***
"Brakk!!"
"Eksel!!"
Kedua netra Farel sontak membola setelah berhasil mendobrak pintu kamar mandi dan mendapati Eksel yang bersiap menghunuskan sebuah cutter ke dada sebelah kiri.
Buru-buru Farel berlari ke arah Eksel dan berusaha merebut benda itu dari tangan Eksel.
Sama-sama gigih untuk memperebutkan benda itu buat Farel kesulitan, terlebih tangan kirinya yang ia gunakan untuk mendorong tangan Eksel agar melepas cutter itu."Lepasin cutter ini, Sel! Jangan berbuat nekat! Pikirin semuanya pelan-pelan! Jangan kayak gini!" seru Farel mencoba memberi dorongan positif untuk akal Eksel.
Namun tak mempan. Eksel terus saja mempertahankan cutter yang ada dalam genggamannya, bergerak brutal mencoba melepaskan kedua tangan sahabatnya yang berusaha menghentikan niatannya."Lepas! Lepasin gue!" teriak Eksel.
"Nggak akan sebelum lo lepasin tu cutter!"
"Gue bilang lepas! Biarin gue--
"Arrghh!!"
Kedua tangan Farel terlepas, satu tangannya ia gunakan untuk menutupi darah yang mulai keluar akibat pergerakan brutal Eksel yang tak sengaja membuat tangan kiri Farek terhias sayatan yang cukup panjang.
Sementara itu kedua hazel Eksel membola, kembali ketakutan saat melihat darah mulai merembas lewat celah telapak tangan Farel yang digunakan menutupi pandangan Eksel pada luka itu.
Tubuhnya melemas bahkan cutter itu terjatuh terabaikan. Farel tak fokus pada sahabatnya, ia masih sibuk menutupi luka dan menahan rasa sakitnya. Sampai suara parau Eksel menyadarkannya.
"R-r-rel...."
Farel menoleh, mendapati Eksel yang mendekat padanya dengan langkah begitu irit dan tatapan kosong.
Tahu bila Eksel tengah lengah, Farel acuhkan luka dan rasa sakit pada tangannya, segera membawa Eksel pada dekapannya hingga mereka jatuh terduduk diatas lantai kamar mandi yang terasa dingin. Mengelus punggung Eksel yang nampak kokoh, walau tak begitu nyatanya. Memberikan aliran kedamaian sekalipun ia sendiri tengah panik pada keadaan Eksel, sebab sahabatnyalah priotitasnya ini."R-rel... G-gue, g-gue... nggak ada m-maksud ngelukain lo. Gue----"
Ucapan Eksel terhenti tiba-tiba, tergantikan dengan nafasnya yang memburu. Kembali merasa sesak kesulitan meraup nafas.Hingga isak tangis itu kembali terdengar, begitu pilu bak lagu pengantar tidur abadi dalam birunya hujan.
Farel turut menangis tapi ia tahan suaranya, tak ingin buat sahabat semakin meringkuk dalam rasa bersalah.
"P-pembunuh... Hiks... G-gue--"
"Nggak!" sanggah Farel pada ucapan Eksel yang belum rampung, "Lo bukan pembunuh! Ini semua bukan sepenuhnya salah lo... Lo itu cowok baik dan kuat yang selalu ada buat semua orang! Lo bukan pembunuh!" lanjutnya menegas.
"Hiks... Hiks... Hiks... Tapi itu semua salah gue, Rel! Salah gue!!!" jerit Eksel mulai berontak dalam dekapan Farel. Menjambak kasar rambutnya hingga terlepas beberapa helai, terus berteriak histeris sambil memukul keras dadanya.
"Semua salah gue!"
"Gue pembunuh!"
"Gue nggak pantes ada disini!"
"Gue nggak pantes idup!"
"Gue harus mati!"
"Mati!!"
Farel kembali kewalahan, turut berucap segala kata henti untuk menghentikan pergerakan Eksel, namun nihil.
"Sel!!!" bentak Farel melepas dekapan tapi tetap memegang kuat kedua bahu Eksel.
Yang mana buat Eksel berhenti atas pergerakan brutalnya."Gue tau lo capek sama semua keadaan ini! Tapi, jangan kayak gini! Jangan hancur karena semua ini! Lo cowok kuat! Lo bisa ngelewatin semuanya secara baik-baik!"
Sesekali terisak, Farel berucap cukup keras tepat di depan wajah Eksel.
"Gue yakin lo bisa ngelewatin semuanya. Jangan pernah lo ngomong 'mati' lagi, gue nggak suka. Bukan sahabat gue namanya, bukan Eksel itu. Eksel yang gue kenal itu cowok yang kuat, baik, penuh kasih sayang, dewasa, dan nggak gampang putus asa kayak gini. Mana Eksel yang gue kenal? Ha? Mana? Tunjukin ke seluruh dunia kalo lo bisa ngelewatin semuanya! Kita semua dukung lo, Sel. Kita semua selalu siap bantu lo apapun yang terjadi. Kita ada buat elo, kita semua sayang sama lo!" lanjut Farel.
"Maaf hiks... Maafin gue... Hiks... Hiks..." parau Eksel.
Farel tersenyum, sedikit lega kala akal pikiran Eksel kembali merespon baik ucapannya. "Udah, Sel. Nggak pa-pa, pesen gue jangan pernah sedikitpun lo ngerasa sendiri, karena kita selalu ada buat lo, curahin semua yang lo rasain ke kita. Jangan gini lagi."
Ucapan Farel jadi penutup sebelum hanya isakan Eksel yang terdengar memecah keheningan diantara kacaunya keadaan mereka.
***
Eksel kini terlelap walau tetap nampak gusar setelah diberi Farel obat penenang sekaligus obat tidur.
Sementara Farel kini tengah sibuk membersihkan darah di kedua tangan Eksel dan obati luka Eksel, abai pada keadaan kamar mandi bahkan perihnya luka yang diciptakan Eksel secara tak sengaja.Tangisnya terus-terusan mengalir mengiringi kegiatannya, hatinya turut sakit mendapati keadaan sahabatnya seperti ini lagi. Ia tak ingin sahabatnya kembali seperti dulu, dimana dia harus jatuh pada lubang yang gelap dan sulit untuk menggapainya lagi.
Sungguh, ia tak ingin semua kenangan buruk terulang lagi.Sebelumnya Farel tak pernah secengeg ini, tak pernah menangis keras, sekalipun menangis pasti ia tahan. Terakhir kali ia seperti ini saat ia masih berumur tujuh tahun, saat dimana takdir mengubah nasibnya dan mempertemukannya dengan Eksel.
Tbc.
Huwaaa.... Aku terhura😭😭😭😭😭
Ikut sesek pas Mas Eksel kayak gitu, dan terharu sama A'a Farel yang sayang sekali sama sahabatnya😭😭Part selanjutnya, ada flashback. Fokus ke A'a Farel sama Mas Eksel.
Jangan marah kalo ada typo,banyak lagi. Author galau gara2 besok udah ultahnya si tetet a.k.a Mas Eksel😞😞
Pengen cepet-cepet masuk inti aja... Tapi masih lama.Hahh.... Sudah ya.
Pai pai!!!👋👋👋
KAMU SEDANG MEMBACA
28Januari
Romance"Bukan kalian yang tak becus atau bagaimana. Tapi aku sendiri yang lebih memilih bersembunyi dalam dekapan mematikan mereka"- Eksel . "Selamat, kamu membawaku pada ketakutan yang sama padaku. Hari ulang tahun."- Putri. "Kalo menurut lo imbang, gue a...