Hanya karena dia pernah mengatakan kalau dia adalah laki-laki yang bertanggung jawab, tidak pernah menebar benih sembarangan, kupikir dia laki-laki baik-baik yang tidak pernah menyentuh bagian terlarang wanita dengan bagian terlarangnya. Nyatanya apa?
Dia mengatakan kalau dia tidak pernah menebar benih sembarangan hanya karena dia tidak pernah lupa memakai kondom setiap kali berhubungan intim dengan pacarnya.
Lalu apa katanya untuk membela diri?
"Aku hanya melakukannya atas dasar mau sama mau, itu pun dengan orang-orang yang benar-benar mengikat komitmen denganku. Aku nggak pernah jajan sembarangan. Kamu sendiri sudah bertemu dengan mereka kan? Mereka sudah bilang nggak ada yang kebobolan."
Gilanya ... dia memasang tampang lempeng tanpa rasa berdosa sedikit pun saat mengatakan semua itu.
Bagaimana tidak semua darahku mengucur ke ubun-ubun saat mendengar penjelasannya itu?
Penjelasannya itu ibarat kata sandi untuk menutup kembali keyakinan yang susah payah kuberikan semalam. Aku menyesal telah membuang satu-satunya kesempatan yang kupunya untuk menghentikan pernikahan ini. Sialnya, aku sudah kepalang terjebak di sini.
Will bahkan lebih buruk daripada Gery. Kalau Gery yang brengsek itu saja tidak pernah mau jujur tentang kenakalan burungnya yang suka pindah-pindah sangkar, eh, William malah terang-terangan mengakui kalau burungnya pernah singgah di sangkar yang tidak semestinya? Apa ini artinya aku akan berakhir sakit hati lagi karena dikhianati?
"Ingat alasan Mama menikahkanmu kan, Len? Supaya kamu nggak sendiri lagi kalaupun Mama dan Papa nggak bisa nemenin kamu di dunia ini lagi. Jadi tolong jangan ditunda-tunda untuk punya anak ya, Len." Mama berkata lembut saat menyambangi Villa tempatku menginap dengan William. Mama mungkin merasa perlu mengatakan ini karena tanpa sengaja melihatku tertidur di depan televisi tadi.
Bli Wayan yang tinggal di pavilion depan yang membukakan pintu ketika Mama dan Papa datang. Tanpa aba-aba, Mama menerjang masuk ke dalam rumah. Mendapati aku tidur di sofa, sementara William masih tertidur pulas di dalam kamar.
Ayolah, siapa juga yang bisa tidur nyenyak setelah merasa dibodohi oleh seperti ini?
William Gentong itu malah bisa tidur dengan pulasnya setelah memberitahu tentang aktivitas seksualnya dengan mantan pacarnya, sementara aku yang sudah letih maksimal jadi tidak bisa tidur karena membayangkan William berada dalam pelukan wanita lain.
Sialan!!!
Aku tidak tahu perasaan mana yang lebih mendominasi. Apakah kecewa karena Will ternyata tidak sebaik yang kukira, atau takut karena Will bisa saja membanding-bandingkan aku dengan perempuan lain dan berakhir meninggalkanku karena tidak puas, atau justru ... cemburu karena Will ternyata pernah dimiliki wanita lain?
Entahlah, aku sendiri belum cukup paham. Yang aku paham betul sekarang adalah betapa aku ingin marah semarah-marahnya pada Will.
"Mama? Kapan datangnya?" kaget William begitu dia keluar dari kamar tidur utama. Sebelum Mama menjawab, mata William sempat memindai sekitar dan sepertinya baru sadar kalau aku tidak menemaninya sepanjang malam karena memilih untuk membawa bantal dan selimut ke ruang santai.
"Baru aja. Mama sama Papa bawain kalian sarapan," jawab Mama mengurangi kecanggungan William, "Ke taman belakang gih, sarapan bareng Papa. Papa ada di sana."
Tanpa disuruh dua kali, William langsung menyeret kakinya menuju taman belakang. Melewati tubuhku tanpa menoleh atau merasa bersalah sedikit pun.
Aku tidak mengerti mengapa darahku mendidih melihat reaksinya yang melempem itu. Bukankah William memang selalu begitu? Tidak pernah memberi perhatian lebih kepada siapapun selain dirinya sendiri. Apa yang sedang kuharapkan? Menunggu William menghampiri, mengecup kening, mengucapkan selamat pagi dan meminta maaf? Mimpi saja terus, Lena!
KAMU SEDANG MEMBACA
WILLENA
ChickLitSetelah kisah asmaranya dengan kekasih yang telah dipercayanya selama hampir satu dekade kandas, berhubungan dengan pria -terutama pengkhianat- adalah hal terakhir yang Lena inginkan di muka bumi ini. Sialnya, Lena malah dipertemukan dengan William...