Night 36: Saingan Bisnis

2.9K 197 12
                                    

India, Tahun 2018

"Imdad!" panggil Delisha. "Tuan Imdad...!" ulang Delisha untuk kesekian kalinya pada Imdad yang tengah duduk di balik meja kerjanya dengan jemarinya memainkan koin perunggu. Mata pria itu menyorot kosong seolah tersedot dalam pikirannya sendiri.

Delisha berdiri di depannya dan merasa diabaikan. "Imdad!" bentaknya sambil menjatuhkan semap berkas di hadapan Imdad. Pria itu tersentak sadar dari lamunannya. "Ini masih terlalu pagi untuk melamun dan memikirkan wanita lain, Imdad!" omel Delisha.

"Oh, maaf!" seru Imdad sambil menyimpan koin ditangannya ke sela lengannya. Ia kerap memainkan koinnya jika sedang berpikir keras. Ia sedang memikirkan taktik untuk membalas Aftab sekaligus berusaha menganalisa kenapa Aftab berusaha membunuhnya. Ia dan Aftab kerap bersaing sejak di panti, begitu juga ketika mereka kuliah. Akan tetapi rasanya persaingan itu tidak sampai harus membunuhnya. Ia menatap wanita berbaju kuning di depannya dan tersenyum jahil. "Darimana kau tahu aku sedang memikirkan wanita lain? Apa kau bisa membaca pikiranku, Marianne-ji? Bakatmu memang luar biasa!" oloknya.

"Oh!" Delisha mendengus kesal. Benar-benar pria tak tahu malu! Setelah merayunya, dengan gampangnya pria ini mengakui kalau dia memikirkan wanita lain. Delisha untuk kesekian kali merasa dipecundangi lagi. Mati saja kau, Imdad! batinnya.

"Sebelum kau bersenang-senang dengan wanita lain, bereskan dulu urusan ini, Tuan Imdad!" ucap Delisha sambil menunjuk-nunjuk berkas di depan Imdad. Pria itu melirik pada tulisan di map. "Khan's Enterprise? Kenapa dengan mereka?"

Khan's Enterprise adalah pemilik pabrik pembuat vaksin dan obat-obatan yang bekerjasama dengan Xin India. "Dua tahun ini pertumbuhan pabrik ini stagnan, malah cenderung menurun, Imdad, apa kau ingin melepas kerjasama dengan mereka?"

Imdad membuka berkas tersebut dan membacanya sekilas. "Mereka yang ingin melepaskan diri," Imdad menjelaskan "Khan's ingin berpindah kerjasama dengan Star Corp. Sepertinya mereka ingin menambang emas. Aku bisa mempertahankan kerjasama dengan mereka karena proyek Vaksin Ekuivalen. JIka mereka tidak berminat lagipun pihak Jepang siap mengembangkannya dan tentu saja harganya akan lebih mahal. Kurasa draft kerjasama Khan's dengan Star Corp masih alot karenanya Khan's tidak melepas Xin."

"Emas?" Kening Delisha bertaut dalam. "Kenapa perusahaan farmasi ingin berpindah ke pertambangan emas?"

"Itu yang aku tidak tahu. JIka mereka ingin investasi di tambang emas, Xin juga memiliki perusahaan tambang emas, walaupun tak sebesar Star Corp. Aku curiga Star Corp menekan mereka dan Khan's berusaha mengulur-ulur waktu."

"Mengulur waktu?"

"Ya, untuk diselamatkan," ujar Imdad sambil menutup berkas di hadapannya lalu menghempaskan pundaknya ke sandaran kursi putarnya. Sejujurnya ia tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan terhadap Khan's Enterprise. Mereka tidak terbuka.

Delisha langsung melompat ke depan Imdad. "Ayo kita pergi ke Khan's Enterprise. Jika mereka ingin diselamatkan, ayo kita selamatkan mereka!" ujarnya berapi-api.

Imdad terperanjat melihat reaksinya. Wanita ini mudah merasa tertekan, mudah juga menjadi bersemangat.

Dengan diantar Sunil, mereka pergi ke Khan's Enterprise. Sebuah gedung mewah berlantai 20, berwarna hitam dan kedap cahaya. Namun di dalamnya penuh Interior mewah bernuansa reinasance kerajaan Eropa dan terang benderang dengan puluhan lampu kristal besar menghiasi langit-langit. Ketika memasuki gedung itu, Delisha hanya bisa berseru takjub. Kemilau kristal-kristal itu sangat indah. Imdad yang sudah sering ke tempat itu melenggang santai melintasi lobi.

Semilir wangi mawar merah tercium dari udara dalam gedung Khan's Enterprise. Delisha yang awalnya terpesona pada pemandangan interiornya, mulai memperhatikan sekelilingnya. Bau mawar di awal itu lama-kelamaan bercampur sedikit bau logam besi. semakin dalam dia melangkah, bertambah lagi bau semacam kamfer, batu-batu putih yang biasa digunakan untuk menghilangkan bau. Dia melihat beberapa orang seliwiran dengan beragam bentuk, hanya beberapa orang yang penampakannya serupa, yaitu pucat pasi, lemah lunglai dengan mata hitam dan bibir merah tua, mengenakan seragam putih seperti perawat rumah sakit. Dia yakin mereka itu adalah karyawan Khan's Enterprise. Delisha menelan ludah dengan susah payah. Sekarang rasanya seperti memasuki rumah sakit berhantu.

"Oh, Nona Marianne!" sapa seorang laki-laki membuyarkan konsentrasi Delisha. Seorang laki-laki paruh baya berambut tipis dan berkacamata kotak menyapanya. Pria itu mengenakan setelan dan menenteng koper. "Namaste!" sapa laki-laki itu lagi.

Delisha bingung karena dia sama sekali tidak mengenal pria ini, apalagi dalam penglihatannya pria ini berkepala gajah, lengkap dengan telinga lebar dan hidung panjang. Dia membeku di tempatnya.

Imdad yang berjalan lebih dulu berada agak jauh darinya melihat situasi itu dan hendak mendatangi wanita itu untuk menyeretnya. Namun mendengar pembicaraan pria itu, ia terdiam di tempatnya.

"Apa Anda kemari menjalankan tugas dari CEO Devdas Star Tailes, Nona Marianne?" ujar pria berkacamata itu. Delisha terkesiap dan mata terbelalak. "Oh, maaf, mungkin Anda tidak mengenali saya. Saya Boney Jr., pengacara Nona Maya. Kita bertemu di apartemen Nona Maya, saat Anda menyerahkan berkas properti Nona Maya."

Delisha membekap mulutnya sendiri. Oh, bagaimana bisa aku lupa hal sepenting ini?

Dengan Imdad menatapnya sedemikian rupa, dia tahu pria itu mencurigainya.

Play In Darkness (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang