-○○-
Bau obat-obatan menyeruak agak menganggu Sakura membuat wanita itu membuka kelopak matanya dan menatap datar langit-langit rumah sakit. Dia baru menoleh ketika mendengar suara isakan pelan yang ditahan tepat di sampingnya.
"Guren...?" Panggilnya serak.
Punggung Guren memungunginya, pundak wanita dewasa itu gementar. "Maaf, Sakura. Mereka... Telah meninggal." Ujar suara itu nyaris bercicit.
"Mere...ka?" Gumam Sakura datar. Dia menunduk menatap perut ratanya yang dibungkus selimut putih.
Guren mengusap airmata dipipinya, dia masih belum menoleh kearah Sakura. "Ini salahku. Aku terlalu ceroboh. Aku tidak sadar ternyata, ada dua nyawa didalam perutmu Sakura. Maafkan aku." Katanya lagi.
Kedua belah bibir Sakura bergetar, "Aku tidak mengerti." Bisiknya memejamkan matanya menahan tangis. "Bayiku cuma satu, Guren. Dan itu Sarada." Tawanya meluncur serak. "Aku masih ingat saat pertama kali aku mengetahui aku hamil, aku menamakannya Sarada, tanpa tahu jenis kelaminnya apa."
"Pada awalnya aku juga berpikir begitu. Tapi pada saat kau jatuh pingsan, tidak lama dari itu, detak jantung bayimu tidak terasa lagi." Guren meremas jari-jarinya. "Dan aku terkejut ketika melihat ada dua detak jantung. Dan... Dan me-"
"Guren. Sudah cukup..." Sela Sakura memutar posisinya memunggungi Guren. "Apa kau boleh membantuku? Tolong hubungi Sabaku Gaara dan minta dia datang ke rumah sakit sekarang." Tangannya terangkat membekap bibirnya manakala satu tangannya meremas dadanya. "Aku ingin bertemu dengannya." Cicitnya lirih.
"Kalau tidak, aku takut tidak lagi bisa bertahan."
"...Baiklah."
Lorong rumah sakit pada saat itu tampak ramai, karena hari minggu. Beberapa orang terlihat sibuk berbicara dan ada juga yang sedang berjalan-jalan. Iris gelap Guren tergulir meninggalkan pemandangan sudah biasa itu.
Matanya masih memancarkan sebuah kesedihan karena memikirkan nasib temannya yang baru saja kehilangan bayi kembarnya. Guren tidak bisa berpikir jernih, bagaimana jika dia yang berada di tempat Sakura dan merasakan kehilangan sama besarnya seperti wanita itu.
Tidak hanya kehilangan pernikahan yang dia cintai, tapi juga kehilangan satu-satunya cahaya hidupnya. Napasnya terhembus paksa, dadanya masih terasa sakit kalau mengingat ekspresi apa yang Sakura perlihatkan ketika dia menceritakan tentang bayi kembarnya.
Guren tahu, yang paling disakiti disini tidak lain adalah Sakura sendiri. Jadi melihat wanita itu menangis terisak-isak sudah sangat wajar bagi seseorang yang baru kehilangan. Tetapi, bukannya mendapatkan ekspresi wajar seperti orang normal biasanya.
Sikap Sakura saat ini bahkan lebih memprihatinkan. Dia tidak mengeluh, tidak juga bertanya lebih lanjut mengenai bagaimana bayinya bisa keguguran. Guren sendiri sulit menebak apa yang Sakura rasakan saat ini.
Apakah dia sakit, apakah dia kehilangan. Dia tidak seperti Sakura beberapa minggu ini yang menjadi teman bicaranya. Walaupun ada kekosongan dimatanya tapi senyumnya tidak pernah luntur. Memikirkan Sakura mengubah kepribadiannya memberi dampak yang besar untuknya.
YOU ARE READING
Cruel Revenge
FanfictionSasusaku Fanfiction Cinta tulus, dibalas kebencian yang pekat. Kebahagian indah, dibalas oleh kebohongan yang menyakitkan. Lalu bagaimana jika kebencian dibalas kebencian? Sakit dibalas oleh sakit? Bukankah justru akhirnya hanya saling menyakiti? "B...