudah kutampol wajahnya yang datar itu. Berterima kasihlah kepada jarak yang memisahkan. Kalau tidak, kupastikan wajahmu kena cakar kuku-kuku tajamku, Yo.
Sejenak, kuperhatikan backround di belakang Dheo. Sepertinya dia sedang duduk bersandar di ranjangnya.
"Kamu lagi ngapain sih?"
"Duduk."
"Di sana jam berapa emangnya?"
"Jam sebelas malam."
Oh, iya. Perbedaan waktu antara Jakarta dan Leiden itu kan enam jam. Waktu di Jakarta lebih cepat enam jam daripada di tempat Dheo berada di sekarang.
"Lho, kamu nggak tidur?"
"Kamu mau saya tidur sekarang?"
"Nanti aja." Aku menjawab cepat. "Emangnya kamu nggak kangen sama saya?"
"Kangen."
Bilang kangennya saja sudah mirip jalan tol. Lurus dan rata. Apalagi bilang sayang lagi. Momen langka yang sayangnya terjadi di saat aku meraung-raung melepaskan dia pergi dengan setengah hati.
"Kerjaan gimana? Lancar?" Dia berinisiatif untuk bertanya.
"Lancar. Sekarang lagi musim nikah tahu, Yo."
Melempar sebuah kode seperti ini juga percuma. Yang dilempar kode tidak akan menangkapnya dengan cermat. Ujung-ujungnya, dia hanya akan bilang; sabar, tunggu sebentar. Terus saja begitu sampai Bruno Mars pindah ke Indonesia.
"Kalau begitu rezeki kamu terus berdatangan."
Kan, malah larinya ke situ. Aku mencibir. Entah dia tidak peka atau pura-pura tidak peka.
"Alhamdulillah, kalau rezeki mah datang terus. Cuma jodoh saya nih yang belum datang." Sengaja aku mengatakan itu dengan penuh penekanan. Dan ucapanku berhasil membuat Dheo membeku sebentar. Lalu kulihat, ia mengambil napas pelan.
"Doakan saja, semoga operasi Mami berjalan dengan lancar dan proses pemulihannya tidak memakan waktu yang lama."
"Aamiin" seruku. Lalu, kami sama-sama terdiam. Ini momen yang sering kali terjadi kalau obrolan garing. Aku harus memutar otak untuk mencari topik obrolan yang kira-kira akan menghasilkan perbincangan yang panjang lebar.
"Eh, Zayn nanyain kamu tuh, katanya Tayo kok nggak main lagi ke rumah."
"Terus kamu jawab apa?"
![](https://img.wattpad.com/cover/169680164-288-k825202.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Partikel Jodoh (Terbit)
ChickLit#terbit #ranspublisher #penerbitroadsunset TERSEDIA DI TOKO BUKU DAN ONLINE STORE LAINNYA Gamalea Luvitara, 25 tahun. Seorang owner WO tapi dia sendiri belum nikah. Nadheo Pandukusuma, 31 tahun. Jadi pengacara yang banyak menangani kasus perceraian...