17 / benang diafragma

322 120 14
                                    

ujung sepatu ia ketuk pada lapisan terluar muka bumi. simpang siur neuron otak beradu pada isi kepala, dipenuhi risau dan cakap tanya mengenai cara kerja semesta.

usai menunggu beberapa saat, namanya dipanggil juga oleh sang barista. kemudian raganya mendekat, meraih nampan—membawa pesanan.


"rei?"

reina melotot,"darren? ngapain disini?"

isi kepala si hawa dijejali spekulasi yang acap kali menghampiri. mendayu bak kerja sama ombak dengan badai.

"aku yang gantiin jeno,"



lalu tanpa diminta, reina mematung tiba-tiba.

apa ini artinya jeno tidak akan kembali lagi?














"bercanda," darren ketawa, "mukanya jangan panik gitu dong,"

"dih, aku nggak panik," reina menghentikan lamunan mendadak, berbalik buru-buru menuju meja yang biasa ia duduki kala berkunjung kesini.

dibelakang, diam-diam darren membuntuti langkahnya.

"ikut duduk boleh?"

reina berdehem, menelan sepotong kue kering. membiarkan pandang netra jatuh pada jalan raya, seakan tidak ada darren di depannya.

"judes banget,"

"enggak."

"iya."

"enggak, ih,"

kemudian puan satu ini membiarkan irisnya beradu dengan bola mata hazel milik darren, melanjut;
"kamu nggak cerita barang sekata asal usulmu dimana, lantas tahu-tahu muncul sebagai barista kafe lentera,"

membenahi kacamata, darren tertawa, "aku pemilik kafe ini. wajar kalau nggak pernah nongol,"

"oh ya?" raut wajah reina melunak

arjuna satu ini mengangguk, "ngobrol sama aku santai aja ya. jeno bilang, kamu suka canggung kalau baru kenalan,"

reina mencari pembenaran, "nggak cuma aku kali, ren. semua orang juga gitu,"

darren menyangkal, "buktinya aku enggak?"

"terserah,"






"galak banget, sumpah. heran gimana ceritanya jeno betah berkeluh kesah ke kamu,"

"aku juga nggak tahu," lalu rupa yang tadinya sekeras batu menghalus—berubah sendu perlahan tak tentu.

kadangkala reina bebaskan senandika pada ruang kepala memenuhi relung hatinya. menghasilkan benang-benang diafragma yang menyesakkan.

"kangen dia ya?"

reina mengembus napas memejam netra, walau tahu sosok yang dimaksud darren, bilah bibirnya tetap bercakap, "dia siapa?"

"jeno lah, siapa lagi?"

"mungkin,"

"kamu jatuh cinta, rei,"

kelopak netranya kembali terbuka—nyaris melotot, dalam hati ia menyangkal; nggak mungkin lah, memori lawas kala bersama dengan jericho masih lekat dalam ruang ingat.

namun bibir pucat itu tetap melantun, "mungkin,"

"semoga jeno nggak terjebak disana,"

"terjebak?"

darren bangkit dari duduknya, "nggak, hehe,"






"hah? maksudnya gimana?" reina menahan pergelangan tangan darren yang hendak menjauh

"oh, iya. kata jeno, kamu harus tetap bahagia, dengan atau tanpanya,"

 kata jeno, kamu harus tetap bahagia, dengan atau tanpanya,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

mau ending, udah siap?????
btw,

huang renjun sebagaidarren arjuna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

huang renjun sebagai
darren arjuna

muara ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang