17

51 4 5
                                    







"Sinting apa gimana lo?"

Eksel mengernyit bingung ketika Farel yang menyetir mobil menuju ke apartemen memberinya pertanyaan seperti itu.

"Maksud elo?"

"Kena sawan apa sih sebenernya?"

"Lo tuh ngomong apa sih?" malas Eksel.

"Abisnya lo ngilang, dicari malah ketemu di toilet kayak korban pembunuhan aja. Terus apa tadi, lo ngerokok. Maksud lo apa? Ha? Ketahuan Putri pasti abis lo sama si calon dokter itu."

"Nggak bakalan kok."

"Iya, karena lo ngerokoknya pas abis ketemu dia." Bola mata Farel berotas jengah ketika berucap.

"Bukan itu inti penyebabnya."

Alis kanan Farel terangkat. "Maksudnya?"

Eksel tersenyum tipis bahkan hampir tak terlihat. "Gue udah putus tadi," lirihnya.




CIITT!!

Pijakan rem ditekan mendadak tak sengaja oleh Farel beberapa detik setelah Eksel menginformasikan tentang hubungannya dengan Putri.

"Maksud lo?!"

"Ya... Kita putus, udah nggak ada hubungan apa-apa, udah selesai," balas Eksel sambil menggaruk pipi kirinya yang tak gatal, kebiasaan kalau dia tengah bingung.

"Tapi kan...-- aish, kenapa bisa sih?"

"Udahlah gue malas bahas itu, kapan-kapan aja."

Eksel memalingkan wajah, enggan menghadap Farel yang menatapnya penuh selidik. Sebab hatinya was-was, takut bila sahabatnya tahu apa yang terjadi sebenarnya. Untung saja Farel menemukannya saat dia sudah di toilet dengan keadaan sedikit kacau sehabis berlarian ling-lung dan meminum obat penenang yang selalu ia bawa kemana-mana, beruntung juga ia tak pingsan atau Farel curiga padanya.

Karena, sungguh Eksel sebenarnya tak ingin banyak merepotkan sahabat tengilnya itu.

***

08 Januari 2019






Eksel jalani hari ini seperti biasa, berangkat bersama Farel, mengikuti jam kuliah yang kali ini cukup khidmat sebab Farel yang tak mengecohnya untuk bercanda di jam kuliah, dan berbincang hangat bersama Farel dan si kesayangannya, Lisa.

"Besok Kak Eksel bener nggak tampil?" tanya Lisa.

"Iya, Kakak nggak tampil. Cuma nonton aja," balas Eksel tersenyum.

"Lho... Kenapa?"

"Capek lah Lis, orang dia besok juga harus ikut nyiapin dekorasi panggungnya, belum lagi kerja baktinya. Mau Kakak lo K.O?" sahut Farel.

"Pedes amat... Jangan lupa dikaretin tuh mulut!" sinis Lisa yang memang sulit akur dengan Farel.

"Hush! Mulutnya, Lis!" peringat Eksel.

"Mampus tuh ditegur ama pawang!"

"Lo juga, Rel..."

Lisa memeletkan lidah ke Farel, merasa menang karena Eksel yang menegur Farel.

"Tapi bukan berarti kamu gak salah lho, Lis."

Lisa menunduk sambil mengucapkan kata 'maaf'. Sedangkan Farel kini yang berganti tersenyum penuh kemenangan.

"Kak Eksel!"

"Iy--"

Bugh!

Semuanya terkejut.

Bagaimana tidak?
Eksel yang belum sempat selesai menyahut langsung mendapat bogeman mentah dari seorang perempuan yang ia kenal sebagai sahabat kekas-- mantan kekasihnya dengan dua orang yang mengikuti Safira, yang tak lain itu adalah Syeila juga Putri.

"Maksud lo apa mukul-mukul Kak Eksel?!" seru Lisa sambil membantu menahan beban tubuh Eksel yang sedikit oleng karena bogeman Safira.

Safira tersenyum remeh. "Sedikit info, pukulan gue ini cuma buat laki-laki bajingan."

Lisa ingin menyahut tapi ditahan Eksel lewat isyarat tangannya yang mengelus lengan Lisa, melepas pegangan dan berdiri tegak menghadap Safira dengan Putri dan Syeila di belakangnya.

Mengusap sudut bibirnya yang berhias bercak darah dan berucap, "Dan gue pun punya info buat elo, kalo lo sekarang salah sasaran."

"Salah sasaran? Jelas nggak lah. Orang bajingannya sekarang lagi di depan gue."

"Oh ya? Mana? Kok gue nggak liat?" Eksel menengok kanan kiri seakan mencari seseorang, sedang lainnya diam tak mau  atau acuh untuk ikut campur dalam urusan mereka.

Farel?

Dia tak fokus pada ucapan Eksel dan Safira, iris matanya terus mengamati Putri seakan mencari tahu sesuatu yang ada dalam diri Putri.

"Bajingannya itu elo Kak!" seru Safira ingin menonjok wajah Eksel lagi, namun urung saat Lisa lebih dulu mendorongnya.

"Bisa nggak sih nggak usah main pukul?!" marah Lisa.

"Kenapa? Dia takut? Atau.... Oh iya, gue lupa! Si Eksel ini kan banci, yang mana udah main nuduh pacarnya selingkuh terus pas pacarnya masuk rs dia sama sekali nggak ngejenguk. Malah sibuk selingkuhan sama mbak-mbak pelakor," olok Safira.

Eksel emosi, harga dirinya sama saja sudah dijatuhkan oleh ucapan Safira. Tapi ia tahan, mengingat Safira itu perempuan.

"Mbak-mbak pelakor siapa yang lo maksud ha? Kak Eksel itu setia sama Putri! Dasarannya Putri aja yang nggak mau ngertiin Kak Eksel."

"Lisa, udah. Mendingan kamu balik duluan aja, nanti Kakak nyusul," tutur Eksel, "Rel, tolong lo anterin Lisa," lanjutnya yang hampir diangguki Farel kalau saja Safira tak kembali bersuara.

"Perhatian banget ya sama yayangnya, terus yang satunya gimana?"

Eksel paham siapa yang dimaksud Safira sedari tadi, sudah jelas bahwa pasti itu adalah Lisa dan Irene yang notabennya adik tiri dari Bundanya yang memang hanya terpaut beberapa tahun dengannya.

"Terserah lo beranggapan apa tentang gue, tapi asal lo tahu perempuan yang lo maksud itu perempuan baik-baik dan yang paling gue sayang. Mereka pun jauh lebih dulu kenal gue ketimbang kalian, jadi jangan sok tahu tentang hidup gue. Permisi," ucap Eksel datar dan berbalik menuju parkiran setelah sebelumnya ia melirik Putri yang sedikit terkejut.

***

"Kak Eksel nggak pa-pa?" sendu Lisa mendapati Eksel hanya diam saja selama perjalanan mengantar Lisa yang meminta menumpang bersama Eksel dan Farel.

"Sel..." Panggil Farel sedikit keras.

"Hm?" Eksel menyahut sebatas gumaman.

"Ditanyain Lisa tuh," ucap Farel tetap fokus menyetir.

"Tanya apa?" Eksel sedikit memiringkan tubuh ke kanan, menghadap Lisa yang duduk di kursi belakang.
Lisa bungkam. Namun matanya menggenang oleh air mata menatap wajah Eksel yang sedikit lebam di dekat sudut bibirnya.
Dan Eksel tahu kenapa si kesayangannya ini tiba-tiba ingin menangis.

"Lho, kamu nangis? Yah... Padahal tadi Kakak mau traktir es krim...'' lesu Eksel berpura-pura bersamaan dengan setetes air mata yang jatuh dari genangan pelupuk Lisa.

Secepatnya Lisa langsung menghapus air matanya dan tersenyum. "Lisa nggak nangis kok Kak."

"Beneran?" Lisa langsung mengangguk antusias.
"Rel, kita ke kedai es krim dulu," pinta Eksel.

"Gue juga ditraktir kan?"

"Serah deh, mumpung gue lagi baik hati."

"Aseek... Siap bosqu. Ice Crem, Farel is coming!!"

***

Tbc.

Pai pai!!!👋👋👋

28JanuariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang