13

75 6 3
                                    

***

Kini Ayah, Eksel, dan Farel telah sampai di rumah keluarga Eksel.
Eksel segera turun dari taksi dan berlari masuk ke rumah yang terbilang minimalis sambil berteriak, "Bunda!! Eksel pulang!!!" Yang langsung disambut dengan pelukan hangat dari wanita cantik nan anggun yang terpanggil 'Bunda' itu.

Sukses buat Ayah terkikik geli akan manjanya putra semata wayangnya itu, dan buat Farel tertegun melihat kehangatan hubungan seorang ibu dan anak. Ia sampai penasaran bagaimana hangatnya pelukan seorang ibu, sebab ia sudah lupa kapan terakhir kali ibunya mendekap penuh cinta dan kasih sayang, ia pun juga lupa bagaimana rasanya gara-gara kulit putihnya selalu dibaluri pukulan.

"Hei, kenapa melamun? Ayo, turun!" Ayah membuyarkan lamunan Farel. Ia baru tersedar kalau dirinya belum keluar dari taksi, maka dari itu ia buru-buru turun yang diikuti Ayah setelah membayar taksi.

"Ohya! Bunda tahu? Eksel punya temen baru, Bun!" pekik Eksel memberi tahu setelah melepaskan pelukannya.
Ekor matanya menatap Farel yang perlahan berjalan sambil tangannya digenggam oleh Ayahnya. Eksel berlari memindahkan genggaman itu ke tangannya untuk ikut kembali ke Bunda, sedikit membuat Farel terkejut.

"Ini temen baru Eksel, Bunda! Namanya Alel," "Alel, ini Bundaku." Eksel mengenalkan mereke berdua, bergaya seperti orang dewasa, membuat Bunda terkekeh gemas. Lalu kembali menatap sosok mungil yang nampak seumuran dengan putranya.

"Hai, tampan! Nama kamu siapa?" tanya Bunda dengan ceria.

"F-farel, Bi. T-tapi orang-orang memanggilku A-alel...."

"Tak perlu gugup seperti itu sayang, ngomong-ngomong------ apa kamu udah minta izin ke kedua orang tua kamu untuk main kesini?"

Farel diam, Ayah ingin menjelaskan tapi Farel lebih dulu  bersuara dengan getar.

"A-ayah sudah meninggal, Bi."

"Emm... Maafkan Bibi ya, Bibi tak bermaksud buat kamu sedih." Bunda tak enak hati saat mendengar jawaban Farel. Tapi beliau masih tetap penasaran. "Lalu ibumu dimana, sayang?"

Dan pertanyaan kali ini benar-benar buat Farel bungkam, ia hanya menunduk tak mau menjawab. Bunda dibuat bingung akan sikap teman baru putranya itu, sampai Eksel menjawab. "Kata Alel, ibunya tadi ingin menjualnya, Bun."

Bunda tertegun, hazel madu yang menurun pada Eksel kini menatap Ayah yang ada di belakang Farel. Sementara Ayah hanya diam sembari memberi tatapan seakan-akan berkata 'nanti akan ku jelaskan'.

Keadaan hening.

Farel yang tengah kalut, Bunda yang masih terkejut atas ucapan Eksel, Ayah yang tiba-tiba bingung harus bagaimana, dan Eksel yang menatap bingung pada semua orang, sampai ia merengek kesal karena orang-orang yang hanya diam dan perutnya yang sudah berdemo minta di isi.

"Bunda!!! Eksel lapar!!" rengek Eksel begitu manja.

"Kalau begitu cepat mandi dan kita akan makan siang bersama, ajak Farel juga dan pinjami dia bajumu, oke?" ucap Bunda.

"Oke, Bunda!" "Alel, Ayo!"

Tangan Farel kembali digeret oleh Eksel menuju kamarnya.

"Apa yang terjadi?" tanya Bunda setelah dua anak laki-laki tadi menghilang seiring langkah.

"Tadi Eksel ingin membuang sampah, tapi menemukan Farel dalam tong sampah. Saat kutanya dia nampak ketakutan, dan bilang kalay dia mau dijual oleh ibunya. Setelah itu, aku mengajaknya ikut pulang. Tak apa kan kalau dia menginap disini beberapa hari?" jelas Ayah.

"Selamanya pun tak apa. Lagipula rumah ini akan jadi ramai, dan Eksel punya teman bermain dirumah," jawab Bunda tersenyum lembut.

"Terima kasih, sayang. Dan, mungkin aku akan mengurusi masalahnya. Mengingat dia masih punya orang tua."

"Iya, sayang. Aku paham."




















Semuanya kini nampak berkumpul di ruang makan dengan makanan yang tersaji lezat di atas meja makan. Farel nampak tergiur sekali dengan semua hidangan di depan matanya, ingin segera menyantap makanan yang sudah lama sekali tak ia makan, tapi dia masih ingat bahwa ini bukan miliknya dan bukan haknya.

"Ayo, ambil sesukamu, sayang. Ambil apa saja yang ingin kamu makan. Nanti kalau masih kurang, tambah saja tak apa," ucap Bunda saat melihat Farel belum mengambil sesuap nasi sekalipun.
Eksel yang tengah melahap ayam goreng lantas menyahut, "Iya, ayo makan Alel! Masakan Bundaku enak sekali lho... Kamu pasti akan menyesal kalo tak memakannya."

"Benar itu, lihat! Eksel saja sampai mengambil dua ayam goreng, padahal Bunda hanya menggoreng empat." Ayah turut menimpali, dibalas cengiran kotak khas milik Eksel yang menurun dari Ayahnya.

"Kalau begitu, Ayah dan Bunda tak akan makan ayam. Dan, dua ayam untuk Farel. Karena hari ini ayam gorengnya khusus untuk anak-anak!"

Entah mengapa Eksel kembali memekik girang saat Bunda berucap sembari menaruh dua ayam goreng di atas piring Farel.

"Terima kasih, Bi," ucap Farel.

"Iya, sama-sama, Sayang. Dan jangan panggil Bibi, panggil Bunda saja, oke?"

"Iya,----- Bunda."

Bunda tersenyum walau sebenarnya sedari tadi ia mencoba menahan tangis sebab melihat Farel yang habis membersihkan diri, yang otomatis menghapus make up dan menampakkan beberapa luka pukul yang menghiasi tubuh mungil dan wajah tampan Farel.

Tbc.

Aku merasa sepertinya sesi masa lalu Farel ini akan panjang dan butuh satu atau dua part lagi😮😮😮

Hmm... sudah ya, jangan lupa voment😄

Pai pai dulu!!!👋👋👋

28JanuariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang