"Gue khawatir sama lo. Apalagi lo udah jadi salah satu bagian dari hidup gue"
Bel pulang sekolah sudah berbunyi lima belas menit yang lalu. Kini Verdi sudah berada di ruang guru. Tak heran ia mendapat beberapa tatapan dari guru yang sedang terduduk di ruangan ini.
"Verdi jadi ikut olymp?"
"Iya, Bu. Bu Mona yang nyuruh." senyum Verdi seketika.
"Semangat ya, Ibu tinggal dulu, Ver." kata Bu Nikma guru Natematika yang sudah hamil empat bulan.
Bu Mona datang dengan lembaran-lembaran kertas putih di tangannya. Mungkin soal yang harus ia pelajari.
"Gimana Ver, apa ada yang belum kamu pahami?" tanya Bu Mona duduk sambil mengecek jawaban dari Verdi, Verdi yang semula duduk santai kembali menegakkan tubuhnya lagi.
"Insyaallah, udah semua." jawab Verdi enteng sambil menatap jawaban yang sedang diperiksanya itu.
*Pengen deh punya otak encer kayak Verdi.
"Beneran kamu? Kalau memang iya, sekarang Ibu kasih kamu sepuluh soal yang mencakup fisika dan matematika—tapi jangan lihat buku, kalau belum bisa nanti ibu ajarin di akhir pertemuan kita." terang Bu Mona mendapat anggukan dari Verdi. Jelas Verdi paham.
Bu Mona memberikan lembaran kertas itu padanya. Soal pilihan ganda yang super HOTS bagi para siswa PW.
'Aduh bahasanya Bu Mona, kenapa pertemuan' batin Verdi terkekeh geli.
Kini Verdi mendapat soal dari guru yang berada di hadapannya. Ia terfokus dengan soal yang ia dapati hari ini. Tak butuh waktu terlalu lama, ia menyodorkan lembar itu ke hadapan gurunya.
Guru itu akhirnya kembali memeriksa jawaban dari Verdi. Ia hanya manggut-manggut saat melihat jawaban darinya.
"Bagus Ver, hampir semuanya benar, cuma salah satu doang. Tingkatkan lagi belajarmu ya, ibu bangga punya anak didik sepertimu." terdengar Bu Mona sedang memuji Verdi.
Verdi tidak begitu perduli dengan ucapan itu. Ia sudah terlalu muak mendapat sanjungan dari orang lain. Sekali-kali ia ingin mendapat teguran ringan dari salah satu di antara mereka, tapi, kapan?
Mungkin dengan beberapa sanjungan dapat membuat Verdi merasa bangga, tapi dengan kebanggaan itu ia bisa merasa tinggi hati. Nyamuk bisa mati kan karena mendapat banyak tepuk tangan?
"Alhamdulillah, Bu, terima kasih. Insyaallah saya akan belajar lebih giat lagi." Verdi memberi sedikit senyuman kepada Bu Mona.
"Baik, sekarang kamu boleh pulang, hati-hati di jalan. Dan tingkatkan belajar kamu lagi." pesan Bu Mona lalu mempersilahkan Verdi untuk pulang.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
**
Jalanan sudah ramai karena banyak pekerja yang pulang dari kantor. Suasana hilir-mudik membuat Verdi kesal karena mendapati beberapa lampu merah yang super macet.
Ia mencari jalan alternatif yang hanya bisa dilewati kendaraan roda dua.
Di perjalanan Verdi semula nampak begitu tenang. Menikmati setiap inci keindahan dari sudut yang berbeda. Pemandangan bangunan tinggi membuatnya lebih bosan dari semula yang terdapat pemandangan perbukitan.
Wajahnya berubah ketika ia melihat ada keramaian di seberang jalan. Ia segera memarkirkan motornya lalu menuju ke tempat kerumunan itu dengan langkah lebar.
"Permisi, Bu, permisi, Pak!" sela Verdi sambil mendorong satu per satu orang yang menghalanginya untuk melihat korban kecelakaan itu.
Jiwa sosialnya yang tinggi selalu hadir dimanapun dan kapanpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
VerDinda [SELESAI]
Teen Fiction[Tahap Revisi] Cerita ini meliput kisah asmara antara Verdian dan Adinda, dapat dikata pertemuan itu cukup singkat. Banyak yang menyukainya, banyak yang menginginkannya. Namun ditengah percintaannya, sebuah insiden besar terjadi, banyak kasus yang h...