16

48 3 7
                                    


***
















07 Januari 2019

























































"Kak, aku mau hubungan kita sampai disini aja."

"Oke."

Setelah beberapa saat diam, Eksel bersuara menanggapi ucapan Putri. Begitu santai seakan hubungan yang tengah mereka bicarakan ini tak pernah ada artinya.

"Kenapa sebegitu mudahnya nge-iya-in pernyataan ini?" tanya Putri dengan raut terkejutnya.

"Terus... gue harus gimana? Memelas ke elo buat nggak putus? gitu? Sorry, tapi gue nggak. Karena dulu lo yang nembak gue dan gue terima, maka sekarang lo mutusin gue, gue juga harus terima," balas Eksel enggan menatap Putri yang sudah menggenang dalam pelupuk air matanya.

Putri tersenyum hambar akan perkataan Eksel yang begitu cepat mengganti kata panggilan menjadi 'lo-gue'. Dan benar. Dulu Putri yang mengajak Eksel saling berhubungan tepat pada ulang tahunnya, yang mana hal itu jadi hadiah terindah dan istimewa bagi Putri, tapi sekarang malah harus pupus dengan mudahnya.

"Iya, karena sekarang Kakak udah ada kesayangan yang lain," lirih Putri.

Eksel menegang, hati yang sedari bergemuruh karena dipaksa bertemu Putri kini semakin penuh kabut racun setelah mendengar ucapan Putri. Maka dengan sebisa mungkin ia bergaya santai dan berucap, "Terserah, itu udah bukan urusan gue."

"Oke, itu aja yang mau aku omongin. Jaga kesehatan, Kak. Makasih atas semuanya." Putri berpesan dengan parau, sambil dia mengelus ragu bahu Eksel yang nampak kokoh, kemudian berjalan meninggalkan Eksel seorang diri di rooftop gedung fakultas seni dengan tangis yang mati-matian dia tahan.






























"Pecundang, selamat! Lo menang sekaligus kalah."

Eksel tertawa sumbang dengan beberapa tetes air mata yang sedari tadi sudah berontak keluar.

"Hiks... Hiks... Hiks..."

Kini hanya terdengar isakan yang keluar dari mulut Eksel. Hingga keseimbangannya runtuh, ia jatuh terduduk diatas lantai rooftop dengan lemah bagai bunga yang begitu lapuk, tak berdaya.

Tanpa isyarat, kakinya tiba-tiba kembali menapak. Mengambil langkah dengan tergesa-gesa dan air muka yang penuh takut dan was-was.





"Pecundang!"



"Kejar dia! Jelasin semuanya!"



"Jangan diem aja!"




"Gila!"


"Lo cowok baik-baik, Sel, gue tahu itu."



"Sekali pecundang tetep pecundang!"





"Lo pembawa sial!"





"Lo cuma bisa bikin dia sakit hati!"





"Lo yang nyebabin Bunda nggak ada!"



"Lo pembunuh!"



"Lo nggak pantes buat hidup di dunia!"


"Dasar pembunuh!"


























"Arghh!!!"

Teriakan Eksel bergema penuh frustasi di lorong tangga rooftop. Kepala ditundukkan serasa penuh beban bersamaan dengan kedua telinga yang rapat-rapat ditutup menggunakan dua tangannya.

"Pergi!!"

"Hiks... Pergi!"

"Pergi!!!"

"Brakk!"

"Akh!"

***

Farel total dibuat kalang kabut ketika ia sama sekali tak bertemu Eksel dikampus, pun ponselnya
tak dapat dihubungi. Farel pun memutari seluruh fakultas guna bertanya keberadaan sahabatnya.

Sampai netranya menatap sosok Putri yang tengah berjalan di lorong gedung fakultas seni. Farel teringat akan ucapan Eksel bahwa dia akan bertemu Putri, maka Farel pun bergegas ke arah Putri dan bertanya, "Put, Eksel dimana?"

Putri menunduk, tak mau bersitatap dengan Farel atau apa, tak tahu. Suaranya parau ketika menjawab buat Farel curiga bahwa ada sesuatu yang terjadi.

"Rooftop Kak."

"Em... Oke, kalo gitu makasih ya."

Putri mengangguk pelan dan Farel segera bergerak ke arah rooftop.

Tapi ia sama sekali tak menemukan siapa-siapa disana, sekalipun ia berteriak menyuarakan nama Eksel, tak ada sahutan sama sekali.

"Sial! Keadaan begini, ada aja panggilan alam," umpat Farel berlalu menuju kamar mandi dekat lorong tangga rooftop.

Ingin segera masuk ke salah satu bilik, kakinya merasa urung ketika matanya menangkap sepasang kaki terlihat keluar dari salah satu bilik dengan posisi kaki yang diselonjorkan.

Pikiran Farel berkecamuk. Takut-takut kalau itu adalah korban pembunuhan, nanti kampusnya kan bisa-bisa menjadi angker. Dan Farel tak mau itu terjadi, sebab Farel adalah tipe penakut pada hal-hal berbau mistis.

Perlahan melangkah pelan ingin menengok kaki siapa yang sedang duduk di kamar mandi.
Semakin dekat, sepatu bermerk 'Puma' yang digunakan kaki itu terasa begitu familiar.

Hingga perlahan tangan gembulnya perlahan membuka pintu bilik itu, dan....































"Aaa!!"














Tbc.

Hayo... Kira-kira A'a Farel njerit kenapa hayo...
Dan apa yang sebenernya terjadi sama Eksel?
Apa dia udah ketemu?

Kepo?

Jelas nggak.

hehehe...

Terserah lah, kepo atau nggak. Tunggu aja lanjutannya.

Pai pai!!👋👋👋

28JanuariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang