-○○-
Hari kelulusan telah pun berakhir sekitar satu jam yang lalu. Seperti yang Sasuke katakan mengenai wakil yang akan menggantikan Sasori yang tidak bisa datang karena pekerjaannya.
Dan menjadikan Kurenai Yuhi seorang janda satu anak mengadiri kelulusan mereka. Walaupun agak kecewa, tapi Sakura tidak ingin banyak bertingkah dan mengeluh kepada keadaan.
Memang bukan seperti yang dia inginkan, tapi dia bersyukur setidaknya acara itu berhasil tanpa hambatan. Dan kini mereka hanya tinggal menunggu waktu untuk menjadi dewasa seperti yang sering Sasori katakan.
"Bajingan bayi." Desis Sakura dengan mata terpejam di dalam kamarnya.
Ponsel masih menyala diantara jemarinya, menunggu seseorang di seberang agar mengangkat panggilan yang telah dia buat lima menit yang lalu. Menjengkelkan memang, disaat dia sangat membutuhkan kakaknya, tapi lelaki itu tidak berada disini. Dan malah sibuk dengan urusan kantornya yang tidak pernah habis-habis.
"Dasar gila kerja." Umpatnya lagi, lalu tersentak karena suara kakaknya terdengar menyaut diseberang. "Bajingan bayi! Kau memang menyebalkan!" Teriaknya.
"Sakura, jangan teriak di kuping niisan. Sakit tahu!"
Sakura mengeluarkan udara dari bibirnya, dan memejamkan matanya. "Bagaimana keadaanmu?" Tanyanya mulai tenang.
Kakaknya terdiam, alisnya mengerut. Sasori tidak perlu terkejut sampai terdiam seperti ini kan? Pikirnya. Pertanyaannya juga bukanlah rumit sekali.
"Niisan baik. Ada apa bertanya hal semacam itu? Kau tidak berpikir niisan akan mati sebab merindukanmu kan?"
Tawa kakaknya mengalun menerpa indra pendengarnya. Kini ganti Sakura pula yang terdiam. Dia tidak mengerti kenapa seakan ada beban yang sulit dijelaskan dibalik suara tawa kakaknya.
Seperti ada sesuatu yang sengaja disembunyikannya. Sasori tidak akan melakukan sejauh ini hanya untuk menyembunyikan sesuatu darinya kan? Kakaknya tidak akan melakukan hal seperti itu.
"Niisan? Apa masalah di sana sangat besar sehingga niisan menetap lama?" Sakura mengigit bibirnya refleks.
Dia tidak terlalu suka mengintimidasi orang, walaupun tidak sulit untuk melakukannya. Bahkan jika itu kakaknya sekalipun. Tapi tanda tanya dihatinya masih saja ada ketika Sasuke mengatakan kakaknya akan menunda kepulangannya.
Bukankah itu sangat aneh? Kakaknya memang terbiasa terbang ke kota lain karena alasan pekerjaan, dikeranakan ambisinya dulu yang ingin masuk kepolisan Anbu makanya dia harus bolak balik untuk mengurus perusahan besar Haruno di Paris.
"Apa kau berprofesi menjadi polisi saat ini? Sudah nisan jelaskan sama Sasuke, ini hanya pekerjaan biasa. Lagipula kau sudah tahu nisan sudah lama tidak datang kemari. Jadilah pekerjaannya menumpuk macam gunung. Hahaha."
Wajah Sakura menunduk ke bawah. "Begitu." Gumamnya ringan. "Well, selamat bekerja nisan. Selamat malam." Dia tidak menunggu jawaban dari Sasori dan langsung mematikannya.
Wanita bersurai merah muda itu meluncurkan desahan panjangnya bersamaan dengan pintu kamarnya terbuka dan Sasuke muncul dibaliknya dengan senyuman dibibir. "Bagaimana kabar Sasori-nii?" Katanya menghampiri Sakura.
Memijat pangkal lehernya, Sakura mengendikkan bahunya, "Dia masih bisa tertawa, maknanya dia baik-baik saja." Ujarnya.
"Kau sudah mengantuk?" Tanya Sasuke memegang bahunya meminta perhatian.
YOU ARE READING
Cruel Revenge
FanfictionSasusaku Fanfiction Cinta tulus, dibalas kebencian yang pekat. Kebahagian indah, dibalas oleh kebohongan yang menyakitkan. Lalu bagaimana jika kebencian dibalas kebencian? Sakit dibalas oleh sakit? Bukankah justru akhirnya hanya saling menyakiti? "B...