'Tidak ada yang siap menghadapi sebuah kehilangan. Bahkan setelah dikecewakan.'
Aries Alvaro-
----
"Ar, gue pinjem topi ini dong," Alvi langsung saja memakai topi yang ia ambil dari lemari Aries.
"Walaupun gue bilang gaboleh, lo tetep bakal pake." Aries berujar datar dan Alvi hanya cengengesan.
Di detik selanjutnya ponsel Alvi berdering, menandakan ada telepon masuk. Diraihnya ponsel hitam dari celana biru tuanya dan langsung mengangkat panggilan tadi kala ia tahu siapa yang menelpon.
Bebeb Mwahh♡
"Halo, Yang," Sengaja. Alvi sengaja mengucapkan salam pembuka seperti tadi dengan keras agar Aries dapat mendengarnya.
"Kamu dimana?"
"Aku dirumah Aries."
"Aku mau kita ketemu sekarang! Ditempat biasa, ga pake lama!"
"Oke ak---" Belum sempat Alvi menjawab sambungannya sudah terputus.
"Ar, gue pinjem motor lo deh, ini kunci mobil gue lo yang pegang." Alvi melempar kunci mobilnya pada Aries yang sedang duduk santai di karpet bulu tebalnya.
"Walaupun gue bilang gaboleh, lo bakal tetep pake," Aries berkata saat Alvi sudah melesat pergi.
----
"Waw, waw, waw," Sarah berdecak kagum saat Azzura menceritakan tentang dirinya dan Aries tempo hari. Saat ada pertandingan karate itu loh.
"Masa gue suka?" Azzura mengerutkan keningnya.
"Yaiyalah suka, masa kalo ga suka lo cerita ampe segini bahagainya." Sarah berujar sarkas.
"Ah, gaboleh, gue sama dia tuh cuma sahabatan kali." Azzura mencoba menolak semua asumsi yang keluar dari hatinya.
Tidak dulu untuk saat ini. Azzura belum siap jika seandainya harus terluka dan kehilangan lagi. Azzura butuh jeda, mengobati dulu lukanya yang masih menganga. Biarkan semua berjalan sebagaimana mestinya, dan Azzura harus menerima apapun takdirnya. Asal jangan ditinggal orang tersayangnya.
Hal yang Azzura takuti setelah pocong adalah kehilangan, apalagi kehilangan orang seperti Bunda, Sarah, dan Aries. Baginya, mereka cukup berperan dalam proses kelangsungan hidupnya.
----
Setelah kemarin bercerita panjang lebar, pagi ini Azzura sudah duduk di kelas. Hening. Memang masih sepi, tapi ia tak sendiri. Ada gadis yang duduk di kanan delapan langkah dari tempatnya. Gadis itu menunduk memainkan ponsel dengan wajah serius.
"Siapa orangnya, siapa?!" Azzura bertanya penuh emosi sedangkan Amanda hanya terisak.
"Udah....Bi-biarin.....aja," Amanda berkata sesegukan. Dadanya sesak saat hinaan dan cemoohan yang tertuju padanya seperti tiada henti.
"Gabisa, lo harus bilang, siapa?!" Azzura mengguncang bahu Amanda.
"Serin dan teman-temannya." Amanda menjawabnya dengan susah payah. Ia tahu setelah ini pasti Azzura akan melakukan hal-hal yang mengerikan.
"Lo, tunggun disini," Setelah mengatakan itu Azzura pergi dengan santai menuju tiga orang yang telah mengusik ketenangannya.
"Heh! Cewek gila!" Azzura berseru lantang saat masuk ke kelas yang ia tuju. Semua mata memandangnya aneh.
"Heh lo, Serin sialan," Azzura kembali berteriak membuat sang pemilik nama menoleh dengan tatapan sinis.
" Lo emang gila atau gaada kerjaan?" Azzura mendekat ke arah Serin.
"Apaan sih? Gaje!" Serin mengelak, dayang-dayangnya sudah siap berada di sisi kanan dan kirinya.
"Apa maksud lo hina-hina Amanda di depan umum?! Ngerasa paling sempurna, ngerasa paling bener?"
"Bukannya emang bener ya? Bokap si Amanda itu selingkuh?" Serin berkata santai tapi tetap dengan nada sinis.
Azzura maju selangkah, "Kalo gue bilang, Bokap lo korupsi dua bulan lalu gimana?" Azzura sengaja. Ia sudah muak dengan segala perilaku gila Serin.
"Gue gapeduli," Serin berusaha tetap angkuh. "Lagian selingkuh lebih memalukan daripada korupsi." Lanjutnya.
Tak sangka satu pukulan telak melayang di pipi mulus Serin. Semua yang ada di dalam kelas berteriak, tak terkecuali para anak laki-laki yang memekik keras.
Kejadian itu langsung di urus di ruang BP.
Azzura belajar, bahwa melindungi orang yang kita sayang adalah tentang berkorban. Tak apa ia masuk ruang BP, asalkan Amanda tidak lagi menerima luka yang berasal dari cemoohan bibir-bibir tak tahu diri.
STOP!
Azzura menggeleng pelan, mencoba mengenyahkan segala ingatan tentangnya dan juga Amanda.
Sudah cukup, ia harus bisa melupakan semuanya.
----
Kantin memang selalu menjadi tempat yang penuh dan ricuh. Tapi, kantin juga adalah tempat paling nyaman untuk ngobrol dan makan seperti yang sedang dilakukan Sarah dan Azzura. Keduanya duduk berhadapan sambil mengobrol, sesekali tertawa geli.
Tapi itu harus berhenti kala Sultan datang. Azzura memilih beranjak pergi dengan alasan ingin ke toilet.
Dari pada jadi kacang.
Tapi matanya menangkap sosok Maria yang duduk termenung di meja pojok. Azzura pun menghampirinya dengan tatapan bingung.
"Hei! Kenapa? Diem-diem bae?" Azzura mencolek lengan Maria membuat sang empunya terkaget-kaget.
"Yaelah Ra, gue kaget sumpah!" Maria memekik kesal.
"Ya sori, kenapa sih?" Azzura duduk di hadapan Maria.
"Biasa, masalah ekonomi." Maria menunduk.
Azzura menghela napas sebelum bicara. " Gue mungkin bisa bantu?"
"Lo terlalu sering bantuin gue." Maria tersenyum kecut."Kaya sama siapa aja, kalem aja. Selagi gue bisa, gue pasti bantu." Azzura tersenyum tulus.
"Gue belum bayar spp enam bulan, yang berarti gue gabisa ikut ujian tengah semester nanti. Ibu? dia berhenti kerja karna sakit. Ayah? dia ngilang gatau kemana. Gue bingung, gue gatau harus ngapain, disisi lain gue gamau berhenti sekolah." Maria berkata panjang lebar, matanya sudah kabur karna tertutupi cairan bening.
"Gue usahain bantu, tenang. Everythings gonna be okay."
Satu lagi, Azzura tahu bahwa cara menyayangi orang yang kita sayang adalah dengan membantunya. Sebisa mungkin Azzura ingin melihat orang-orang terdekatnya tersenyum. Jauh dari luka, kecewa, putus asa dan apapun itu.
♡♡♡♡
UPDATE LAGI BREE!
KAMU SEDANG MEMBACA
AZZRIES [COMPLETED]
Roman pour AdolescentsAzzura dekat dengan Aries atas status sahabat. Mereka bersahabat karna insiden Aries yang diputuskan oleh Amanda. Iya, Amanda cewek tak tahu diri yang dengan gampangnya melupakan semua kelakuan baik Azzura. Memang sudah hukum alam jika diantara cewe...