14

66 4 1
                                    












***












Setelah acara makanan siang bersama selesai, semuanya berkumpul di ruang tengah. Hendak menanyakan lebih detail atas kejadian yang menimpa Farel.

Dan Bunda total menangis sesenggukan setelah Farel merampungkan cerita, tak habis pikir pada Ibu Farel yang begitu tega memperlakukan Farel dengan kejam dan teranggap seperti barang.

"Bunda... Bunda kenapa menangis? Eksel nakal yah..." polos Eksel dengan garis bibir yang melengkung ke bawah.

Bunda coba netralkan tangisnya. "Eksel nggak nakal sayang, Bunda nggak apa-apa kok."

"Mulai sekarang Farel tinggal disini ya... Sama Eksel, sama Bunda, sama Ayah," lanjut Bunda.

"Tapi ini kan bukan rumah Alel, Bunda..." sahut Eksel, sementara Farel hanya diam menatap interaksi antara ibu dan anak itu, sedangkan Ayah sudah keluar mulai mengurus masalah Farel dan melaporkan ke pihak yang berwajib.

"Tapi mulai sekarang Alel bakal tinggal sama kita terus, dan Eksel sama Farel harua saling menyayangi kayak saudara."

"Kayak Eksel sayang sama Bunda,  sama Ayah?" tanya Eksel lagi yang diangguki Bunda.





























































Satu minggu setelah kejadian itu, Farel di ajak ke sebuah makam oleh Ayah. Farel jelas bingung ada apa tiba-tiba Ayah mengajaknya ke pemakaman. Hingga Ayah menjelaskan semua. Bahwa, Ibunya yang saat itu tengah diburu selama tiga hari dan tak ada dalam rumah tiba-tiba ditemukan mati tenggelam dengan banyak luka memar di sungai yang tak jauh dari rumah Farel.

Dan mulai dari hari itu, Farel buka lembaran baru bersama Eksel. Saling berbagi kasih sayang dan cinta yang sudah lama tak dirasakan oleh Farel, terlebih oada Eksel yang kini selalu jadi sahabat sekaligus saudara angkatnya.

Hingga...

Peristiwa yang sangat tak disangka oleh orang-orang itu terjadi.

Peristiwa hebat yang berhasil buat Eksel rapuh dan terperangkap dalam traumanya.

Dan peristiwa yang membuat Farel untuk selalu menjaga Eksel apapun yang terjadi, selalu mendukung dan berada disisinya.

***

"Gue harus gimana lagi Sel biar lo jadi kuat kayak dulu lagi? Yang selalu cerewet dan suka banget nunjukin senyum kotak aneh lo itu?" lirih Farel dengan setetes air mata yang jadi penutup tangisnya, sebelun suara ketuka pintu terdengar.

Buru-buru Farel berjalan ke depan dan membuka pintu. Begitu terkejut saat mendapati sosok perempuan dan laki-laki yang begitu di kenalnya.

"Alan!





























Kak Irene?!"




















Dua orang itu tersenyum mendapati wajah terkejut Farel.

"Surprise!!" girang wanita yang tadi dipanggil Irene itu, "Eksel di sini kan? Dia lagi kemana?" lanjutnya sukses buat Farel menunduk.

"Bang...." Alan memanggil merasa ada sesuatu yang terjadi pada Kakaknya, Irene pun sama merasa ada yang tak beres.

"Ikut gue," lirih Farel menyuruh.

Berjalan menuju kamar Eksel dengan diekori Alan dan Irene. Membuka pintu yang tadi sempat ia tutup secara perlahan.

Irene sontak menutup mulut terkejut melihat Eksel yang tengah terlelap dengan jari-jari tangan yang dibalut kain kasa, rambut yang berantakan, keringat yang mengucur dimana-mana, juga wajah Eksel yang nampak pucat dan terlihat gelisah dalan tidurnya.

"Kak Eksel kenapa, Bang?" tanya Alan yang turut terkejut melihat keadaan kakaknya.

Sejenak Farel menggusak wajahnya pelan, menghembuskan nafas sebelum ia membuka suara.

"Dia tadi sempet nggak ke kontrol emosinya karena ucapan Bang Devan yang nggak sengaja ikut emosi abis ditonjok ama Eksel. Gue yakin mereke salah paham sampe cekcok, dan itu... menyangkut Putri." jelas Farel yang memang tak tahu apa-apa tentang yang terjadi antara Eksel, Devan, dan Putri.

"Tadi gue tiba-tiba ditelfon Eksel, waktu dia nelfon suaranya gemeteran dan ngasih tau gue kalo dia lagi dirumah sakit dengan kalimat yang acak. Gue langsung ke rs dan nemuin dia duduk ngringkuk, pas gue tanya... dia malah ketakutan dan bilang kalau dia bukan pembunuh. Waktu itu gue nggak sengaja lihat tangannya penuh darah kering, gue sontak langsung nenangin dia. Setelah dia tenang gue ajak dia pulang, tapi berhenti pas ketemu Bang Devan, dari situ mereka mulai cekcok sampe Bang Devan nggak sadar udah ngeluarin kata-kata yang kelewat batas buat Eksel...." Sejenak Farel menghela nafas. Menunduk menyembunyikan air matanya yang sudah berontak ingin keluar lagi.

"Terus pas kita pulang dia langsung ke kamar mandi, ngeluarin emosinya dan hampir bunuh diri kalo seandainya gue telat dobrak pintu. Sumpah Kak, Lan... Gue takut, gue takut kalo dia bakal kambuh lagi...." lanjutnya sudah sesenggukan.

Alan dan Irene yang mendengar cerita Farel pun kembali dibuat terkejut saat tahu bila Eksel mencoba bunuh diri. Mereka pun sama takutnya dengan apa yang diucapkan Farel, tapi hati dan pikiran mereka terus-terusan berdoa mengharapkan yang terbaik untuk seorang Eksel.










"Semoga dia nggak akan lebih rapuh dari ini...."


Tbc.

No comment😯

Langsung pai pai!!!👋👋👋

28JanuariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang