Twenty Four

1.3K 180 1
                                    

Dentingan suara dari permainan piano itu, membuat Ny. Park yang saat itu masih dalam tidurnya sedikit terganggu. Kini kedua matanya perlahan terbuka sembari melirik ke arah jam yang berada di atas meja nakas.

"Siapa yang bermain piano sepagi ini?"

Ia melirik ke arah sang suami, yang masih tenang dalam tidurnya. Pun dengan dirinya yang memilih untuk beranjak dari atas tempat tidur, mencari dimana asal suara dentingan piano itu sepagi ini.

Langkahnya terhenti, ketika melihat siapa yang memainkan piano sepagi ini. Dengan perlahan, kembali melangkah dan pandangan yang tak pernah lepas dari sang putra disana yang tentu saja belum mengetahui keberadaannya.

Wanita itu hampir saja menangis ketika melihat Jimin saat ini. Entahlah, ia bahkan tak berpikir bagaimana bisa Jimin turun dari kamarnya dan berada disini. Memainkan piano dengan begitu indahnya.

Tapi satu hal yang ia tahu, bahwa putranya perlahan kini telah kembali.

Jimin mengakhiri permainan pianonya, dan memberikan senyumnya ketika pandangannya menatap pada sang Ibu disana.

"Kenapa eomma hanya diam saja disana? Biasanya ada suara tepukan tangan untukku."

Ada senyum di wajah Ny. Park, memberikan sebuah tepukan tangan sembari mendekat kepada Jimin disana. Setelahnya, memberikan sebuah kecupan di keningnya.

"Selamat ulang tahun, eomma."

Ny. Park tampak terkejut di awalnya. Namun ia benar-benar senang ketika ucapan selamat ulang tahun itu terucap dari sang putra.

"Tuhan, eomma bahkan melupakan ulang tahun eomma sendiri."

"Aku sudah tahu jika eomma pasti melupakannya lagi. Maaf, tapi aku tak menyiapkan hadiah apapun untuk eomma tahun ini. Jadi kurasa, memberikan kejutan eomma di pagi hari dengan bermain piano tidak apa. Eomma menyukainya?"

Ny. Park tak perlu memikirkan dua kali untuk menganggukkan kepalanya, dengan bulir airmata yang kini mulai membasahi pipinya.

"Jika eomma menyukainya, kenapa eomma menangis?"

Ny. Park hanya tertawa pelan, mulai menghapus airmatanya dan mengambil tempat kosong di samping Jimin.

"Eomma menangis bahagia, sayang. Dan juga, kau tak perlu meminta maaf karena kau tak menyiapkan hadiah untuk eomma. Dengan kau selalu sehat dan ceria, itu adalah hadiah yang paling berharga yang pernah eomma terima."

Ibu dan anak itu tengah berbahagia saat ini. Dengan sang putra yang kini menyandarkan dirinya pada bahu sang Ibu.

"Eomma, terima kasih. Sudah menjadi ibu bagiku, selalu mendukung apa yang ku kerjakan, dan selalu berada di sampingku setelah kecelakaan itu. Mulai sekarang, aku tak akan menjadi putramu yang selalu merepotkanmu, dan menjadi Jimin yang selalu eomma rindukan, ceria dan selalu tersenyum."

"Kata-kata itu tidak harus kau ucapkan, sayang. Semua ibu pasti menginginkan anak-anaknya selalu bahagia. Eomma senang, jika putra eomma perlahan menjadi seperti dulu lagi."

Untuk beberapa detik setelahnya, tak ada lagi yang berbicara di antara keduanya. Hingga suara Ny. Park kini memecah keheningan di antara keduanya.

"Tunggu dulu. Bagaimana bisa kau turun dari kamarmu?"

Jimin hampir saja mengeluarkan tawanya, mendengar suara panik dan juga terkejut dari Ibunya.

"Tentu saja dengan itu." Ucapnya menunjuk pada kedua tongkat penyangga yang ia letakkan tak jauh dari keduanya.

her ❌ jimsooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang