BONUS CHAPTER

953 39 10
                                    

Tiga hari sebelum Verdi dan Dinda pergi ke Australia, mereka berdua menyempatkan untuk menikmati hari-hari terakhir berada di Indonesia. Kembali bersenda gurau di tempat yang menjadi saksi awal mereka sama-sama menaruh hati dan mengikat janji.

Dengan di temani sepeda gunung, mereka sampai di sebuah bukit lima menit yang lalu.

"Makin indah ya tempat ini. Banyak bunga yang udah bermekaran." kagum Dinda setelah beberapa bulan tak mengunjungi tempat ini. Pertama bersama Verdi dulu.

"Lebih indah lagi kalau ada bidadari di sampingku," Dinda melirik keberadaan Verdi yang duduk di sampingnya. "Kamu maksudnya."

"Terus aja bucinnya." sahut Dinda dengan wajah memerah sambil mencubit pipi Verdi gemas.

"Aku mau tanya sama kamu," ingat Verdi setelah beberapa hari ini tak menemui Dinda walau hanya bertegur sapa. Mereka sama-sama sibuk untuk mengurus persiapan terbang bersama. "Waktu aku nggak bisa jaga kamu, kamu ada kesempatan buat deket sama Danis kan, apa kamu pac-"

"Enggak Ver, jangan mikir aneh deh. Biar aku jelasin." potong Dinda tak mau ada kesalah pahaman.

"Ternyata Anggun itu pacarnya Danis, dan Danis itu punya niat jelek sama kamu, Ver. Dia cari celah buat ngejatuhi kamu, dia mau bales dendam sama kamu."

"Apa hubungannya sama ini?" tanya Verdi sambil melihatkan hasil jepretan yang menampilkan dua orang nampak mesra dengan gaun yang berbalut dalam tubuh mungil gadis itu.

Dinda ingat waktu itu. Ia dan Danis.

"Ke-kenapa foto itu ada di kamu, Ver? Ak-aku bisa jelasin yang sebenarnya terjadi." kata Dinda kikuk dibuat mati karena sebuah foto yang menjebak dirinya.

Mata Dinda terus berkeliaran mencari titik yang bisa buat ia tenang, bagaimana kata yang pas untuk menjelaskan pada pria itu?

"Danis waktu itu mau ngenalin aku sebagai pacar ke bokap dia, katanya kalau dia nemuin bokapnya buat minta uang pengobatan kakek dia, dia harus bawa pacarnya, Ver."

"Terus kalau kamu dijadiin tunangan Danis, kamu mau? Kenapa nggak kamu tolak ajakan dia? Kamu bisa minta bantuan sahabat aku, Din, buat nyelesaiin ini semua." sekakmat! Dinda mati kutu mendengar pertanyaan Verdi. Ia tak bisa menjawab, mulutnya kekunci oleh keadaan.

"Ver jangan bahas itu lagi, aku mau lupain semuanya." kesal Dinda tak mau mengungkit kejadian kelamnya.

"Kenapa? Takut nggak bisa jawab?"

"Ver, tolong percaya sama aku, jangan ragu sama penjelasan aku ini, aku nggak mungkin ngada-ngada. Danis bakal minta maaf sama kamu dan kamu minta penjelasan aja sama dia." geram Dinda kesal.

"Kenapa kamu sekarang jadi pemarah, hm?" heran Verdi yang sudah mendapati kegeraman Dinda semakin memuncak.

"Aku nggak marah." dengan paksa Dinda melebarkan senyumnya menatap Verdi.

Verdi membawa Dinda ke dekapnya, menatap hamparan hijau yang sangat indah seperti berada di dalam hunian kekal. Angin sepoi pagi menyapu rambut keduanya. "Aku udah tau semuanya tentang kamu dan Danis, Danis udah minta maaf ke aku kemarin. Anggun juga udah jelasin semuanya."

"Sekarang aku tau kalau kamu itu emang pintar dalam hal pelajaran dan juga kehidupan, nggak sia-sia aku dapatin kamu. Cantik luar dalam, Din."

Dinda tersenyum manis dan lega, untung saja semua keadaan sudah kembali menjadi lebih indah dari sebelumnya. Segala hal buruk yang menimpanya beberapa minggu ini sedikit terbuang.

"Kamu aku puji kok nggak terbang?" tanya Verdi melihat mimik Dinda yang sedang tersenyum.

"Enggak, aku nggak punya sayap dan aku udah kebal sama semuanya."

VerDinda [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang