03.03.
Semua penderitaan itu berawal dari mimpi buruk, oleh karena itu aku tidak mau tidur karena takut dihampiri mimpi buruk dan aku akan menderita.
Tak lama setelah itu Dhavin kembali sambil membawa seragam putih abu Sintya beserta handuk dan shampoo yang entah didapatnya dari mana.
Shintya faham maksud Dhavin adalah agar dirinya mandi untuk membersihkan badan, Shintya pun akhirnya menurut untuk mandi di toilet uks. Sementara Dhavin menunggu di luar.
Selesai mandi Dhavin mengajak Shintya untuk makan sebentar di kantin, lebih tepatnya adalah menemani dirinya makan. Shintya itu bukan tipe cewek yang lembut tidak juga kasar. Lebih mendominan ke acuh dan tidak peduli. Bisa dibilang ia canggung bila berhadapan dengan laki-laki, maklum saja Shintya belum pernah berpacaran meskipu penggemar dan cowok yang mendekatinya itu banyak. Sering kali malu bila berada didekat cowok atau berhadapan langsung. Berdua. Seperti saat ini dirinya bersama Dhavin.
"Dari tadi nunduk terus deh kepalanya, lo pikir gue pengen lihat rambut lo aja," celetuk Dhavin.
Shintya mengangkat kepalanya hingga dapat melihat senyum khas dari cowok dihadapannya.
"Gue risih, kak. Mendingan kakak pergi aja deh, nggak enak kalau ada siswa atau guru yang lihat bisa-bisa kena hukuman atau lebih parahnya jadi hot news SMA Cendekia," usir Shintya secara halus.
Senyum Dhavin mengembang, memang tidak manis tapi justru memberikan kesan swag dan keren bagi dirinya meskipun sejujurnya Dhavin tidak bisa tersenyum.
"Kalau digosipinnya sama lo sih, gue nggak apa."
"Ish! Apaan sih!" kesal Shintya, "kalau Kakak nggak mau pergi, biar gue yang pergi."
Shintya berdiri dari tempat duduknya. Ia melangkah meninggalkan kantin sekolah yang sudah sepi karena memang waktu istirahat sudah berakhir. Hanya saja ia malas pergi ke kelas setelah dari uks karena harus mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia. Gurunya perempuan dan sudah tua pula jika sedang diajar maka ia memilih untuk tidur. Tidak ada yang menghalangi tidur dengan suara materi yang lirih dan tulisan di papan tulis yang miruip rumput bergoyang. Justru menambah kenikmatan.
Langkah Shintya terhenti kala Dhavin berteriak dari tempatnya. "Kenapa chat dari gue nggak dibalas?"
Tubuh Shintya tiba-tiba kaku, ia malu dan bingung harus menajawab apa soal semalam dirinya nge-chat Dhavin duluan. Akhirnya pun Shintya membalikkan tubuhnya menghadap Dhavin dari tempatnya sambil menggigit bibir bawahnya. "Sorry, tadi malam nggak sengaja, cuma TOD doang."
Shintya lalu merutuki kebodohannya, tentu saja Dhavin tidak akan percaya dengan alasan seperti itu meskipun hal itu memang fakta yang ada. "Eng-enggak, maksud gue dibajak sama Fira."
Shintya kembali merutuki mulutnya yang bodoh tidak bisa nyambung bekerja sama dengan kemauan otak dan hatinya, rasanya cewek itu ingin sekali menggampar mulut sialannya itu. "Eung- maksud gue, tolong lupain aja soal chat itu."
Dhavin tertawa melihat ekspresi Shintya yang menurutnya lucu. "Iya, nggak apa. Makasih ya udah nge-chat duluan. Kan seneng jadinya."
Shintya hanya mampu menyengir setelah merasa seluruh tubuhnya matang karena malu, ia membalikkan badannya lagi dan pergi berlari sekencang-kencangnya dari pandangan Dhavin.
Rupanya nasib baik berada di pihaknya. Guru Bahasa Indonesia sedang berhalangan hadir. Hal itu terlihat ditulisan dipapan tulis yang berisi perintah mengerjakan soal untuk dikumpulkan setelah jam pelajaran Bahasa Indonesia berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Attendance [Selesai]
Teen FictionDikenal sebagai gadis cantik, populer dan menjadi the most wanted girl di sekolahnya, Shintya Ayra Putri juga terkenal menolak semua cowok yang mendekatinya karena masih menunggu kedatangan Dhava-- sahabat dari kecil yang pergi setelah menyatakan ci...