Partikel 26

40.9K 6.4K 395
                                    

Jangan tanya perasaanku bagaimana setelah terjadi momen paling krusial selama dua puluh lima tahun lebih lima bulan aku hidup.

Pertama, aku merasa tidak punya muka di depan Rafa. Pada kegiatan car free day, jelas-jelas aku mengatakan statusku single. Lalu sekarang, dengan seenak udelnya, Dheo mendeklarasikan diri sebagai pacarku. Kedua, apa yang harus kujelaskan pada Rafa? Sejujurnya, kedatangan Rafa malam ini tidak buruk. Tapi kedatangan Dheo, benar-benar memperburuk suasana.

Lalu aku harus bagaimana?

"Katanya gak punya pacar, terus cowok yang lagi liatin kita di belakang nggak kamu akui sebagai pacar?"

Aku meringis, kepalaku menengok sebentar ke belakang. Benar saja, Dheo sedang memperhatikanku dan Rafa dengan intens. Tatapannya membuatku bergidik.

"Pacar kamu bakal marah nggak, kalau tahu saya datang ke rumah kamu?"

"Kayaknya nggak," jawabku asal.

Rafa terkekeh pelan. Sampai di depan pintu rumah, kami berdiri saling berhadapan. Aku masih belum mempunyai alasan untuk dibagi padanya. Menjelaskan perihal hubungan palsu yang sedang kujalin dengan Dheo sekarang, rasanya momennya tidak tepat.

"Saya punya alasan kenapa saya pacaran sama Dheo."

Ekspresi Rafa susah sekali ditebak. Dia sebentar-sebentar mengubar senyum.

"Di dalam ada pacar kamu lho, Ya. Yakin mau jelasin alasannya?"

"Nggak sekarang. Tapi saya pasti jelasin sama kamu."

"Oke. Hubungi saya kalau kamu siap menjelaskannya. Kalau nggak siap, mungkin saya harus mundur untuk sementara."

Hampir saja aku menganggukkan kepala, tapi mendengar kalimat akhir Rafa. Muncul rasa keheranan. Kalimat yang menurutku bermakna ambigu, dan bisa saja menimbulkan penyalahartian. Aku mengamati wajah Rafa, ia mengulas senyum misterius.

"Ya sudah, saya pamit pulang kalau begitu."

"Take care, Raf. Sorry, buat situasi canggung tadi."

"Don't worry. Anggap aja uji nyali. Good night."

Kadang rasa nyaman setiap kali obrolan terjalin itu menimbulkan prahara. Rafa bisa menciptakan rasa nyaman itu ketika kami terlibat obrolan.

Selepas mengantar Rafa pulang, aku menyiapkan amunisi untuk memberikan dumelanku untuk Mr. KBBI yang sudah membuat jantung kesayanganku ketar-ketir tidak karuan. Menyebalkan. Dia tetap bersikap setenang air walaupun sudah melakukan hal yang membuatku naik pitam. Aku berdiri sangar di depannya yang kini mendongakan kepala. Bola mata hitam legamnya menyorot hazelku tanpa pembatas.

Fokus untuk memberikan ceramah, Ya.

"Kamu tahu apa kesalahan kamu malam ini?"

"Kesalahan?"

Bibirku mengeluarkan cibiran. Mengadapi sikap Dheo, butuh kesabaran yang sangat ekstra dan pita suara yang sudah di charge penuh. "Kamu bertindak di luar kerja sama kita. Kamu bilang kita pacaran di depan orang lain."

Tatapan tajam dengan satu Alis menukik ia sematkan untukku. Detik berikutnya, ia mengambil napas dan bersidekap. "Baik saya ataupun kamu tidak pernah membuat perjanjian, jika status pacaran itu tidak boleh dipublikasikan."

"Tapi kamu seenaknya mengambil keputusan sendiri, Yo."

"Apa yang saya katakan benar adanya, Yaya."

"Masalahnya, cowok tadi itu lagi dekat dengan saya. Dia jadi salah paham, Yo."

"Ya sudah, saya minta maaf."

Partikel Jodoh (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang