***
05 Januari 2019
Keadaan Putri kembali membaik dan besok ia sudah diperbolehkan pulang. Tapi tetap saja menurutnya ada yang kurang, yakni kehadiran Ekse yang sama sekali tak tertangkap oleh kedua retinanya. Membuatnya terus bertanya pada orang-orang, kemanakah kekasihnya? Apa iya dia tak menjenguk Putri?
Beda lagi dengan keadaan Eksel yang kini tengah bahagia setelah tragedi kemarin. Itu karena orang yang paling ia sayang kembali lagi menemuinya, bahkan sangking bahagianya sosok Eksel berubah menjadi manja dan menurut seperti halnya seorang anak pada ibunya. Dan orang itu adalah Adinda Irene, orang yang baru pulang dari Belanda untuk mengisi liburan kuliahnya.
Nampak Eksel kini tengah menonton tv di atas sofa dengan posisi tiduran dan menggunakan pangkuan Irene sebagai bantalnya.
"Kamu nggak bakal ke Belanda lagi, kan?" tanya Eksel menatap wajah Irene dari bawah.
Irene terdiam sebentar, merasakan gemuruh pada hatinya ketika Eksel berucap lembut padanya, pertanda buruk.
Dengan mencoba sesantai mungkin, Irene menjawab, "Ya jelas balik lah, orang gue kesini cuma liburan kok."
Irene mengubah panggilan menjadi 'lo-gue', karena memang biasanya mereka seperti itu bahkan tak jarang dia dan Eksel tak akur saat bertemu, tapi kali ini....
"Jangan pergi, nanti aku sama siapa kalo kamu pergi?" Eksel mengambil tangan kiri Irene dan memaninkan jari-jarinya.
Irene kembali diam, Eksel tetap gunakan 'aku-kamu'. Akalnya terus mengucap bahwa tak lama lagi Eksel akan lebih dari ini tapi hatinya terus berontak akan kata itu, Eksel tak boleh kembali seperti dulu lagi. Eksel tak boleh lebih dari ini.
"Ren..." desak Eksel.
"Kan ada Alan sama Bang Farel Kak," sahut Alan yang baru saja dari dapur bersama Farel.
Irene dan Alan kemarin memang tak menginap di apartemen Eksel, sebab masih ada yang mereka urus, tapi tadi pagi mereka kembali kesini yang disambut dengan pelukan Eksel.
"Nggak mau! Lo kan di rumah sama Dita, kalo Farel gue udah bosen liatin wajahnya mulu."
"Kenapa ujung-ujungnya gue yang dinistain sih?" gerutu Farel mengundang tawa mereka.
"Tapi beneran lho... Kamu jangan pergi." Eksel meminta pada Irene, Alan dan Farel hanya terdiam tak berani membantu menjawab.
"Ya nggak tau, ohya! Lo nggak ke rumah sakit?" tanya Irene mengalihkan topik canggung mereka.
"Ngapain?"
"Kan, pacar lo sakit."
Tiba-tiba tubuh Eksel terasa bergetar, nafasnya berhembus sedikit memburu.
"Nggak, aku takut."
"Kenapa?"
"Aku ini pembawa sial buat dia, nanti Putri sakit lagi... nggak. Aku nggak mau Putri sakit lagi, nanti dia malah benci aku dan ninggalin aku kayak Bunda."
Semua membisu ketika kata 'Bunda' terucap oleh Eksel.
"Tapi dia pasti kangen sama lo, kalo takut jenguk, pas dia udah sembuh lo temuin dia. Gue temenin deh, dijamin semua bakal baik-baik aja," ucap Farel memecah keheningan.
Eksel yang tadi menoleh ke arah Farel, mendongak lagi menatap Irene.
"Beneran?"
Irene mengangguk.
"Ok deh."
***
06 Januari 2019
Gaya bicara Eksel kini kembali seperti biasa, tapi dia tetap ingin berdekatan dengan Irene. Bahkan ketika Irene ingin menemui seseorang, Eksel terus ngotot untuk ikut hingga Irene memilih mengalah daripada ia harus terlambat.
***
Putri kini begitu bahagia. Dia sudah diperbolehkan pulang, tapi lagi-lagi ia harus menelan kekecawaan karena kekasihnya tak turut mengantarnya pulang, hanya Safira dan Syeila saja yang juga tak tahu keberadaan Eksel.
Setelah selesai mengepak semua milik Putri yang ada di rumah sakit, mereka pun segera memasuki mobil yang disupir oleh Kakak Syeila dan melaju mengantar Putri kembali ke rumah.
Lampu lalu lintas menunjukkan warna merah seakan memerintah mobil mereka untuk berhenti.
Mata Putri berpendar menatap lalu lalang jalanan kota, tak sengaja netranya menatap motor yang baru saja berhenti disamping mobil, dimana si pengendara itu adalah orang yang tengah ia cari bersama seorang wanita, terlihat keduanya tengah larut dalam canda tawa ringan, berefek hati dan mata Putri memanas. Rasanya seperti deja vu, bedanya perempuan itu bukanlah Lisa lagi.
"Itu Kak Eksel ya?" celetuk Syeila yang tak sengaja melihat sosok Eksel.
Putri menunduk enggan menjawab, Safira mengikuti arah pandang Syeila dan melihat objek yang dimaksud hingga menghilang karena lampu lalu lintas yang sudah berubah hijau.
"Lo nggak oke, Put?" khawatir Syeila pada keadaan hati Putri.
Putri sekedar mengangguk dan kembali membungkam, lidahnya kelu oleh letupan dari hatinya yang terasa terbakar. Membuat tiga orang lainnya turut diam tak berani mengungkit hal itu dulu, membiarkan Putri untuk sedikit tenang dengan elusan dari Safira yang duduk disampingnya pada bahu lemah Putri.
***
Kak Eksel♡
Putri:
Kak,Kak Eksel♡:
Iya, ada apa?
Kamu udah sembuh?Putri:
Udah Kak.
Kakak besok sibuk nggak?Kak Eksel♡:
Nggak kok. Ada apa?Putri:
Besok kita bisa ketemu nggak?Kak Eksel♡:
Dimana?
Emang bener kamu udah sehat?Putri:
Beneran Kak...
Kita ketemuan di rooftop gedung fakultas seni aja Kak, selesai matkul Kakak soalnya besok aku juga free.Kak Eksel♡:
Oke.
Jangan lupa minum obatnya ya...
Jangan tidur larut-larut
Dan... Maaf :)Hati Putri mencelos membaca kata terakhir yang Eksel kirimkan.
Apa maksudnya? Apa selama ini Eksel sadar dan sengaja melakukan semuanya? Kalau iya, kenapa? Apa alasannya?
Fikiran Putri kembali dibuat ruwet oleh pertanyaan mengenai kekasihnya yang akhir-akhir menjadi pemancing air matanya.***
07 Januari 2019
"Kak, aku mau hubungan kita sampai disini aja."
Tbc.
Tau kok kalo nggak nge-feel. Tapi mau gimana lagi, authornya kelimpungan dikejar target😥
Tetap semangat ya!
Pai pai!!!👋👋👋
KAMU SEDANG MEMBACA
28Januari
Romance"Bukan kalian yang tak becus atau bagaimana. Tapi aku sendiri yang lebih memilih bersembunyi dalam dekapan mematikan mereka"- Eksel . "Selamat, kamu membawaku pada ketakutan yang sama padaku. Hari ulang tahun."- Putri. "Kalo menurut lo imbang, gue a...