Happy reading😊
.
.
.
"Eksel, jangan, nak..!" mohon Bunda tak diindahkan.
"Nggak! Bunda Nakal!!!"
"Pyar!"
"Aarghh!!"
Vas itu menghantam kepala Bunda dengan begitu keras sampai mengeluarkan darah tak sedikit. Sedangkan si pelaku pelemparan vas bunga tadi terus saja meracau kembali memukuli Bunda.
"Bunda nakal!"
"Eksel, stop! Berhenti, Nak!" perintah Bunda merasa ada yang salah dengan putra semata wayangnya.
"Bunda Nakal! Jahat! Eksel benci Bunda!"
Jantung Bunda rasanya teremat kuat sampai serasa tak berdetak kal sang putra melontarkan kata benci kepadanya. Sampai-sampai pandangan Bunda mengabur dan kepalanya terasa berat. Apa ini efek dari sarafnya yang merespon kata benci dari Eksel?
Dan sebuah benda tajam pun tiba-tiba Bunda rasakan tengah mengoyak perutnya terus menerus, membuat kesadaran Bunda perlahan menghilang tuk selamanya bersamaan dengan benda tajam itu menghunus jantung Bunda sebagai pengakhiran.Eksel menghentikan aksi beringasnya dengan kedua tangan memegang pisau yang habis menancap apik di dada kiri Bunda. Nafasnya terengah, wajahnya ternodai oleh cipratan darah Bunda, dan tangannya pun tak ketinggalan bersarung darah pekat.
Hazelnya yang tadi memicing tajam perlahan melembut sendu. Dihadapannya kini, wanita yang begitu ia cintai tergeletak pucat penuh luka dan darah. Berlanjut menangkap pemandangan kedua tangannya.
Nafasnya tercekat, tak percaya akan beberapa menit yang ia lalui."Bunda..." lirihnya dengan pandangan penuh gusar tak menentu. Tangannya bergetar hebat memegang Bunda yang begitu dingin karena dia.
Dia membunuh Bunda.
Dia pembunuh.
"Aargh!! Hiks... Bunda!!"
Tangis Eksel pecah, menggoyang brutal tubuh Bunda berharap Bundanya bangun dan memeluk hangat tubuh kecilnya.
"Bunda, Bangun! Huks... Eksel mohon, bangun, Bunda! Hiks...."
"Bunda!!"
"Bunda, bangun! Bunda nggak boleh ninggalin Eksel!"
"Eksel janji bakal jadi anak baik, tapi Bunda harus bangun!"
"Bunda, bangun, Bun!"
"Bunda!!!"
Nihil. Bunda tak bergerak sedikitpun, menimbulkan teriakan frustasi Eksel yang semakin menggelegar seakan berperang dengan suara derasnya hujan akhir Desember.
***
"Setelah kejadian itu, Eksel sempet ditahan di sel anak-anak, cuma lima hari emang. Tapi setelahnya, dia harus masuk rumah sakit jiwa karena dia yang ternyata mengalami gangguan mental akibat dari kejadian itu," terang Farel menerawang insiden dua belas tahun lalu yang terasa begitu pahit untuk diingat.
Suara Farel kembali terdengar dengan serak yang lebih kentara timbang sebelumnya. "Waktu itu gue sama Eksel masih belum ngerti apa-apa. Tapi dia udah harus nginep di ruangan pengap itu, harus kesakitan tiap hari saat tubuhnya diiket, dan hancur dalam perasaan bersalah sama Bunda."
Farel memalingkan wajahnya, mencona menyembunyikan air mata yang ia biarkan jatuh. Biar saja ia dikatai cengeng, toh ia manusia dan salah satu orang terbaiknya sedang sekarat secara mental.
Lisa dan Irene yang menjadi pendengar atas cerita history Farel tentang Eksel sudah terduduk menangis.
Sedangkan Ayah sudah sedari tadi meninggalkan mereka beralibi mengabari Alan akan kondisi kakak tirinya, padahal yang sebenarnya Ayah kini tengah menangis diam di lorong sepi, menyumpah serapahi dirinya yang tak becus dan gagal menjadi ayah untuk putranya.Dan sang objek penyebab tangis mereka semua kini tengah bertarung antara akal sehatnya dan topeng-topeng memuakkan itu.
Bersambung...
Muehehe... I'm Comeback yeorobun...
Pasti banyak yang tak merindukan ini ya...ಥಒ್ಲಥTak apa, author paham kok... hehehe... yang penting ini cepet selesai dan author segera berganti ff lainnya😆
Sudah ya, jangan rindu-rindu lagi, aku sudah kembali kok.. eakk...😂😂😆
Pai pai!!
Selamat menunaikan ibadah puasa😇
KAMU SEDANG MEMBACA
28Januari
Romance"Bukan kalian yang tak becus atau bagaimana. Tapi aku sendiri yang lebih memilih bersembunyi dalam dekapan mematikan mereka"- Eksel . "Selamat, kamu membawaku pada ketakutan yang sama padaku. Hari ulang tahun."- Putri. "Kalo menurut lo imbang, gue a...