13

180 24 5
                                    

13.

"Baik-baik aja."

"...."

"Iya, Ma aku ngerti."

"...."

"Iya."

"...."

"Sampein salam aku."

"...."

"Hmmm."

Sambungan telepon terputus, karena geram terhadap isi percakapan Dhavin membuka pintu toilet dengan keras. Cowok itu berada di dalam toilet selama mengangkat teleponnya karena di luar toilet atau di tempat itu justru sangat berisik.

Sesampainya di tempat mulanya Dhavin menghempaskan tubuhnya ke sofa dan membuat Reno yang berada di sampingnya terlonjak kaget. Cowok itu mengernyit. "Kenapa lo, Bro?" tanyanya.

Dhavin menarik nafasnya panjang sebelum menghembuskannya. "Gue udah nggak mood," ujarnya.

"Loh, kenapa sih?"

"Besok masih ulangan, kan? Gue belum belajar," kata Dhavin membicarakan yang lain.

Reno mengernyit, "ah! Ngelawak lo, nggak mungkin karena itu. Pasti ada alasan lain, kan?"

"Iya, gue mau ke rumah Shintya."

Reno semakin dibuat bingung dengan jawaban-jawaban Dhavin. "Hah? Ngapain?"

"Minta makan," jawab Dhavin datar.

"Malem-malem gini lo mau ke sana? Lo pengin dibunuh sama bokapnya?" Reno memutar bola matanya. Yang benar saja jam setengah dua pagi Dhavin mau bertamu ke rumah Shintya.

Dhavin jengah. "Ya besok lah bege! Kok nggak pinter-pinter sih lo udah lama deket-deket gue."

Reno memasang muka datarnya, "anying! Yaudah pergi sono!" usirnya.

Dhavin berjalan sambil tersenyum melihat raut wajah Reno, dia tidak mau bertele-tele lagi dengan Reno. Sudah hampir tiga jam Dhavin dan Reno berada di klub malam itu, yaitu salah satu tempat hiburan malam terkenal di Jakarta. Ini bukan pertama kalinya Dhavin menginjakkan kakinya di tempat seperti ini. Sudah sejak dia bersekolah di SMA Bhakti sekitar satu tahun yang lalu untuk mencari hiburan ketika hatinya terasa kosong.

Dhavin mengambil satu batang rokok, menyesapnya kemudian menghembuskan asap rokok tersebut ke udara malam di luar klub itu. Ia mengambil kunci motornya dan berjalan menuju parkiran. Malam itu dia tahu tindakan apa yang harus dia lakukan.

***

Hari ini adalah hari terakhir untuk Ulangan Akhir Semester seluruh siswa-siswi SMA Cendekia, ditutup dengan Mapel Bahasa Inggris.

"Et dah buset! Sepupu lo pelit amat deh sama gue."

Yang dimaksud pelit oleh Rani adalah Yayan, Yayan merupakan pindahan dari Australia yang sudah jelas kemampuannya berbahasa Inggris tidak usah ditanya.

"Mangkannya jangan Korea mulu, lo! Di Indonesia nggak ada yang namanya pelajaran bahasa Korea jadi mending lo belajar bahasa Inggris aja lebih berfaedah," ujar Fira.

Rani menatap Fira muak. "Masih mending gue ngerti bahasa Korea dikit-dikit dari pada lo bahasa Inggris nggak bisa bahasa Korea apalagi," cibir Rani.

"Ya ampun Rani sayaaaaaang, gue bilangin, ya. Masuk neraka tau nggak kalau lo suka korea-korea nggak jelas gitu!"

"Biarin! Gue masuk neraka juga nggak ngajak-ngajak lo, kan? Jadi kenapa lo yang repot!" Rani sewot.

"Heh! Gue cuma ngasih tahu sebagai teman yang baik, ya!" Fira mulai nyolot.

Attendance [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang