"Terkadang yang nampak di depan belum tentu sama dengan yang di belakang"
Semua penjuru berbalut kain dekorasi mewah nan indah, meskipun acara berlangsung di luar ruangan. Beberapa furniture menghiasi pesta pernikahan kali ini.
Dinda dan Verdi pun mengambil duduk di bagian barisan belakang, dimana tepat berada di dekat keluarga pengantin yang berpakaian serba seragam. Mereka menikmati segala bentuk persembahan dan hiburan yang ada di pesta ini. Simple namun terkesan elegan.
Mata Dinda tak henti-henti menatap Verdi dengan tatapan kagum, kagum akan ciptaan Tuhan yang hampir mendekati kata sempurna baginya.
Ia juga menyadari bahwa kali ini ia bisa bersama pacarnya di acara pernikahan temannya. Untuk yang pertama. Bibirnya tertarik, mengulas senyum.
"Iya, aku emang ganteng." ucapan itu berhasil membuat Dinda mengalihkan pandangan, pipinya memanas. Ia tertangkap basah oleh pacarnya.
Gadis itu akhirnya melempar pandangan ke sekitar, melihat apakah ada orang yang ia cari. Setelah didapat, ia mendengar seseorang tengah memanggil namanya, orang yang sama dengan yang ia lihat. Dinda pun melambaikan tangan seraya berteriak memberi respon.
"Ver, aku kesana dulu ya? Sahabat aku ada disana semua. Bentar doang, boleh, kan?" pamitnya membuat Verdi menatap ke belakang. Mengikuti arah mata Dinda yang melengo ke arah yang sama.
Memang terlihat segerombolan gadis memakai pakaian senada dengannya, sehingga dapat dipastikan bahwa mereka adalah sahabat-sahabat Dinda. Verdi pun mengangguk mengiakan.
"Aku antar." katanya beralih menatap Dinda dengan tatapan teduh. Gadisnya pun menggeleng cepat dan tersenyum.
"Nggak usah. Nanti kamu digodain sama cewek-cewek lagi, masak satu cowok dikerubung banyak cewek. Dikira ganjen, iya, kan? Aku nggak mau mereka jadi suka sama kamu terus kamu beralih dari aku." gurau Dinda membuat Verdi tersenyum manis.
Ada saja tingkah konyol dari keduanya. Hampir juga, Verdi kelepasan untuk tertawa setan dan mengacak rambut gadisnya penuh goda. Ya beginilah mereka belakangan ini.
"Ya udah, aku tunggu disini." ucap Verdi pasrah dengan nada berat.
Dinda pun mengulas senyum, melangkahkan kaki dengan sedikit kesusahan untuk menjauhi tubuh Verdi. Jarik yang ia kenakan terdapat banyak lipatan, hingga ia sedikit mengangkatnya ke atas.
Belum sempat sepuluh langkah, ia kembali lagi ke hadapan Verdi, memberi sepatah kata untuknya. Ia melupakan sesuatu.
"Kenapa lagi?" tanya Verdi heran meski masih mengulas senyuman.
"Kamu nggak masalah kan aku tinggal sebentar? Kamu nggak ada teman disini dan kamu mungkin ma—" ia memberi perhatian yang wajar, bukan? Namun pria itu malah terkekeh.
Apa ada yang lucu? Dimana letaknya? Dinda mengerdikkan bahu, acuh akan pikirannya.
"Ya ampun sayang, tenang aja, aku udah besar, nggak bakal nangis karena ditinggalin. Kayak kamu aja." ucap Verdi tanpa ragu, ia mencubit pipi Dinda gemas hingga gadis itu mengaduh kesakitan.
Sikap Verdi terlihat sangat manis akhir-akhir ini, hal itu membuat Dinda semakin yakin untuk terus bersamanya hingga nanti masanya kan berakhir.
"Benar juga ya, aku kesana dulu. Jangan kemana-mana. Kalau mau minum, ambil aja, nggak usah nungguin aku, kasihan perut kamu. Emm... kalau mau makan, juga ambil aja nggak usah sungkan." titahnya lalu berlari karena ucapan tanpa terpotong nan menggemaskan. Apa ia keterlaluan?
**
Verdi sedari tadi hanya duduk memainkan ponselnya setelah ditinggal oleh Dinda beberapa menit lalu. Ia menatap kanan kiri, tak ada orang yang ia kenal sama sekali. Acara baru menginjak urutan ke tiga. Cukup lama, bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
VerDinda [SELESAI]
Novela Juvenil[Tahap Revisi] Cerita ini meliput kisah asmara antara Verdian dan Adinda, dapat dikata pertemuan itu cukup singkat. Banyak yang menyukainya, banyak yang menginginkannya. Namun ditengah percintaannya, sebuah insiden besar terjadi, banyak kasus yang h...