Night 28: She Has Come

3.5K 212 33
                                    

"Senang sekali Anda bersedia mampir lagi di hotel kami setelah kejadian tempo hari" ujar Aftab, menyinggung insiden malam pertama Delisha menginap di Hotel Golden Star.

Delisha meminum air putihnya sambil memberi tanda pada Maya agar meninggalkan mereka. "Ah, iya!" sahutnya "Malam itu murni karena kekhilafanku, Tuan Aftab. Aku tentu saja tidak akan melewatkan kesempatan mencicipi hidangan terbaik di India dan hotel ini menurutku adalah ... yang terbaik." Delisha berujar demikian tetapi dengan orang seperti Aftab di hadapannya dia ragu-ragu hendak menyantap hidangannya.

"Please, yaar, panggil saja saya Aftab. Saya siap melayani Anda, Nona! Silahkan nikmati santapan Anda dan Anda tidak perlu membayarnya, kali ini anggap saya yang mentraktir sebagai permohonan maaf saya atas ketidaknyamanan Anda tempo hari, Nona." Pria itu lalu menyuruh pelayan menyajikan anggur merah untuk Delisha.

Delisha tersanjung dengan keramahan pria ini. Jika saja pria ini tidak tampak mengerikan dalam pengllihatannya, dia ingin sekali tersenyum tulus. Untuk menjaga kesopanan, Delisha melepaskan kacamatanya dan tersenyum kikuk pada Aftab, sorot matanya diturunkan untuk menghindari bertatapan dengan delapan mata yang bulat mengkilap itu. Dengan enggan dia mulai menyantap hidangannya.

Dalam pandangan Aftab, wanita ini tampak salah tingkah dan malu-malu, justru membuatnya semakin mempesona. Dia terlihat cantik dan lugu.

Menurut Delisha bagian terbaik dari santapannya di Hotel Golden Star hanyalah anggurnya, karena membantunya lebih santai. Dia menenggak habis anggurnya dan minta diisi lagi lalu menandaskan isi gelas kedua.

"Karena Anda sudah di sini, Nona, bagaimana kalau saya ajak berkeliling melihat fasilitas yang lainnya. Karena kami jarang mendapat kostumer seunik Anda, masukan dan kritikan dari Anda sangat kami harapkan" anjur Aftab dengan tulus.

Kebetulan sekali. "Baiklah!"sahut Delisha. Aftab menggiringnya keluar dari restoran. Mereka menuju fasilitas spa yang berada di Lantai 2 juga. Mereka memasuki sebuah ruangan mewah bercahaya redup dengan aroma menenangkan dari aromaterapi green tea, disertai iringan musik gelombang gamma untuk membuka gelombang otak manusia. Dua orang wanita cantik dalam seragam kerja mereka yang berwarna hijau muda berdiri dekat ranjang perawatan dan beberapa instrumen kerja mereka.

"Di sini, Nona, jika Anda ingin relaksasi sekaligus perawatan kecantikan, kami menyediakan fasilitas termodern dan tenaga ahli yang mendapat pendidikan khusus dan bersertifikat. Kami juga menjamin bahan-bahan yang kami gunakan aman dan sesuai standar kesehatan internasional. Kami sangat menghindari malpraktik dan bahan ilegal. Kecantikan sama dengan kesehatan, kita tidak boleh melakukan perawatan sembarangan karena efek sampingnya bisa berbahaya dan permanen, tak dapat disembuhkan seperti sediakala."

Delisa manut saja mendengar penjelasan pria itu. Dia melirik ke sudut ruangan. Ada Maya berdiri di sana. "Aku menemukannya!" gumam Maya. "Tapi dia tidak mau ikut denganku, dia sangat ketakutan."

Delisha menoleh pada Aftab "Apa Anda ingin mencobanya, Nona?" tanya pria itu.

Delisha tersenyum manis "Tentu saja!" sahutnya.

"Kau ingin melakukan perawatan? Di saat seperti ini?" Maya terperangah.

Delisha berbaring di ranjang perawatan dan seorang dermatologist memeriksa kulitnya terlebih dahulu dengan alat sebelum dilakukan perawatan. Delisha memejamkan matanya sesaat lalu menjadi tak sadarkan diri. Rohnya bangkit dan meninggalkan tubuhnya. Sang dermatologis dan manajer Aftab tampak panik. Tak ada yang menyadari Delisha berdiri dekat mereka.

"Bawa aku menemuinya!" seru Delisha pada Maya yang menatapnya takjub, karena wanita ini ternyata bisa berpindah ke dimensi lain. Tak ingin membuang-buang waktu, Maya menggandeng tangan Delisha dan dalam sekejap mereka telah berada di lorong gelap, tergenang air, dingin dan terdengar bunyi angin seperti raungan kesakitan yang menyayat hati.

Play In Darkness (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang