"Dari tampang lusuh lo, gue bisa menduga kalau Will udah balik ke Batam lagi," tebak Naya.
Aku mengangguk lemas, tapi kemudian berjengit, "Emang kalau ada Will tampang gue gimana banget, Nay?"
"Ya, kayak kata orang-orang. Lo kayak abis dapat pelepasan yang We-O-We gitu. Emang beneran seenak itu ya?" Naya yang tadinya mampir ke ruang penyiar untuk menyerahkan playlist-ku, malah akhirnya memilih duduk dan mengorek informasi.
"Ya mana gue tahu! Gue juga belum pernah ngerasain, kali," jujurku.
"Ah masa?! Jadi selama ini lo ngapain aja!?" histeris Naya, untung saja ruang penyiar sedang kosong. Hanya ada aku dan Naya, jadi rahasia tentang ranjangku tidak perlu menjadi konsumsi banyak orang.
Aku diam sejenak, berpikir untuk berterus terang atau menyimpannya sendiri. "Sejak honeymoon di Bali, gue dan Will belum pernah ML lagi," aku memutuskan untuk jujur.
"APA???" Naya yang heboh itu semakin histeris.
"Nggak usah heboh gitu deh, kalau lo nggak mau bikin gue malu!" desisku.
"Jadi selama ini lo ngapain aja?" Naya menormalkan suaranya, walau nadanya terdengar gregetan, "Will udah bolak-balik Batam-Jakarta berkali-kali lho. Lo udah jadi suami istri berbulan-bulan. Gila!"
"Will sih bilangnya nggak papa, pelan-pelan aja, gitu ...."
"Emangnya lo trauma pas gagal ML pertama kali? Sakit banget ya?" Naya tampak ketakutan.
"Nggak sih. Sakit sih sakit, tapi gue beneran basah waktu itu, jadi nggak kesakitan banget. Jalan sedikit nggak nyaman, tapi bisa dikompromi kok."
"Nah trus? Lo masih aja ngerasa William pengkhianat, bahkan setelah berbulan-bulan dia tetap setia jadi suami lo tanpa dipenuhi kebutuhan biologisnya?" Naya tercengang sebelum geleng-geleng kepala, "Fixed, lo beneran sakit jiwa!"
"Lo beneran temen gue bukan sih?" protesku, "Gue juga udah sadar kali, Nay. Cuma gimana ya ... Will juga nggak pernah minta kok!"
"Astaga! Dia takut lah, Len. Setelah lo nangis kejer pertama kali dulu, mana berani Will minta macem-macem lagi."
Aku menghela napas panjang, sebelum bertanya, "Jadi gue mesti gimana?"
"Ya gampanglah, tinggal telanjang aja. Jangankan William, laki-laki normal mana pun di dunia ini bakal horny kalau liat cewek se-seksi lo telanjang, Len."
Aku mulai mempertimbangkan, ide Naya benar-benar buruk. Andai saja aku punya seseorang yang benar-benar layak untuk dimintai pendapat.
"Hati-hati lho, Len. Kalau lo begini terus, bisa-bisa yang lo takutkan bakal kejadian. Lo bisa dikhianati. Bukan karena kesalahan Will, tapi kesalahan lo sendiri," ucap Naya dramatis. Berhasil membuat bulu romaku meremang.
"Lo beneran bukan temen gue!" desisku.
"Lo belajar gih dari Ana," usul Naya kemudian.
"Anna siapa?"
"Anna-nya Christian Grey lah. Di fifty shades freed Anna lebih agresif tuh. Kali aja lo bisa tiru beberapa modusnya."
**
Semua gara-gara Naya.
Hasil obrolan sensitif di ruang penyiar yang sudah berlalu hampir dua minggu lalu berhasil membuatku uring-uringan sampai hari ini. Besok Will akan kembali ke Jakarta, dan aku masih setengah gila memikirkan bagaimana harus memulai hubungan suami-istri yang sebenarnya dengan Will.
KAMU SEDANG MEMBACA
WILLENA
ChickLitSetelah kisah asmaranya dengan kekasih yang telah dipercayanya selama hampir satu dekade kandas, berhubungan dengan pria -terutama pengkhianat- adalah hal terakhir yang Lena inginkan di muka bumi ini. Sialnya, Lena malah dipertemukan dengan William...