11 / rumah: pulang?

679 198 34
                                    

awan kelabu kiat menggelap menciptakan kumpulan kumolo pekat, bergelung bisa kapanpun jatuh tanpa dicegat. sama halnya dengan ragu jeno yang semakin abu, dibarengi netra menyalang pada kendaraan lalu lalang; jeno bimbang.

lantas gelombang suara menyapa telinga membuatnya yakin bahwa rindu yang lama ditahan harus kembali dibawa pulang, melepasnya siuh sebab jeno sudah tak mampu redam.

mau tau apa yang jeno dengar?

"pulang aja jen, aku bisa urus kafe sendiri kok. nanti kalau kesusahan tinggal cari pengganti buat sementara. santai aja,"

"beneran?" bola mata dibalik kelopak sayu itu perlahan berbinar, memandang darren─temannya sekaligus pemilik kafe lentera memberinya izin cuma-cuma.

bahu jeno terasa ditepuk dari belakang, darren mengangguk, "udah sana balik, prepare apa aja yang dibutuhin buat besok. inget kalau kesana jangan lupa sama yang disini. pilih jalan pulang yang baik, jangan sampai kesesat,"


glek.

jeno menelan ludahnya kasar, sedikitpun tidak berani memandang lawan bicara.

kendati begitu kurva pada bibirnya tetap mencetak senyum, lantas jeno berdiri, menepuk bahu darren pelan sebelum yakin melangkah keluar kafe lentera dan sebilah kisah singkat disana.

____

berbanding dengan hari jeno yang tampaknya kelabu, reina justru termangu dengan seulas senyum semu. ia jatuhkan kurva cantik itu pada kalung dengan liontin kupu-kupu. diusap beberapa kali walau tidak berdebu.

kemudian ditatapnya langit, cerah sekali walau sudah sore hari. lama dipandang sampai senyum yang tadinya mengembang pudar.

teringat perkataan sang puan pemberi kalung dan gelang, katanya dia rindu pulang, ingin pulang.

pulang pada sesosok rumah yang bukan reina.

lantas pikiran itu buru-buru ditepis, sebab jika dinyana, reina bukan siapa-siapa. jatuh hati pada jeno saja tidak, walau sejujurnya reina nyaman bersama sang pemuda.

kendati begitu, reina belum mau memberi isi dada pada seseorang lainnya, bekas luka yang ditinggalkan jericho masih membekas nyata.



"rei,"

reina melonjak, kaget bukan kepalang, menatap dua bilah mata yang duduk disampingnya dengan penuh kejora. "apa kabar, rei?"

satu kalimat tanya yang mampu membuat jantung reina hampir loncat dari tempatnya, ingin si gadis menenggelamkan diri agar tidak bertemu lagi dengan pemuda satu ini. "baik cho, kamu sendiri?"

"aku baik juga, tapi jantung lagi nggak baik-baik aja, soalnya harus ketemu kamu lagi,"

harusnya aku yang bilang begitu kali, jericho!

btw sambil nunggu aku kelarin revisi buku ini, coba mampir ke bukuku yang lain hihi ♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

btw sambil nunggu aku kelarin revisi buku ini, coba mampir ke bukuku yang lain hihi ♡

muara ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang