08

200 33 12
                                    

08.

How would you feel? If I talk you I loved you.

Ed Sheeran - How Would You Feel

Shintya memandangi kedua benda itu bergantian : Jam tangan warna cokelat dan dream catcher. Jam tangan yang diberikan Bagas sebagai hadiah ulang tahunnya tempo hari dan dream catcher pemberian Dhavin sebagai hadiah ulang tahun juga katanya tadi sewaktu berhasil mendapatkannya dalam permainan menggelindingkan kelereng melalui paku-paku yang di susun acak dalam sebuah bidang miring.

Shintya memutuskan untuk meletakkan jam tangan di sisinya, kemudian hanya terfokus kepada dream catcher saja.

"Nih buat lo aja."

"Kenapa buat gue?"

"Biar nggak mimpi buruk sekalian anggep aja itu hadiah ulang tahun lo dari gue."

Sudut bibirnya terangkat sedikit kemudian berhasil membentuk sebuah lengkungan yang indah. Shintya buru-buru bangkit lalu meletakkannya di atas nakas. Kemudian ia kembali pada jam tangan, jam tangan yang kelihatannya bermerek dan harganya jangan ditanya lagi mahalnya, mungkin disbanding dengan dream catcher jam tangan itu lebih berharga nilainya, namun bagi Shintya dream catcher pemberian Dhavin lebih berkesan dari pada jam tangan itu. Shintya pun meletakkan jam tangan itu di tempatnya semlua kemudian meletakkannya di atas nakas berjejer dengan dream catcher.

Kemudian Shintya membuka hp-nya. Ia membuka aplikasi WhatsApp-nya, ada rasa sedikit kecewa karena Dhavin tidak memberinya pesan malam ini. Gadis itu kembali mempertanyakan tujuan Dhavin mendekatinya untuk apa? Bila mengirim pesan pun hanya seingat Dhavin mungkin.

Kemudian jarinya beralih membuka aplikasi Instagram. Hal pertama yang ia lakukan adalah menstalking instagram orang. Yaitu Dhava, gadis itu berharap akun instagram Dhava masih ada atau muncul lagi setelah menghilang bersamaan dengan menghilangnya cowok itu dari hidup Shintya. Namun lagi-lagi sama seperti kemarin-kemarin, instagram Dhava tidak berhasil ia ditemukan.

Pikirannya kini mengarah kepada Dhavin, ia pun mengetikkan nama Dhavin pada kolom pencarian. Dan berhasil! Ia bersorak dalam hati. Lumayan juga pengikutnya setidaknya hamper menyamai followers-nya sendiri yaitu sekitar tujuh belas ribuan sedangkat yang diikuti kurang dari dua ratus akun padahal foto-fotonya hanya sedikit. Shintya membuka foto-foto di Instagram Dhavin satu persatu, lalu Shintya men-scroll dan menemukan foto postingan pertama sekitar tahun 2015 foto Dhavin yang sedang berdiri melihat pemandangan sunset di sebuah pantai. Berarti waktu itu umur Dhavin sekitar empat belas tahun. Postingan selanjutnya yang Shintya lihat hanya berada di lapangan bola baik sedang berlari mengejar bola, merebut, menendang, atau bahkan hanya berdiri saja sungguh cintanya dengan bola terlihat sangat besar. Shintya mengklik satu foto lalu ia terkikik melihatnya. Diposting sekitaran tahun 2016, foto itu adalah foto tiga orang cowok yang tidak lain dan tidak bukan merupakan foto Remo, Derro, dan Dhavin. Mereka bertiga berpose konyol dan menurut Shintya itu sangat-sangat lucu. Dengan mengenakan jas yang sedikit kebesaran mereka bertiga kompak menunjukkan deretan gigi-giginya. Shintya membaca sebuah caption di bawah postingan.

Foto ini memiliki hak cipta. Dilarang untuk menyebarkannya!

Dengan membaca caption itu ide kecil Shintya muncul. Dia men-screnshoot-nya lalu mengirimkannya kepada Fira. Bibirnya tak henti-henti terus tersenyum geli. Itu pertama kalinya Shintya melihat Dhavin berfoto dengan menunjukkan senyum giginya. Konyol. Aneh. Lucu. Semua bercampur menjadi satu. Intinya menggelikan. Shintya tidak habis pikir dibuatnya. Apalagi ditambah dengan caption seperti itu pula.

Attendance [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang