Prolog.

4.1K 101 1
                                    

Tahun ajaran baru, membuat Salma Amanda berpenampilan seperti saat ini. Memakai kaus kaki panjang dengan warna yang berbeda, mengalungkan potongan kardus dilapisi karton bertuliskan nama dan fotonya yang terpampang besar. Membuatnya menahan malu selama perjalanan dari rumahnya menuju Sekolah Menengah Kejuruan yang mayoritas penduduknya adalah wanita dan terletak di tengah kota Bandung.

Ya, gadis itu akan memulai ospeknya hari ini.

Begitu turun dari angkutan kota yang mengantarkannya, Salma diam untuk beberapa saat. Memandang sekolah barunya dengan harapan bisa segera menemukan teman baru. Helaan nafas panjang Salma terdengar begitu berat. Setelah meyakinkan dirinya bahwa dia bisa, Salma mulai melangkahkan kaki meski pandangannya tak pernah terlepas dari sepatu barunya.

Salma berdiri di pojok lapangan, tersenyum melihat bagaimana sibuknya orang-orang menemukan teman lamanya atau bahkan teman baru. Pandangannya menetap, memperhatikan satu sosok pria yang membuatnya jatuh cinta layaknya dia mencintai senja. Meski pada pandangan pertama dan dia hanya jatuh pada pesona pria itu, entah setan apa yang membuat Salma begitu yakin bahwa kelak, mereka akan bersama.

"Hahaha, apaan sih ngaco" batin Salma berkata setelah sadar, membuatnya tersenyum sendiri.
Pada tempatnya, pria itu tersenyum.
Ya tentu saja bukan untuk Salma. Tapi berpengaruh begitu hebat pada gadis yang berdiri di pojok lapangan itu.

Filosofi SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang