Shintya beruntung taxi online yang dia pesan datang lebih cepat. Setidaknya dia tidak harus menangis lebih lama di pinggir jalan. Karna sekarang dia bisa menangis sepuasnya di dalam taxi.
Tujuannya adalah pulang ke rumahnya. Meskipun semuanya sudah hancur berantakan Shintya sudah bilang dia tidak akan egois lagi, dia juga tidak mau terus menghindar. Dia lelah dan ingin cepat istirahat di kamarnya.
Entah berapa lama dia menangis tapi perjalanan terasa lebih cepat dari biasanya. Taxi yang ditumpanginya berhenti tepat di depan pagar rumahnya.
Setelah membayar ongkos, Shintya turun perlahan dan berjalan pelan terhuyung-huyung. Sebelum memasuki gerbang Shintya menoleh ke samping, melihat rumah yang sudah dua tahu kosong itu. Dia merindukan kehangatan yang diberikan rumah itu. Dia merindukan penghuninya. Dia merindukan Dhava.
Kalau Dhavin memang bukan Dhava. Pikiran Shintya hanya teringat oleh perkataan Bagas.
Mungkin Dhava memang sudah meninggal.
Dan dia harus menjalani hidupnya lebih mandiri tanpa Dhavin ataupun Dhava lagi.
Shintya membuka gerbang rumahnya.
Motor Rani mengingatkan Shintya bahwa kedua temannya itu masih menunggunya. Kini dia bergegas untuk menemui Fira dan Rani yang sudah menunggunya terlalu lama sekali.
Shintya mendorong pintu rumahnya dan ternyata belum dikunci. Dia masuk perlahan sampai bunyi langkahnya tidak terdengar.Samapi akhirnya langkahnya terhenti karena mendegar suara yang begitu familiar.
"Shintya." Suara itu memanggil namanya namun dia tidak mau menoleh.
Kemudian suara Tama ikut terdengar. "Shintya, lihat siapa yang datang!" suruh Tama.
Akhirnya Shintya menurut dengan membalikkan tubuhnya menghadap ke sumber suara yang berasal dari ruang tamu yang hendak ia lewati begitu saja itu.
Begitu melihat sosok yang memanggilnya, Shintya memang kepalanya yang tiba-tiba berdenyut dan juga memejamkan matanya karena merasa dirinya sudah berhalusinasi cukup parah.
Tapi ketika dia membuka mata sosok itu berjalan semakin mendekat.
Kak Dhava sudah meninggal
Kak Dhava sudah meninggal
Kak Dhava sudah meninggal
Shintya berulangkali berbicara kalimat seperti itu di dalam hatinya seperti mantra untuk menghapus imajinasinya. Untuk menyadarkannya dari halusinasi.
Tapi sosok itu semakin dekat hingga berdiri beberapa jengkal dari hadapannya.Sosok itu mencium keningnya lama sebelum menariknya dalam pelukan. Tapi anehnya semua ini terasa begitu nyata.
"Kakak kembali lagi, Kakak sudah menepati janji," ucap suara familiar itu lagi.
Tangan Shintya yang bergetar naik ke punggung Dhava, dan menyentuhnya.
Ini nyata.Tangisnya kembali hadir seakan air matanya tidak bisa kering padahal sudah banyak sekali yang keluar.
Cowok yang sedang dipeluknya adalah nyata.Kak Dhava adalah nyata.
Dada nyaman yang selalu Shintya rindukan adalah nyata.
Shintya mengeratkan pelukannya kepada Dhava, laki-laki yang dicintainya kembali.
Laki-laki yang dirindukannya kembali.
"K-ke mana K-kakak s-selama ini?" tanya Shintya dengan terbata-bata masih dengan posisi memeluk Dhava.
"Kakak kangen sama kamu," ucap Dhavin tidak menjawab pertanyaan Shintya."Aku juga."
Tiba-tiba Dhava melepaskan pelukannya.
"Papa!" Suara Dhava memanggil seseorang membuat Shintya membalikkan badannya dan melihat sosok yang dipanggil 'Papa' oleh Dhava barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Attendance [Selesai]
Teen FictionDikenal sebagai gadis cantik, populer dan menjadi the most wanted girl di sekolahnya, Shintya Ayra Putri juga terkenal menolak semua cowok yang mendekatinya karena masih menunggu kedatangan Dhava-- sahabat dari kecil yang pergi setelah menyatakan ci...