05

235 39 6
                                    

05.

'Cause all of me, loves all of you.

John Legend - All Of Me

Ternyata benar, setelah pulang sekolah Fira langsung menuju rumah Shintya bersama Derro dan Reno masih mengenakan seragam sekolah. Itu pertanda mereka tidak pulang terlebih dahulu. Fira membawa banyak sekali makanan mulai dari martabak keju, telur, dan cokelat kesukaan Shintya dan aneka makanan camilan lengkap dengan minuman kemasan kesukaan Shintya. Tapi jangan kira itu semua untuk Shintya melainkan untuk diri sendiri, karena setelah mengeluarkan makanan itu semua, mereka juga yang akan memakannya sendiri. Sedangkan Shintya terus mengomel karena masalah itu. Namun Fira masih mampu memberi alasan dengan mengatakan, "makanan kayak gini nggak baik buat kesehatan lo, Shin. Percaya deh sama gue!"

Meskipun Shintya telah menjawabnya, "gue bukan sakit organ pencernaan atau masalah kesehatan lainnya Fira pinter! Gue jatuh dari motor jadi bebas mau makan apa aja!" Namun Fira tetap melarang Shintya. "Gue belum makan ya, Shin. Lo diem aja!" Dengan berkata seperti itu Shintya baru bisa diam.

"Jadi kejadiannya gimana, Shin sampai lo kecelakaan dan ketemu sama Dhavin?" Derro membuka suara menyudahi perdebatan antara pacarnya dengan Shintya.

Shintya terkejut mendengar Derro mengajukan pertanyaan, karena ini baru pertama kalinya Shintya berbicara dengan Derro. "Nggak tahu jelasnya sih, kak. Tapi aku kayak ngerasa dipepet gitu sampai aku jatuh."

"Terus tiba-tiba Kak Dhavin lewat dan nganterin aku pulang," imbuh Shintya. Derro mengangguk.

"Berarti Kak Dhavin telat juga dong?" tanya Fira.

Reno langsung menyahut. "Ya Allah lo pada nggak tahu kedoknya Dhavin? Dia mana pernah nggak telat berangkat sekolah!" pernyataan Reno membuat Dhavin melotot dan membuat Fira serta Shintya membelalakkan matanya.

"Sebentar-sebentar! Kak Dhavin kemarin nyamperin Shintya, narik Shintya, bilang Shintya cantik, terus sekarang nolongin dan nganterin Shintya pulang sampai jam segini. Jadi, Kak Dhavin suka sama Shintya, kan?" tanya Fira. Shintya melotot setelah Fira dengan lancar mengemukakan argumentasi gilanya itu.

Dengan kompak Derro dan Reno mengangguk percaya diri. "That's right baby!"

Jawaban Derro dan Reno yang kelewat jujur itu tentu semakin membelalakkan mata Shintya, samar-samar ia mencoba melirik Dhavin namun ekspresi cowok itu masih santai-santai saja.

"Bener, Kak?" tanya Fira memastikan.

"Iya," jawab Dhavin singkat namun sangat dalam bagi Shintya.

Fira langsung menyenggol bahu Shintya dengan gembira. "Cieeeeeee, kode tuh, Shin!"

"Fira! Lo apa-apaan sih! Lagian saat ini gue nggak mau pacaran!" bantah Shintya dan langsung membungkam mulut keempat orang di situ.

"Ya kan nggak ada salahnya coba pacaran sama Kak Dhavin," saran Fira.

Shintya langsung berdecak. "Enggak! Cinta dan perasaan itu bukan buat main-main, tapi emang datang sendiri melalui proses. Lo nggak bisa maksa, Ra," kata Shintya.

"Oh gitu, mau nggak taruhan sam gue?" tiba-tiba Dhavin membuka suara. Shintya mengangkat sebelah alisnya, lalu menantang. "Apa?"

"Kalau nanti lo jatuh cinta sama gue lo harus siap jadi pacar gue, tapi kalau sampai tahun baru nanti lo belum jadi pacar gue, gue bakal jauhin lo. Gimana?"

Pernyataan Dhavin sukses membuat keempat orang disitu kaget bukan main terutama Shintya yang tengah diajak bertaruhan. Pada akhirnya Shintya hanya diam tak mengeluarkan sepatah kata apapun.

"Kalau lo diam, berarti lo setuju, mereka bertiga jadi saksi." Dhavin menunjuk Fira, Derro, dan Reno.

Shintya menelan ludahnya sendiri dengan susah ketika menyadari konsekuensi apa yang telah ditetapkan oleh Dhavin dan jelas tidak akan bisa dibantah.

***

Ketika waktu sudah sore, Fira, Derro, dan Reno pamit untuk pulang. Sementara Dhavin baru akan pulang setelah Mbak Rini tukang bersih-bersih yang akan datang pada pagi dan sore itu tiba di rumahnya, yaitu tepat sebelum shalat magrib. Setelah itupun Dhavin pamit untuk pulang ke rumahnya.

Namun ketika sampai di depan pintu, saat Dhavin hendak menarik knop pintu ia berpapasan dengan Tama beserta wanita di samping Tama. Langkah Dhavin terhenti bahkan sempat mundur beberapa langkah karena terkejut. Ia pun buru-buru bersalaman dengan Tama dan Ratna ─ wanita di sampingnya.

Bukan hanya Dhavin yang merasa kaget, Tama dan Ratna pun juga kaget dengan kehadiran Dhavin di balik pintu saat mereka membukanya. Merasakan ada sesuatu di depan Shintya berusaha ingin melihat dengan berjalan pincang.

"Papa!" panggil Shintya, ia melemparkan tatapan sinis kepada Ratna di samping Tama.

"Dhavin?" panggil Ratna terkejut, Dhavin juga sangat terkejut melihat Ratna berada di sini bersama dengan papa Shintya.

"Iya, tante."

Tama terlihat kebingungan saat melihat Ratna mengenali sosok anak muda di dalam rumahnya.

"Siapa kamu? Kenapa kamu bisa berada di rumah saya?" tanya Tama seperti polisi yang tengah menginterograsi terdakwa.

"Saya Dhavin temannya Shintya, om," ujar Dhavin.

Tama terkejut ketika nama yang diucapkan pemuda di depannya sama dengan yang diucapkan Ratna di sampingnya. Ia melihat Ratna serius. "Kamu kenal sama dia?"

Ratna mengangguk antusias. "Iya, soalnya dia ini_" Ratna menghentikan kalimatnya saat mata Dhavin menatapnya berbeda, seolah memberinya sinyal untuknya.

"Dia siapa, Ratna?" tanya Tama sekali lagi.

"Dia... temannya Tasya," jawab Ratna. Jawaban Ratna membuat Shintya terkejut. Gadis itu sama sekali tidak pernah menyangka atau berfikir sampai seperti itu. Benar-benar kejutan sekali. Dhavin tidak berkata apa-apa, apalagi Tasya. Tisak dihernkan lagi, Tasya dan Shintya memang tidak saling berbicara.

Pandangan Tama kini berganti kepada Sintya, ia seolah masih ragu dengan siapa itu Dhavin.

"Dia siapa, Shin?" tanya Tama.

"Teman Shintya, pa." Setelah itu Shintya mejelaskan apa yang telah terjadi begitu juga dengan Dhavin, mereka menjelaskan secara bergantian termasuk kejadian kecelakaan yang dialami Shintya sampai kejadian sekarang ini mengapa mereka bisa berduaan.

Setelah mendengarkan penjelasan dari Dhavin dan Shintya Tama berubah menjadi respect terhadap Dhavin karena telah menolong putri sematawayangnya.

Mereka berempat ; Tama, Dhavin, Shintya, dan Ratna makan malam bersama. Tak hanya sesekali Dhavin dan Tama tampak akrab entah membicarakan hal apa. Tama bercerita kepada Dhavin tentang bagaimana pengalamannya memimpin sebuah perusahaan. Dan Dhavin juga sangat pintar menemoatkan diri, ia merspon cerita demi cerita dari Tama degan sangat baik.

Kecerdasan dan sikap Dhavin yang berwibawa serta cool membuat Tama benar-benar menyukai Dhavin malam itu juga.

"Jadi kalian sudah berapa lama pacaran?"

"kita nggak pacaran, pa," bantah Shintya dengan tegas.

"Enggak atau belum, Vin?" Bukannya mengindahkan putrinya yang hampei meledak, Tama justru menggoda Dhavin.

"Do'ain aja, om," jawab Dhavin lalu tersenyum melirik Shintya yang memanyunkan bibirnya.

Shintya awalnya tersedak mendengar jawaban gila keluar dari mulut Dhavin sebelum pada akhirnya ia memanyunkan bibirnya.

Setelah acara makan malam selesai pada oukul 19.00 Dhavin pamit untuk pulang. Sebelum itu tak lupa Dhavin mencium puggung tangan Tama dengan sopan.

Shintya berbalik badan setelah Dhavin masuk ke dalam mobilnya, gadis itu sedang berada di balkon kamarnya di lantai dua. Ia menyaksikan betapa mudahnya Dhavin mengambil hati papanya. Shintya menggigir bibir bawahnya yang terasa dingin karena di terpa angin malam. Rasa sesak terasa di dalam dadanya ketika kepingan memori masalalu menyelinap dengan nakal dan liar di otaknya.

Attendance [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang