Maaf aku seasikan liburan jd lupa mau up, hehe dimaafkan ya.
3 bulan berlalu setelah duka yang menimpa keluarga Jeon lebih tepatnya Jeon Jungkook, semua memang tidak baik-baik saja, tapi mereka berusaha keras dan memang harus menjalani kehidupan, karena memang yang hidup pasti mati, tu memang hukum alam yang mutlak tidak bisa diganggu gugat.
Dan dua hari lagi akan diadakan pesta pernikahan Seokjin dan Namjoon, sesuai dengan pesan Jungkook satu bulan yang lalu, Hoseok menerima dengan lapang dada, dan keputusan ini tidak ada yang menentang meski dari keluarga Hoseok, mereka sadar karena keegoisan merekalah Namjoon yang memang tidak mencintai Hoseok yang dipaksa menikahinya, akhirnya selingkuh dibelakangnya, juga Hoseok memang mewarisi sifat yang sangat baik dari kedua orang tuanya, jadi tidak sulit untuk meminta restu.
Hoseok memang berhati malaikat, buktinya dialah yang mengurusi semuanya, meski pesta itu hanya dihadiri keluarga besar tapi Hoseok merancang pesta itu agar sangat meriah, tidak ingin kalah dengan pesta pernikahannya dulu bersama Namjoon.
Mungkin hanya ada beberapa orang di dunia ini yang berhati malaikat sepeti Hoseok, bahkan yang nulis dan yang baca ff ini tidak akan pernah sudi jika nanti suami nikah lagi, wkwkwkk
Seokjin adalah orang yang merasa bersalah, tidak bisa dipungkiri jika dia senang bisa menikah dengan Namjoon, karena memang itu adalah impiannya dulu sebelum ditinggal pergi oleh Namjoon, dan benih cinta itu masih tertanam kuat dihatinya, tapi biar bagaimanapun dia merasa menjadi orang yang sangat jahat kepada Hoseok, orang yang berhati malaikat, yang mau menerima seorang pelakor sepertinya, bukan bukan, bukan pelakor, Seokjin bukanlah pelakor, dia hanya korban kebejatan lelaki, bukan bukan, Namjoon bukan lelaki bejat, hanya saja dia sedang hilaf dulu.
Seokjin memang langsung pingsan selama 2 hari, setelah apa yang menimpa Jungkook, menyaksikan sendiri anak semata wayangnya tidak bernafas lagi, dia sungguh tidak kuat dengan kenyataan yang ada, jika boleh dia ingin sekali menyusul Jungkook, dia hanya takut Jungkook sedirian disana, dia tidak ingin hidup sendiri tanpa Jungkook disisinya, percuma dengan adanya Namjoon atau siapapun, karena yang dia butuhkan bukan mereka, tapi Jungkook anaknya.
Jika bukan karena Jungkook, dia sudah bunuh diri setelah mendapat penolakan dari keluarganya 15 tahun lalu, hanya karena Jungkook, demi Jungkook dia rela bekerja menjadi tukang cuci piring dalam keadaan hamil dan dengan upah yang hanya cukup untuk makan dan susu ibu hamil, meski dia tidak memiliki apapun dia rela bekerja keras agar gizi Jungkook yang masih berbentuk janin terpenuhi, dia rela tidur di gudang warung makan tempat dia bekerja, yang penting dia tidur di tempat tertutup dan beratap.
Jungkook adalah segalanya, apapun untuk Jungkook, dia sangat ingat saat dia nekat menerjang hujan lebat karena Jungkook yang terkena infeksi pernafasan saat berumur setahun, dia hanya memayungi Jungkook dengan kresek, bahkan membeli payungpun dia tidak mampu, dia berlari menuju rumah sakit terdekat yang ternyata jaraknya sangat jauh, apalagi dia tidak memakai alas kaki karena terlalu panik dia melupakan segalanya, meski begitu dia sangat beruntung karena bos dia bekerja suka rela membayar perawatan Jungkook, karena kegigihan Seokjin dalam bekerja.
Hidup itu butuh perjuangan, siapa yang sangka jika Seokjin sang pemilik kafe kaya raya dulu hanyalah tukang cuci piring, dia merintis semua dari awal, dan usaha tidak memang pernah menghianati hasil, buktinya saat ini dia hidup enak.
Tapi semua itu tidak ada gunanya jika dia hidup tanpa Jungkook, 14 tahun dia hidup bersama Jungkook, Jungkook adalah nafasnya, bagaimana dia bisa menyambung kehidupan jika nafasnya saja tidak ada bersamanya, jiwa tanpa raga.