"oh iya, jangan panggil mas, panggil jeno aja," celetuk jeno sambil menyodorkan helm pada anak hawa didepannya.
"aku harus manggil kamu apa?"
reina memilin ujung bajunya, kenapa bibirnya terlalu kelu untuk bicara?
"reina, lengkapnya reinasa rembulanika,"
kini jeno manggut-manggut, "kalau aku panggil asa, boleh nggak?"
reina mencetak kurva pada bibirnya yang pucat tanpa rona, "boleh aja, tapi kenapa?"
"karena asa artinya harapan, aku mau panggil begitu biar kamu──"
"biar apa?"
jeno menggeleng, "nggak apa-apa,"
reina menampakkan muka masam yang dihadiahi jeno kekehan. "udah, buruan naik,"
nona bibir pucat itu menurut walau dengan wajah memberengut. ia kecewa, sudah penasaran, sang tuan malah menghentikan perkataan.
diantara pilar-pilar lampu jalan yang gemerlapan, reina merasa ada yang salah pada dirinya.
perlahan ekspresi muram tergantikan seulas senyuman.
dirinya hanya heran mengapa tuan asing jenodera mampu meluluhkan sedikit sakit yang tertanggal. jika reina bisa bercakap tanya pada semesta, ia ingin tahu, bagaimana bisa dengan begitu cepatnya ia ditemani malaikat tanpa sayap?
yogyakarta, tolong biarkan sang lamunan ini tetap bahagia walau tanpa dekapan.
ayo vote komen biar aku semangatt
KAMU SEDANG MEMBACA
muara ✓
Fanfictiondua insan patah pendamba rumah ekuator © 2020 cover by kanemine.