(23) Penemuan

771 73 3
                                    







Ke mana pun dia memandang, ada beberapa pria berjubah, saling mengutuk satu sama lain. Kutukan berbeda warna terbang di seberang jalan, menabrak perisai atau target yang dimaksudkan. Harry mengenali seragam biru para Auror. Orang-orang berjubah hitam memakai topeng putih yang menutupi wajah mereka. Pertempuran itu adalah milik Auror dan Pelahap Maut. Harry memandang berkeliling ke arah orang-orang yang bertarung, mencoba mengenali mereka, tetapi dia tidak bisa melihat siapa pun yang dikenalnya, Auror ataupun Pelahap Maut.

Dia mencoba untuk fokus di tempat kejadian, tetapi gambar di depannya terus memudar. Dia tahu itu bukan ingatannya sendiri. Dia tidak ingat pernah bertarung bersama para Pelahap Maut, kecuali insiden Hogwarts Express. Harry berusaha berkonsentrasi pada adegan-adegan yang bermunculan di hadapannya. Rasanya seperti menonton pemandangan dari atas. Ingatan itu terpotong dan berubah. Untuk sesaat dia memperhatikan para Auror bertempur dengan massa Pelahap Maut dan detik berikutnya koridor gelap Riddle Manor muncul. Gambar acak berkedip di depannya. Harry merasa kepalanya berputar dan penglihatannya kabur. Apa yang sedang terjadi? Apa sekarang?

Seakan menjawab pertanyaannya, terdengar suara tawa. Harry merasakan perutnya tersentak. Dia tahu suara dan tawa itu. Dia mulai fokus pada gambar yang berkedip dengan kepanikan putus asa. Semuanya berputar di depan matanya. Lalu melambat dan dia melihatnya. Bella telah melepas topengnya dan tertawa liar saat ia menyerang dua Auror. Ia tampak ... berbeda. Mungkin itu karena Harry tidak pernah melihatnya lagi. Atau mungkin karena ingatan terakhir yang dia miliki adalah cangkang kosong milik Bella, setelah Ciuman dari Dementor.

Harry merasakan sensasi terbakar di tenggorokan dan mata pada gambar Bella, bertarung dengan mudah dan terlihat seperti ia menikmati setiap detik duel. Ia suka berduel, terutama melawan sejumlah besar Auror. 'Semakin banyak kita membunuh, semakin baik!' ia sering berkata.

Harry memperhatikan ketika gambar-gambar itu berputar begitu cepat sehingga dia merasa mual. Dia Ingin berhenti. Berhenti agar dia bisa melihat Bella lagi. Begitu penuh kehidupan, matanya cerah dan berkilauan saat ia bertarung. Tidak seperti sumur kosong yang hadir setelah ciuman itu.

Tiba-tiba suara tawanya berhenti dan terdengar suara kesakitan yang berasal dari Bella. Suara itu berdengung di sekeliling Harry, membuat hatinya berdegub ketakutan. Apa yang terjadi padanya? Gambar masih terus berputar, jadi Harry tidak bisa melihatnya dengan jelas dan mencaritahu apa yang sedang terjadi.

"Bella!" dia menjerit, melihat apakah dia baik-baik saja. "Bella! Bella!"

Tiba-tiba gambar-gambar itu berkilat putih terang, menyilaukan Harry dan ketika redup, Harry melihat langit-langit kamarnya. Dia sudah bangun. Untuk sekali ini, Harry kecewa karena dia terbangun. Dia merasakan sakit di perutnya. Dia ingin melihat Bella. Bella yang dia ingat dalam semua kemuliaannya.

Harry berbaring, mendengarkan suara detak jantungnya sendiri, berdegup di dadanya. Apa maksud mimpi itu? Itu mimpi yang aneh. Harry yakin dia entah bagaimana telah melihat ke dalam ingatan nyata. Yang itu bukan miliknya. Bagaimana mungkin? Harry menemukan bahwa dia tidak terlalu peduli. Yang penting mimpi itu telah membawakan sosok Bella yang ingin diingatnya. Dia menghabiskan beberapa jam berikutnya hanya berbaring di tempat tidurnya, diam-diam mengenang Bellatrix Lestrange yang terlupakan.


••••



Beberapa malam berikutnya untuk Harry begitu mengerikan. Dia tidak pernah bermimpi tentang Bella. Mimpinya diambil alih oleh gambar Voldemort lagi. Setelah malam keempat Harry tergoda untuk meminum ramuan Tidur Tanpa Mimpi, agar mendapatkan istirahat dari mimpi buruknya. Dengan kehendak yang besar, dia menghentikan dirinya dari meminum ramuan itu. Botol masih tergeletak di kopernya, memberikan rasa nyaman yang aneh.

Harry mulai merasakan ketegangan pada tubuhnya, membuatnya kelelahan dan tidak bisa beristirahat. Pada malam keenam dia hampir tidak tidur, dia berpikir untuk bermalam di kamar orangtuanya lagi. Dia menertawakan kekanak-kanakannya sendiri. Dia tujuh belas tahun! Dia tidak membutuhkan kenyamanan orangtuanya untuk membantunya tidur. Sangat kacau jika dia muncul di pintu mereka, bertanya apakah dia bisa tidur di sofa mereka? Dia membuang semua pikiran itu. Dia tidak lemah. Dia bukan anak kecil. Dia sudah dewasa. Dia bisa mengatasi ini. Meskipun dia tidak tahu bagaimana dia akan melawan roh-roh jahatnya.

Begitu dia bangun dia tahu ada sesuatu yang salah. Tubuhnya terasa sakit dan sakit kepala membuatnya sulit untuk membuka matanya. Dia mengerang ketika suara Ron membuat sakit kepalanya semakin parah.

"Bangun, Harry!"

"Baik!" Harry bergumam.

Dia kembali berbicara dengan Ron, tetapi dia tidak melupakan komentar 'pecandu' yang ia buat. Dia menemukan bahwa dia tidak bisa tetap marah padanya. Dia masih kesal, ya, tapi dia tidak bisa marah terlalu lama dengan temannya yang berambut merah.

"Harry? Mate, apa kau baik-baik saja?"

Ron menarik tirai ke samping, menatap Harry. Bocah berambut gelap itu mengerang dan menutup matanya untuk menghentikan cahaya pagi yang menyerang matanya.

"Pergilah, Ron!" katanya lemah.

"Apakah kau baik-baik saja? Kau tidak terlihat baik," Ron terdengar khawatir.

Harry bertanya-tanya mengapa dia merasa begitu sakit. Dia benar-benar tidur cukup nyenyak semalam. Sudah delapan hari sejak dia tidur. Dia pikir itu hanya masalah waktu sebelum tubuhnya menyerah dan dia bisa tertidur nyenyak, tidak membiarkan mimpi buruk mengganggunya.

Mungkin dia sakit karena dia sudah lama tidak tidur. Tetapi Harry tahu itu tidak benar. Dia sudah terbiasa bahkan tanpa tidur.

Dia menarik dirinya ke posisi tegak. Lengannya gemetar karena menopang dirinya. Pandangannya kabur dan dia tidak bisa menahan erangan yang keluar darinya. Ron langsung di sisinya.

"Apa yang salah?" ia bertanya dengan cemas.

Harry memaksa membuka matanya dan menatapnya dengan tatapan kosong.

"Aku tidak merasa terlalu baik," dia berhasil mengatakan.

Ron mengangguk.

"Ya, kau juga tidak terlihat terlalu bagus."

"Kau sudah mengatakan itu," Harry mengingatkan.

Ron menatapnya malu. Dia dengan canggung meletakkan tangan di dahi Harry.

"Kau panas. Sepertinya kau demam," ia memberitahunya.

Harry bisa merasakan rasa panas di dalam dirinya saat Ron berbicara. Bagaimana dia bisa sakit lagi? Dia biasanya tidak pernah sakit.

Ron menyuruh Harry untuk tetap di tempat tidur. Dia tahu demam Harry tinggi. Harry berusaha bangkit dan membuktikan pada Ron bahwa dia cukup sehat. Tapi dia hampir tidak bisa bangun dari tempat tidur. Dia enggan tinggal di tempat tidur dan menyaksikan Ron meninggalkan asrama. Harry bahkan tidak tahu kapan matanya tertutup dan dia jatuh ke dalam tidur yang disebabkan oleh demam.

Dia bangun ketika dia merasakan sebuah tangan lembut mengelus dahinya. Dia membuka matanya dan melihat ibunya menatapnya. Harry menemukan ibunya duduk di sampingnya, seperti biasa, sedikit aneh. Ketika Harry mendorong dirinya sendiri sehingga dia bisa duduk, dia melihat bahwa ibunya bukan satu-satunya di ruangan itu. Damien dan Ginny juga ada di sana.

"Apa yang sedang terjadi?" tanya Harry, tenggorokannya kering dan sakit.

"Ron memberitahuku kau tidak enak badan. Aku hanya ingin memeriksamu," Lily memberitahunya.

Harry memandang tajam pada Damien dan Ginny.

"Kami juga ingin melihatmu," Ginny memberitahunya dengan sederhana.

Lily sibuk dengan Harry, memberinya botol yang berbeda untuk diminum. Harry mengambilnya tanpa kata dan meminumnya, merasakan perutnya memberontak ramuan-ramuan itu.

"Demammu sangat tinggi. Apa yang kau lakukan?" ia bergumam lebih pada dirinya sendiri.

Harry bisa merasakan perutnya dan ramuan yang baru saja diminumnya tidak mengendap.

"Harry?"

Lily hanya sempat memperhatikan sebelum Harry muntah. Ginny mengeluarkan nafas ngeri ketika Harry muntah darah. Baik Damien dan Ginny berada di sisi Harry, bersama dengan Lily, menyaksikan dengan ngeri ketika Harry muntah dengan keras. Pakaiannya dan sebagian dari selimutnya berlumuran darah.

Lily kehilangan apa yang bisa ia lakukan. Ia menyaksikan putranya terus muntah, tidak dapat melakukan apa pun selain mengucapkan namanya. I memegangnya, membantunya dengan menggosok punggungnya. Semua darah itu membuatnya takut.

Harry terbatuk dan mengeluarkan seteguk terakhir dan jatuh kembali ke tempat tidur. Tulang rusuknya sakit karena muntah. Lily dengan cepat membersihkan darah dan duduk di sebelah Harry. Ia gemetar sendiri.

"Apa kau baik-baik saja?" ia bertanya. Ia secara mental mencaci-maki dirinya sendiri. Tentu saja dia tidak baik-baik saja. Dia sakit dan mengeluarkan darah!

Ia merasakan sebuah tangan di bahunya dan berbalik untuk melihat James yang tampak cemas berdiri di belakangnya, matanya tertuju pada wajah pucat Harry.

"James!" Lily berdiri.

"Apa yang terjadi?" tanya James. Ia berjalan masuk dan melihat Lily membersihkan cairan merah itu.

"Harry ... Harry sakit. Kurasa dia perlu bertemu Poppy. Dia muntah darah," Lily menjelaskan. Tangannya gemetar saat ia berbicara.

"Aku baik-baik saja. Aku tidak perlu bertemu Poppy," Harry mengerang.

Ginny mendorongnya dengan agak keras untuk berbaring kembali. Damien hanya menatap Harry seolah-olah memastikan dia baik-baik saja.

"Dia demam tinggi. Aku memberinya beberapa ramuan untuk diminum tetapi ternyata malah membuatnya sakit. Dia membutuhkan Poppy," Lily masih berbicara dengan James.

James memandang Harry dan merasakan jantungnya berdetak kencang. Dia terlihat sangat sakit.

"Aku tidak ingin bertemu Poppy. Dia akan membuatku tetap di rumah sakit selamanya. Aku baik-baik saja, sungguh," Harry mencoba memberi tahu mereka. James tampak seperti ia setuju dengan Harry. Ia secara pribadi tidak ingin Poppy berada di dekat Harry lagi. Ia menyingkirkan kemarahan yang ia miliki terhadap perawat sekolah dan Helen 'teman'-nya.

"Kurasa kau harus ke tempat kami. Aku hanya punya satu kelas lagi dan kemudian aku bisa menjagamu," kata James pelan.

Harry menyukai gagasan itu lebih dari menghabiskan sisa minggu dan akhir pekan dengan Poppy. Dia mencintai perawat sekolah tapi ia terlalu sibuk padanya.

"James, kurasa dia harus ..." Lily mulai tetapi dipotong oleh Harry.

"Aku tidak perlu bertemu Poppy. Aku baik-baik saja," dia berkata, kekesalan merambat ke suaranya.

"Baik! Kau pikir kau baik-baik saja. Kau muntah darah! Bagaimana itu bisa baik-baik saja?" teriak Lily, matanya langsung menyala.

Harry sibuk berdebat dengan ibunya, berusaha meyakinkannya bahwa dia benar-benar baik-baik saja. Dia tidak mendengar James mengatakan bahwa ia akan mengambil sepasang pakaian baru dari koper untuknya, sehingga dia bisa mengganti baju yang basah oleh keringat dengan piyama.

Pada saat dia menyadari apa yang terjadi, sudah terlambat. James telah membuka koper, berniat untuk mengambil pakaian baru untuknya.

"Tidak, tunggu ..."

Semua orang di ruangan itu membeku. Mata mereka terpaku pada sejumlah besar botol yang ada di dalam koper Harry. Harry menyaksikan dengan panik ketika ayahnya mendongak dari koper dan menatapnya. Ketidakpercayaan dan kekecewaan tercetak jelas di wajahnya. Ginny dan Damien menatap Harry dengan terkejut. Tak satu pun dari mereka mengira Harry akan setidakpedulinya itu dengan kesehatannya sendiri. Bahwa dia akan terus meminum ramuan itu, terutama setelah Poppy dengan susah payah menjelaskan apa yang akan terjadi padanya jika dia melakukannya.

"Harry?"

Lily adalah yang pertama berbicara. Ia menatap Harry, mata lebar dan penuh dengan rasa sakit, menatapnya.

"Itu ... tidak ... Aku tahu bagaimana rupanya tapi ... aku bersumpah, aku tidak minum apapun!" Harry mencoba memberi tahu mereka. Dia tahu itu sia-sia. Bukti di depan mereka membuatnya terlihat bersalah.

James berusaha sangat keras untuk menjaga kesabarannya. Ia melihat botol lagi dan mencoba mencari alasan bahwa hanya karena mereka ada di dalam kopernya bukan berarti Harry telah meminumnya. Tapi mengapa dia menyimpan begitu banyak barang di dalam kopernya? Ia tahu dia tidak boleh meminum ramuan tidur lagi dan jika dia benar-benar tidak pernah bermaksud untuk meminum apapun lalu mengapa dia tidak menyingkirkannya? Tiba-tiba muncul pikiran lain padanya. Harry sakit. Dia baru saja muntah darah. Poppy telah memberi tahu mereka bahwa jika Harry minum ramuan lagi, dia akan jatuh sakit. Ramuan itu akan menjadi racun baginya. Apa itu sebabnya mengapa dia muntah darah? Apakah dia mungkin sekarang dalam fase kedua dalam kecanduan? Kemarahan yang James coba dengan sangat keras untuk tetap di sana bergegas menghampirinya dalam ombak besar, mengambil alih dirinya.

"Bangun," James dengan tenang memerintahkannya. Kemarahan dalam suaranya tidak hilang pada Harry.

"Dad..."

"Bangun!"

Harry dengan susah payah berdiri dengan kakinya yang gemetar dan hanya membuatnya jatuh terduduk kembali, yang untungnya James meraihnya untuk menopangnya. Harry bertanya-tanya apakah dia harus berpegangan padanya atau yang lain. Dia memilih yang pertama. Dia tahu ayahnya tidak akan menyakitinya.

James secara harafiah menarik anaknya keluar dari ruangan, Lily berlari di belakang mereka, berteriak pada James untuk melepaskan Harry. Ia berterima kasih karena itu waktunya makan siang dan hampir semua siswa berada di Aula Besar. Di sisi lain, itu sangat memalukan bagi Harry tampak seperti itu. James tidak berhentu atau bahkan memberi respon pada permintaan Lily. Damien dan Ginny juga berlari di belakang Lily.

James tidak berhenti sampai dia tiba di sayap rumah sakit. Dia masuk ke dalam, membuat Poppy melompat pada suara pintu yang terbuka tiba-tiba. James mendorong Harry kasar ke kasur, membuat anak yang tengah sakit itu menggerutu.

"James! Apa...?" Poppy terkejut melihat cara James memperlakukan Harry.

"Periksa dia!" James mendesis.

Poppy beralih daru menatap ayah yang marah ke anak yang kesakitan. Lily, Damien, dan Ginny masuk ke dalam beberapa saat kemudian.

"James! apa yang kau pikir kau lakukan?" Lily berteriak.

"Periksa dia, Poppy!" James mengulang, mengabaikan Lily.

"Memeriksanya? Untuk apa? Apa yang terjadi?" Poppy meminta benar-benar bingung.

James berbalik untuk menghadapi Harry, yang bersandar di tempat tidur, tangan memegang tepian tempat tidur untuk tetap tegak, mata menatap lantai.

"Periksa dia untuk melihat apakah dia minum ramuan tidur!" kata James.

Harry mendongak untuk menatap mata James. Dia membuka mulutnya untuk mengatakan sekali lagi bahwa dia tidak meminum ramuan apapun. Tapi dia tahu bahwa tak seorang pun akan mempercayainya. Dia pikir mungkin lebih baik jika Poppy melakukan tes. Dengan begitu ayahnya akan mempercayainya.

Poppy tampak bingung dan berpendapat bahwa Harry tidak akan mengambil ramuan karena dia telah berjanji untuk tidak minum lagi. Lily menceritakan apa yang telah mereka temukan di koper Harry. Poppy tampak terkejut. Ia berbalik untuk menatap Harry dengan marah dan akhirnya mengerti mengapa James begitu marah.

Harry masih tidak mengatakan apa-apa. Poppy diam-diam mendekati Harry dan mengatakan kepadanya untuk duduk di tempat tidur. Harry mematuhi. Poppy mengambil sampel darah sehingga ia bisa melakukan tes, mata Harry bertemu dengan James. Dia terus manatapnya saat Poppy sedang menguji darah.

Lily mengantar Damien dan Ginny menjauh, tidak ingin menyebabkan malu untuk Harry. Poppy berdiri, memegang kecil diagnosis botol, menunggu hasilnya. Ada kecanggungan menggantung di udara sekitar mereka. Harry berfokus pada tanah, tidak ingin melihat siapa pun di ruangan itu. James dan Lily terlalu marah dan sedih untuk mengatakan apa-apa. Poppy diam-diam mengutuk analisis agar selesai dengan cepat. Ketegangan membunuhnya.

Akhirnya tes selesai dan Poppy harus melihat hasil dua kali untuk memahaminya. Ia mendekati Harry dan menatapnya keras. Ia tidak diharapkan ini darinya.

"Dalam darahmu ada sampel ramuan tidur," ia mengatakan cukup jelas.

Kepala Harry tersentak untuk menatap Poppy.

"Apa!" James menutup matanya dan berusaha mati-matian untuk menahan emosinya.

"Itu tidak mungkin! Aku tidak minum ramuan. Aku bersumpah, aku tidak." Harry tidak bisa percaya ini. Bagaimana mungkin tesnya menunjukkan jejak tidur ramuan ketika dia tidak meminumnya sama sekali.

"Aku tidak berbohong, Harry. Ini hasilnya. Ini adalah tes sederhana untuk menunjukkan ramuan apa yang kau minum. Ini jelas mengatakan bahwa ada sisa-sisa ramuan tidur di sistemmu. Kau bisa melihatnya sendiri."

Poppy menyerahkan botol kecil. Harry tidak mengambilnya, dia menatap Poppy, jantung berdebar keras di dadanya. Kepalanya terasa seperti akan terbagi dua. Apa sih yang sedang terjadi?

"Ini ... ini tidak benar! Aku belum menyentuh barang itu dan aku tidak memiliki niat mengambil itu!" katanya, nada memohon dalam suaranya.

"Lalu kenapa kau memiliki beberapa ratus botol tersembunyi dalam kopermu?" James bertanya, rahangnya mengeras marah.

"Itu ... itu tidak seperti yang kaupikirkan! Aku memang meminum ramuan sebelum aku tahu aku kecanduan. Aku terus menyimpannya tapi aku tidak meminumnya!"

Tidak peduli berapa kali Harry berpendapat, tidak ada yang mempercayainya. Faktanya adalah bahwa semua bukti menunjuk satu hal, bahwa Harry memiliki stok ramuan tidur tanpa mimpi dan melihat bagaimana dia sakit, mereka berpikir dia terus meminum ramuan itu. Harry akhirnya menyerah. Perkataannya tidak akan bekerja. tidak ada yang akan mempercayainya.

"Aku harus merawatnya untuk membersihkan ramuan dalam sistemnya, yang mungkin akan membuatnya sakit. Itulah kenapa dia jatuh sakit, karena dia minum banyak ramuan. Akan lebih baik jika dia di sini, dan aku bisa mengawasinya sampai aku bwrhasil mengeluarkan ramuan dari sistem tubuhnya," Poppy berkata kepada Lily.

Harry berharap dia memiliki kekuatan untuk bangun. Kemudian dia bisa hilang begitu saja jauh dari mereka semua. Dia tidak berpikir dia memiliki energi untuk Disapparate.

James dan Lily pergi, tidak sekalipun melirik ke arah Harry. Mereka terlalu marah untuk bisa berkata-kata kepadanya. Dia mencoba untuk tidak membiarkan kekecewaan mereka mengganggunya. Tapi dia melakukannya dan dia membenci dirinya sendiri karena itu. Poppy bekerja di keheningan, menyerahkan botol lain kepadanya. Harry mengambilnya dengan patuh. Segera setelah ramuan masuk ke perutnya, dia minum ramuan lagi yang lain. Dia bahkan tidak mendapatkan kesempatan untuk memperingatkan Poppy. Darah menutupi pakaiannya dan tempat tidur di mana dia duduk.

Poppy tampak ketakutan melihat darah tapi ia tidak mengatakan apa-apa. Ia membersihkan darah dengan jentikan tongkatnya. Harry berbaring, masih batuk dan berusaha untuk mengatur napasnya. Poppy menatapnya tapi tidak memberikan kata-kata kenyamanan. Harry tahu persis apa yang ia pikirkan. Cukup jelas dari ekspresi wajahnya. Poppy berpikir bahwa dia layak mendapatkannya, karena dia telah meminum ramuan setelah diperingatkan.

••••

Poppy lelah pada akhir hari. Dia mencoba untuk memberikan Harry semua yang dia bisa untuk menurunkan demam. Tidak peduli apa yang dia lakukan, Harry terus memburuk. Dia tidak bisa memberikan ramuan kepadanya setiap jam, dan tanpa ramuan, demamnya terus meningkat.

Dia kembali ke cara pengobatan muggle dan menggunakan kain dingin untuk menurunkan demamnya. Harry tidak mengatakan apapun. Ia diam dan menolak untuk menatapnya. Menurutnya lebih baik seperti itu. Dia tidak tahu apa yang bisa dia katakan kepadanya.

Ketika waktu makan malam, Harry tertidur karena demamnya. Poppy terus berada di sampingnya, dia telah memantrai kain untuk tetap dingin tapi dia masih tinggal di sisinya. Dia mendongak untuk melihat Damien dan tiga Gryffindor lainnya berdiri di pintu.

"Dia belum bangun. Dan dia masih perlu istirahat. Kalian lebih baik pergi," dia mengatakan kepada mereka.

Tapi itu tidak mendorong mereka untuk pergi. Sebaliknya, melihat kondisi lemha Harry membuat mereka tetap tinggal dan mereka berdebat dengan Poppy sampai dia menyerah.

"Oh, Baiklah! Jangan sampai membangunkannya," dia memerintahkan. Dia bergegas pergi ke kantornya, membuat secangkir teh yang sangat dibutuhkannya.

Keempat anak itu duduk di sebelah Harry dan berbicara dengan tenang satu sama lain. Mereka tidak tahu harus berpikir apa. Mereka tidak bisa mengerti mengapa Harry membiarkan dirinya terjebak dalam kondisi seperti itu. Di sisi lain mereka tahu bahwa Harry masuh memiliki akal sehat untuk tidak mengambil ramuan. Mereka berbicara dengan tenang, tapi ternyata itu masih membangunkan Harry.

"... aku bertanya-tanya berapa kali dia mengambil ramuan?" kata Hermione.

"Aku tidak berpikir dia meminumnya. Aku melihat dia bangun begitu pagi, bahkan hampir tidak tidur. Kalau dia minum ramuannya, dia akan tidur dengan baik," Ron menjawab. Harry merasa ingin terima kasih padanya.

"Lalu kenapa dia begitu sakit?" Ginny bertanya.

"Aku kacau," kata Harry.

Keempatnya menoleh bersamaan saat Harry membuka matanya dan menatap mereka. Matanya merah dan kau bisa melihat rasa sakit dan demam di dalamnya.

Harry berjuang untuk duduk dan Damien membantunya.

"Aku tidak meminumnya." katanya kepada mereka.

"Kami mempercayaimu." Ron menjawab, meskipun Hermione tampak seperti dia memiliki dua pikiran.

"Apa yang Poppy katakan? Apa yang salah denganmu?" Damien bertanya.

Harry mengatakan kepada mereka tentang tes dan apa hasilnya. Keempatnya tidak bereaksi tapi mereka menjadi pucat.

"... dia berpikir aku masih dalam tahap satu tapi insiden lain seperti ini, dia memperingatkanku kalau hal ini bisa memingkat menjadi tahap dua," Harry selesai.

"Apa kau benar-benar yakin kalau kau tidak meminumnya? Maksudku, kau bisa saja meminumnya beberapa di tengah malam, tanpa menyadarinya sepenuhnya," Hermione menyarankan.

Harry akan mengatakan, menggunakan variasi kata, bagaimana bodohnya perkataan gadis itu tapi kemudian berhenti. Apa yang dia lakukan malam sebelumnya? Dengan sentakan dia menyadari bahwa dia tidak ingat. Dia sama sekali tidak ingat malam sebelumnya. Harry ingat keinginan yang kuat yang dia miliki beberapa malam lalu untuk meminum sedikit ramuan, tapi dia menahannya. Dia tidak minum apapun. Tetapi bagaimana jika iya, di tengah malam, tanpa sadar dia mengulurkan dan mengambil botol? Bagaimana jika dia mabuk? Pikiran itu membuatnya menggigil. Apa benar kekurangan tidurnya membuatnya tidak bisa menyadari tindakannya?

Damien melihat wajah Harry dan bertanya apa yang salah. Harry merasakan dorongan untuk memberitahu mereka tentang ingatannya yang salah. Dia harus memberitahu temannya. Dia harus mengatakannya sebelum dia dipenuhi keraguan.

Mengambil napas gemetar, Harry mengatakan kepada mereka tentang tidak mengingat kejadian tadi malam. Dia mengatakan kepada mereka tentang malam lain yang tidak bisa dia ingat. Dengan upaya besar dan kepercayaan yang dia letakkan pada keempat anak itu, dia mengatakan kepada mereka tentang hubungan antara memori yang hilang dan malam serangan. Segera setelah kata-kata keluar dari mulutnya, dia melihat dengan ngeri reaksi dari keempat temannya.

"Apa yang kau coba untuk katakan?" Ginny bertanya.

"Aku tidak tahu," Harry menjawab. "Aku tidak tahu apa artinya, tapi aku harus mengatakan sesuatu. Aku tidak mengatakan hal ini kepada siapa pun."

"Ap ... apakah kau pernah punya ingatan lain yang tidak kau ingat? Maksudku pada malam tidak ada serangan?" Hermione bertanya. Ia berusaha sangat keras tidak panik. Harry tidak bertanggung jawab atas serangan.

Harry mengangguk kepalanya.

"Kadang-kadang, yeah. Beberapa kali aku terbangun dengan tidak ada ingatan dari malam sebelumnya, dan tidak ada serangan. Seperti hari ini, tidak ada serangan, benarkan?" tanyanya.

Ron menggeleng. Hanya itu yang bisa dia lakukan sekarang. Dia tidak memiliki kekuatan untuk berbicara.

"Jadi, itu hanya kebetulan! Hanya kebetulan anej, Harry," kata Damien. Harry merasa lebih baik. Setidaknya Damien tidak berpikir dia bersalah.

Hermione tampak sangat pucat tetapi mengatakan kepadanya bahwa dia pikir itu kebetulan juga.

"Kami tahu itu bukan kau, Harry. Untuk satu, seseorang akan melihatmu jika kau pergi. Kau tidak bisa Apparate dari Hogwarts ..." Harry melemparkan tatapan khawatir ke Damien. "... dan kedua, orang yang melakukan serangan mengerikan ini telah membunuh anak-anak. Kau tidak akan pernah melakukan itu," Hermione selesai.

Mereka akan terus berbicara tetapi pada saat itu pintu terbuka dan James dan Lily masuk. Mereka tampak jauh lebih tenang daripada sebelumnya, tetapi mereka masih memberi Harry pandangan yang agak kasar.

Keempat remaja bangkit untuk pergi. Mereka tahu bahwa James dan Lily ingin melakukan obrolan pribadi dengan Harry. Anak laki-laki yang sakit itu tidak terlihat seperti dia menantikannya. Tepat saat Damien melewati James, dia berbicara dengan tenang kepadanya, jadi hanya ia yang bisa mendengarnya.

"Dia benar-benar sakit, Dad. Mengingatkanku pada saat dia sakit setelah transfer sihir."

James mendadak menatapnya. Damien melanjutkan, menatap mata James.

"Ingat saat dia mengorbankan sihirnya dan harus kesakitan agar dia bisa menyelamatkan hidupmu? Dia benar-benar sakit saat itu dan dia sendirian. Setidaknya dia memiliki kalian sekarang."

Damien pergi setelah mengatakan itu. Semoga sekarang ayahnya akan lebih baik pada Harry.

••••

Butuh dua hari untuk menurunkan demam Harry. Tidak bisa minum obat apa pun, Harry harus menderita dalam diam. Tidak ada yang bisa dilakukan siapa pun. Akhirnya ketika dia lebih baik, Poppy melepaskannya. Ia, bersama dengan orangtuanya telah berbicara tanpa henti tentang bahaya mengambil ramuan tidur lagi. Harry sudah cukup mendengar. Begitu dia keluar dari sayap rumah sakit, James membawanya ke tempat tinggalnya.

"Kita harus menyelesaikan masalah ini," ia mengatakannya dengan tenang.

"Aku tahu, Dad. Aku tahu semua tentang potensi bahaya mengambil ramuan itu. Aku bersumpah aku tidak akan menyentuhnya," Harry menjawab secara otomatis.

"Tidak, bukan tentang itu. Aku yakin kau sudah mempelajari sesuatu," James menjawab. Sungguh mengerikan melihat Harry sangat menderita.

Harry harus menggigit lidahnya agar tidak mengumpat. Berapa kali dia harus mengatakan dia tidak sengaja mengambil ramuan itu?

"Jadi, apa yang ingin kaukatakan?" Harry bertanya sebaliknya.

"Masalah tidurmu," James menjawab. "Aku sudah bicara dengan Poppy dan dia memberitahuku bahwa satu-satunya cara untuk mengatasi mimpi burukmu adalah membicarakannya."

Harry memandang James dan bertanya-tanya apakah dia serius.

"Kau ingin aku berbicara denganmu tentang mimpi burukku?" dia bertanya.

"Aku tahu ini mungkin aneh ..."

"Mungkin terlihat aneh? Tidak, Dad. Ini benar-benar aneh!" Harry memotong.

"Kau tidak mau berbicara denganku tentang mimpimu?" James bertanya pada Harry.

"Tidak, aku tidak mau," jawab Harry.

"Kenapa?" tanya James.

"Kenapa? Karena tidak ada gunanya berbicara denganmu. Kau tidak akan bisa membantuku. Membicarakannya tidak akan membuatnya pergi." Jawab Harry. 'Dan itu sangat pribadi juga!' dia menambahkan secara mental.

"Oke, bagaimana kalau berbicara dengan seorang profesional, seperti seorang penyembuh pikiran?" James benar-benar tidak ingin menyarankan seseorang seperti Helen, tetapi jika itu akan membantu menyembuhkan Harry, maka dia akan mengambil kesempatan.

Tiba-tiba Harry berdiri, memelototi James.

"Penyembuh pikiran? Kau ingin aku bertemu seorang penyembuh pikiran?" dia bertanya dengan panas.

"Itu bukan ide yang konyol. Mungkin seorang penyembuh akan membantumu," James beralasan.

Harry menatap James dengan terkejut.

"Aku tidak mau bertemu seorang penyembuh pikiran! Aku tidak ... gila!" katanya dengan marah.

"Aku tidak pernah bilang kau ..." James mencoba.

"Kau tidak mengatakannya tapi itu yang kau usulkan!"

"Tidak! Aku hanya berusaha membantumu. Kau sudah melalui begitu banyak hal, dan aku ingin membantumu. Aku tidak bisa mundur dan melihatmu menderita dari hari ke hari."

Harry terus menolak membiarkan James menyuruhnya untuk menemui seorang penyembuh.

"Aku bisa mengatasi masalahku sendiri. Aku tidak akan melihat seorang penyembuh pikiran!" Harry dengan keras kepala membantah.

"Baik, jangan temui. Tapi setidaknya bicara dengan seseorang. Jika kau tidak mau berbicara denganku maka bicaralah dengan orang lain. Bicaralah dengan ibumu, atau Sirius atau mungkin Remus ..."

"Kau tidak mengerti, bukan?" teriak Harry, memotong James. "Aku tidak ingin berbicara dengan siapa pun. Mimpi burukku adalah untukku. Aku tidak akan mendiskusikannya dengan siapa pun. Itu terlalu pribadi!"

James mencoba berargumentasi dengan Harry, tetapi itu sia-sia. Harry sudah memutuskannya.

"Aku menghargai apa yang kau coba lakukan. Tetapi kau harus membiarkanku memikirkan hal ini sendiri," kata Harry setenang mungkin.

"Kau benar-benar tidak mendapatkan apa-apa. Kau terus menderita dan kecuali kau membiarkan seseorang menolongmu, itu hanya akan menjadi lebih buruk," James mencoba menjelaskan.

"Percayalah padaku, itu tidak akan menjadi lebih buruk," Harry bergumam.

Pada saat itu Lily berjalan masuk dan Harry mengambil kesempatan untuk pergi.

Dia menjauh dari James setelah itu dan menghindarinya di kelas Pertahanan, bahkan menolak menatapnya. James mencoba berkali-kali untuk berbicara dengannya, tetapi Harry tidak menyerah padanya.

"Kau tidak bisa menghindarinya selamanya," Damien mencoba.

"Lihat aku," jawab Harry.

Kelimanya sedang duduk di ruang duduk, di kursi mereka yang biasa, meminum butterbeer mereka. Hanya mereka berlima yang tersisa. Ron, Damien, dan Ginny berusaha menghibur Harry. Sangat jelas kalau Harry tertekan tentang bagaimana hubungannya dengan ayahnya.

Hermione menjauhkan diri dari percakapan itu. Dia setuju dengan James bahwa Harry benar-benar perlu berbicara dengan seseorang tentang mimpi buruknya. Tapi ia cukup pintar untuk menjaga pendapat itu untuk dirinya sendiri. Ia belum siap untuk berada di sisi buruk Harry.

"Bicaralah padanya. Dia sudah putus asa untuk berbicara denganmu," Ginny berusaha memberitahunya.

Harry menggelengkan kepalanya. Dia duduk memegang botolnya di tangannya, berusaha untuk meminumnya.

"Harry, apakah kau akan menghabiskannya?" tanya Ron, menunjuk botol kuning di tangan Harry.

Harry menyerahkan botol itu tanpa berkata apa-apa. Hermione memelototi Ron yang tidak melihat kesalahannya.

"Aku akan tidur!" kata Harry setelah beberapa menit.

Begitu Harry pergi, Hermione mulai pada Ron.

"Apakah kau pernah memikirkan hal lain selain makanan!?" dia berteriak.

"Apa? Dia tidak akan menghabiskannya. Mengapa membiarkan butterbeer yang masih enak ini?" bantah Ron.

Damien menghela nafas dan mencoba untuk mengabaikan pasangan yang bertengkar. Ginny memutuskan untuk bergabung dengannya daripada terlibat dengan pertarungan. Keduanya mencoba mengalihkan perhatian mereka dari pasangan yang berdebat dengan membolak-balik buku hitam Damien.

"Kau hanya melebih-lebbihkan tentang semuanya!" Ron memberi tahu Hermione, kesal karena diteriaki.

"Kau luar biasa tidak peka!" Hermione berteriak padanya.

"Maukah kalian berdua diam!" kata Ginny kesal, pada tingkat ini mereka akan membangunkan semua orang di kastil.

"Yang kau pikirkan cuma makanan! Harry begitu kesal tentang situasi dengan ayahnya dan semua yang kau minati hanya minumannya!" Ketika Hermione mengatakan kata 'minum' dia menunjuk ke arah itu. Tangannya menyenggol botol secara tidak sengaja dan botol itu terlepas dari tangan Ron.

Botol itu membentur meja dan isinya tumpah di atas Damien, membasahi bukunya yang saat ini dipenuhi tinta biru.

"Ron!" Damien berteriak, berdiri dan mengambil bukunya bersamanya.

"Oh, Damy! Aku minta maaf!" Hermione meminta maaf. Buku hitam itu benar-benar basah kuyup penuh butterbeer yang lengket.

"Sini, aku akan memperbaikinya," Ron berkata dan mengambil buku itu darinya, sementara Hermione mengeringkan jubah Damien.

"Itu hadiahku dari Harry! Lebih baik tidak bau butterbeer!" Damien mengeluh.

"Tenanglah, bukumu baik-baik saja. Aku hanya akan memberikan mantra kering dan itu akan bagus seperti baru," Ron meyakinkannya. Dia menyerahkan 'Buku Pengetahuan' saat Damien menggerutu dan mulai mengeringkannya.

"Aku benar-benar minta maaf, Damy. Aku tidak pernah bermaksud menjatuhkannya dari tangan Ron. Kupikir pegangannya erat. Mengingat itu satu-satunya hal yang dia minati!" kata Hermione, melempar tatapan tajam ke pacarnya.

Namun Ron tidak menanggapi. Dia berdiri dengan buku yang ada di depannya. Matanya tertuju pada halaman-halaman yang terbuka.

"Ron ...?" Ginny memperhatikan saat mata saudaranya melebar karena ngeri. Ekspresinya menangkap minat dari dua lainnya juga.

"Apa yang salah?" Hermione bertanya, sejenak melupakan argumen mereka.

"Sejak kapan Butterbeer memiliki ramuan Sedare sebagai salah satu ramuannya?" tanya Ron.

Kata-kata Ron membuat mereka semua shock. Mereka bergegas mendekatinya. Ron mengulurkan buku itu di depan mereka. Damien melihat dengan matanya sendiri, bahan untuk membuat butterbeer memiliki daftar bahan yang salah satunya Ramuan Sedare.

"Apa ... apa ini?" Ginny bertanya, suaranya gemetar.

Hermione meraih buku itu dan memandangi halaman, seolah mencoba memahami apakah tulisan itu benar-benar ada atau mereka hanya membayangkannya. Ramuan Sedare, ada ramuan Sedare di butterbeer!

Ron langsung pergi ke lemari memegang butterbeer dan mengeluarkan botol lain. Dia melemparkan mantra kering pada buku, membuat halaman menjadi kosong. Dia menjatuhkan beberapa tetes ke dalam buku dan menyaksikan garis-garis mulai muncul di halaman yang berlawanan. Seperti dugaannya, botol ini tidak dibubuhi ramuan Sedare.

"Apa yang sedang terjadi?" Damien bertanya, merasa menggigil karena ketidaknyamanan berlari di tulang belakangnya.

"Sudah jelas bukan?" Hermione menjawab, melihat buku itu. "Seseorang sedang memainkan Harry."

Tidak ada yang bisa menemukan sesuatu untuk dikatakan sebagai tanggapan atas hal itu. Hermione mengambil botol yang tumpah dan memeriksanya dengan hati-hati.

"Ini adalah minuman Harry. Harry seharusnya meminumnya, bukan Ron." Dia mengatakan kepada mereka dengan suara khawatir.

"Itu gila! Kenapa seseorang melakukan hal seperti itu?" Ginny bertanya, ketakutannya tidak membiarkan dia mempercayai Hermione.

"Kurasa kita tahu jawabannya, Ginny," kata Ron.

Damien mendiamkan mereka dan mengeluarkan tongkatnya. Dia melemparkan mantra Silencio di sekitar ruangan, siapa tahu ada yang bangun dan menguping. Kelompok itu duduk berdekatan, mata tertuju pada wajah satu sama lain.

"Oke, mari kita lihat ini dengan semua fakta," Hermione memulai.

"Harry terus menyimpan butterbeer untuk dirinya sendiri karena dia tidak suka yang dingin. Semua orang tahu itu. Sehingga sangat mudah untuk meracuni minumannya," dia berpikir sejenak sebelum menatap Ron.

"Bisakah kau membawa botolnya ke sini?"

Ron mengambilnya dan menjatuhkan beberapa tetes ke dalam buku. Tulisan Ramuan Sedare tidak tertulis di sana.

"Aku benar. Siapa pun itu tidak ingin racun ada di setiap botol. Harry dengan mudah akan curiga," Hermione melanjutkan.

"Bagaimana ia curiga?" Ron bertanya.

"Pikirkan saja! Jika Harry jatuh ke dalam tidur setiap kali ia meminum beberapa butterbeer, maka ia akan dengan mudah mencari tahu bahwa ada sesuatu di dalamnya. Selain itu, apakah kau ingat ketika ia pertama kali memberimu buku, Damy? Dia mengujinya dengan butterbeer. Buku menunjukkan bahan dari butterbeer dan tidak ada ramuan sedare di dalamnya yang membuktikan bahwa tidak setiap botol beracun. Siapapun orang ini, sangat sering meracuni botolnya." Hermione menyimpulkan.

"Ingatan Harry yang hilanh!" Damien seru tiba-tiba. "Hermione, itu dia! Itu sebabnya beberapa ingatan Harry hilang. Setiap kali dia minum butterbeer yang dibubuhi sedare, ia jatuh ke dalam tidur nyenyak dan itulah kenapa ia tidak ingat malam sebelumnya!"

"itu masuk akal." Ron tambahnya.

"Sedare berbeda dari ramuan tidur tanpa mimpi. Ramuan tidur membuat kau tidur tanpa mimpi hampir seketika. Tapi sedare tidak. Butuh waktu cukup lama untuk bekerja dalam tubuhmu. Tergantung pada dosis dan kekuatan dari ramuan, itu bisa mengambil antara setengah jam atau empat jam untuk tertidur." Hermione menatap Ron dengan kasih sayang.

"Apa? Aku membacanya dalam ramuan buku yang profesor Potter berikan padaku," jelasnya.

"Oke, jadi itu berarti bahwa ingatan Harry yang hilang memberitahu kita tentang efek ramuan," Damien meringkas. "Harry tidak ada hubungannya dengan serangan Dark Prince. dia tidak terhubung sama sekali." Damien harus mengakui bahwa berita itu membawa banyak harapan.

"Tapi Harry bilang kalau ingatannya hilang saat serangan terjadi. Itu berarti bahwa peracun minuman itu tahu bahwa serangan akan terjadi dan itulah sebabnya mereka meracuni minuman pada orang-orang tertentu ketika malam," Hermione mengatakan pikirannya dengan keras.

Kata-katanya diikuti oleh keheningan. Kata-kata Hermione memiliki dampak yang jelas pada keempat anak lainnya.

"Oh Tuhan!" Ginny berseru. "Seseorang di Hogwarts membantu Dark Prince! mereka memastikan Harry keluar dari jalan, sebelum serangan terjadi. Mereka mencoba untuk membuat seolah itu Harry yang menyerang!"

"Atau mereka mencoba untuk membuat Harry mempertanyakan tindakannya. Ia tidak ingat malam dari serangan, membuatnya meragukan dirinya sendiri. Ingat, Harry mengatakan kepada kita bahwa beberapa kali ia terbangun tanpa ingatan di malam sebelumnya tapi tidak ada serangan. Yang sangat jelas sengaja membuat dia berpikir kalau dia kehilangan pikirannya. Mereka mencoba untuk membuatnya gila," kata Hermione cemas.

Kebenaran daru pernyataannya membuat semuanya meneguk ludah mereka diam-diam karena takut.

"Apakah kalian sadar siapa pun orang ini yang membantu Dark Prince, mereka harusnya dari Gryffindor," kata Damien tenang setelah beberapa menit.

Keempatnya menatapnya shock.

"Siapa yang di Gryffindor ingin menyakiti Harry?" Ginny bertanya, terkejut pada asumsi tersebut.

"Well, tunggu," kata Ron mengejek. "bagaimana tentang seseorang yang masih belum mengakui kehadiram Harry. Satu-satunya orang yang secara terbuka membenci dia!"

Hermione tampak bingung menatap Ron sebelum dia mengerti apa yang Rin siratkan.

"Ron! Kau tidak bisa menyalahkan Neville! Dia tidak akan melakukan sesuatu seperti ini. Dan dalam hal apapun, kau tidak punya bukti!"

"Aku punya semua bukti kubutuhkan. Kami satu kamar bersamamya. Ia punya akses yang lebih baik dari orang lain."

"Aku tidak berpikir itu Neville," Hermione berpendapat.

"Aku tidak berpikir siapapun itu dari Gryffindor." Ginny tambahnya.

"Tidak. Gryffindor adalah satu-satunya yang memiliki akses rak butterbeer di sini. Dan itu jelas bahwa botol diracuni pada malam-malam tertentu. Itu berarti bahwa orang harus memiliki akses reguler. Pasti Gryffindor. Tidak ada orang lain yang bisa mendapatkan akses ke butterbeer," Hermione menyimpulkan.

"Tidak juga," kata Ron, wajahnya merah menekan kemarahan. "Ada anak Slytherin yang tahu kata sandi kita."

Damien merasa hatinya mengecil di dadanya. Tidak mungkin Malfoy! Ia teman Harry. Ia membenci mereka tapi ia tidak akan menyakiti Harry. Setidaknya, itulah yang dipikirkan Damien.

"Ron, Draco adalah teman Harry. Kenapa ia menyakitinya?" Ginny bertanya.

"Kenapa? Mungkin karena ia tidak lebih dari kotor Boneka Pasir. Malfoy tidak membantu Harry karena ia ingin. Ia harus membantunya, profesor Dumbledore dan Snape membuatnya membantu. Dan jangan lupa, karena Harry membunuh Voldemort, Lucius Malfoy melarikan diri. Dari apa yang kudengar, Narcissa dan Draco mengalami kesulitan uang karema Departemen telah mengambil lebih dari segala sesuatu. Bukankah itu mungkin bahwa Malfoy menyesali menjadi teman Harry? Atau yang mungkin lagi karena dia gila dengan rasa iri? Setelah semua, ia kehilangan ayahnya dan keluarganya. Sedangkan Harry mendapat keluarganya kembali dan memiliki kehidupan yang nyaman. mungkin Draco melihat kesempatan untuk membalas dendam dan mengambilnya," Ron tampak cukup yakin bahwa Draco adalah pelakunya.

"Aku tidak tahu, Ron. Tampaknya tidak mungkin kalau Draco akan menyerang Harry seperti ini. Mereka telah berteman sejak anak-anak," kata Hermione.

Dia membenci Slytherin, tapi dia bisa mengenali loyalitas Draco pada Harry. Namun, Ron tidak bisa.

"Hermione, dia bukan tipe sahabat sejati. Dia tidak tahu apa itu teman! Dan dalam kasus jika kau ingat dengan benar, serangan ini dan ingatan Harry yang hilang baru terjadi ketika Malfoy kembali. Kita bertemu beberapa Minggu sebelum Pesta Natal. itu adalah malam dari serangan pertama. Dan Harry terlambat datang ke Pesta karena ia bertemu dengan Malfoy," Ron mengumumkan.

"Bagaimana kau tahu itu?" Ginny bertanya, terkejut.

"Harry bilang padaku," Ron menjawab. "Malfoy bisa dengan mudah meracuni minuman Harry setelah ia pergi untuk menemui Ginny. Dan hari itu aku melihatnya di sini, ia berdiri di samping rak, melihat botol. Ia bahkan mengambil satu, ingat. Ia bertanya yang mana botol Harry. Dan kita benar-benar menunjukkan kepadanya! Kita mengatakan kepadanya bahwa minuman Harry berada di bagian bawah rak, jauh dari mantra pendingin yang telah dipasang Hermione. Begitulah Malfoy tahu mana yang harus diracuni."

Ron memiliki tampilan kemenangan di wajahnya.

"Aku tidak tahu, Ron. Mungkin itu kebetulan," Damien mengatakan masih tidak bisa memikirkan Draco sebagai musuh Harry.

"Lihatlah buktinya, Damy! Setiap kali ada serangan, Malfoy berada di sekitar kita. Pesta Natal, Malfoy bersama Harry, Bahkan mungkin di ruang rekreasi. serangan kedua adalah malam kita kembali dari liburan, Malfoy telah resmi kembali. ia bisa menyelinap masuk dan meracuni minuman kita sebelum kita semua tiba. Bahkan malam-malam sekarang, Malfoy bisa menyelinap masuk dan meracuni minuman di tengah malam karena ia tahu kata sandinya! Itu masuk akal."

Damien tidak ingin percaya, tapi itu memang masuk akal. Tapi dia tidak akan sepenuhnya percaya sampai mereka memiliki semacam bukti. Tiba-tiba Ginny terkesiap dan menutupi mulutnya. Mata cokelatnya dipenuhi air mata.

"Ginny?" Damien bertanya, melihatnya penuh perhatian.

Ginny menurunkan tangannya dan menatap mereka, nyeri jelas terlihat di mata cokelatnya.

"Harry benar." bisiknya. "Harry menceritakan kebenaran, dia tidak minum ramuan tidur. Ia yakin dia tidak minum, tapi kita meyakinkannya bahwa ia pasti telah mengambil beberapa di tengah malam. Dan kita semua minum butterbeer malam sebelumnya yang menjadi alasan mengapa ia jatuh sakit. Ingat, Harry mengatakan kepada kita bahwa Poppy mengatakan ada jejak ramuan tidur di darahnya? Bukan ramuan tidur tanpa mimpi, pasti itu ramuan sedare! Tes hanya menunjukkan bahwa ada ramuan tidur dalam sistemnya, tapi tidak menunjukkan jenis ramuan macam apa itu. Tidakkah kalian lihat? Tak satu pun dari ini adalah kesalahan Harry. Dia tidak overdosis ramuan tidur. Ia sangat berhati-hati dengan dosis, sama seperti yang selalu ia katakan. Kecanduannya bukan karena adanya ramuan tidur tanpa mimpi, tapi karena adanya ramuan sedare yang dicampur dengan butterbeer! Itulah yang menyebabkan overdosis dan menyebabkan ketergantungan! Dia menderita sekarang karena orang yang membubuhi minumannya."

Keempatnya tampak pada ingin menangis. Ini bukan hanya lelucon. Ini serius. Kesehatan Harry dipengaruhi oleh seseorang yang memainkan permainan sangat berbahaya.

"Kita harus memberitahunya!" Ginny meneruskan.

"Ia harus tahu," Ron bangkit dan menuju ke arah rak, mencabut tongkatnya.

"Apa yang kau lakukan?" Hermione bertanya saat Ron mengangkat tongkatnya.

"Menghancurkan seluruh botol-botol ini," kata Ron.

"Kau tidak bisa," Hermione menyatakan dengan tegas.

Ron menatapnya.

"Hermione, ini adalah benda yang digunakan untuk menyakiti Harry. Kita harus menyingkirkannya sehingga Harry tidak dibius lagi," Ron menjelaskan.

"Coba pikirkan!" Hermione mendesis padanya. "Jika kita menghancurkan ini semua, kita menunjukkan kalau kita tahu tentang sedare. Kita tidak tahu siapa yang ada di belakang ini, Ronald! Kita tidak tahu. Kita tidak bisa menuduh kalau itu Malfoy! Tidak tanpa bukti!" tambahnya ketika dia melihat Ron membuka mulutnya untuk berdebat.

"Jadi apa yang kaurencanakan? Kita diam di sini, melihat Harry terus dibius?" Damien meminta marah.

"Tentu saja tidak! Kita tidak akan membiarkan Harry datang mendekati botol, tetapi kita tidak bisa menyingkirkannya juga. Tidak sampai kita mencari tahu siapa di belakang ini. Siapa tangan kanan Dark Prince? jika Kita menyingkirkan ini sekarang, orang itu akan menemukan cara lain untuk membuat Harry terbius. Dan tanpa mengetahui siapa yang sedang mencoba untuk menyakiti Harry, kita tidak akan bisa melindunginya. Kita harus lebih bijaksana, jika kita memiliki kesempatan untuk menangkap orang ini, maka kita mungkin bisa tahu tangan kanan Dark Prince juga."

Damien bisa merasakan hatinya berdebar cepat pada rencana ini. Hermione benar. Mereka harus menangkap orang ini. Gagasan bahwa orang ini berada di sekolah, atau bahkan lebih mengkhawatirkan, di Gryffindor itu sangat menakutkan.

"Tapi Harry harus menjauhi butterbeer. Kita akan memberitahu dia, kan?" Ginny bertanya, mencerna kata-kata Hermione.

"Kupikir kita tidak harus memberitahunya," Hermione berkata pelan. "Kupikir jika dia tahu kalau dia dibius dan tahu kesehatannya teramcam karena hal itu, dia akan mencari orang itu dengan caranya sendiri."

"Dan kupikir tidak baik menyembunyikan sesuatu yang besar seperti ini darinya. Pikirkanlah, bagaimana reaksinya jika ia tahu kita menyembunyikan ini darinya?" Ginny berdebat.

"Ginny, kupikir Hermione benar," kata Damien. Ginny berbalik untuk melihatnya dengan terkejut. "Mum mengatakan kepadaku bahwa ketika Harry pertama kali ditangkap oleh Orde, ia takut Moody akan memberikan beberapa tetes veritaserum, jadi dia menolak untuk makan atau minum apa saja selama tiga hari, termasuk ramuan yang dimaksudkan untuk menyembuhkannya. Ia sampai sakit tapi tidak bersedia untuk makan apapun karena tidak mau dibius. Pikirkanlah apa yang akan terjadi jika ia tahu tentang hal ini," Damien tidak ingin Harry menjadi paranoid tentang segala sesuatu. Di dalam dirinya, dia takut Harry mungkin meninggalkan Hogwarts jika ia tahu ia sedang dibius. Dia akan mengerti jika Harry melakukannya, ia memiliki hak untuk pergi tapi dia tidak tahu bagaimana untuk bertahan hidup tanpa Harry.

"Kita tidak bisa tidak memberitahu dia! Itu hanya akan menambah kesulitan," Ginny berdebat.

"Kita akan memberitahunya. Kita akan memberitahunya setelah kita telah menangkap orang yang bertanggung jawab. Kita akan memberitahu Harry segalanya," Hermione meyakinkannya.

"Aku tidak tahu. Aku tidak suka menjaga hal-hal dari Harry, terutama sesuatu sebesar ini!" kata Ginny dengan gugup.

"Sangat baik untuknya tidak tahu dulu. Kita tidak bisa membuat pelakunya pergi. Jika Harry, atau Mr dan Mrs Potter tahu, mereka akan membuatnya jelas bahwa mereka tahu tentang ramuan sedare. Kesempatan kita dalam penangkapan tangan kanan Dark Prince ini akan hilang. Ini benar-benar serius dan kita harus sangat berhati-hati untuk tidak membuatnya berantakan" kata Hermione.

Ginny tidak terlihat senang, tapi dia harus setuju. Mereka semua paham bahwa ini adalah satu-satunya rencana mereka.

"Jadi bagaimana kita akan menangkap orang ini?" Ron bertanya.

Hermione mengkerutkan alisnya. "Aku akan memikirkan sesuatu. Pada saat ini, semua orang mengawasi Harry."

"Aku masih yakin kita harus memberitahu Harry segalanya," kata Ginny lagi.

"Ginny, percayalah. Lebih baik dengan cara ini. Setelah kita mendapatkan orang yang bertanggung jawab, kita akan menemui Harry dan menceritakan segalanya. Kemudian Harry bisa mengurusi orang itu dengan caranya sendiri," Hermione menjelaskan.

"Harry akan memilikinya dengan segera," kata Ron dengan pandangan marah.




To be Continued ~

A Part Of Me ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang