Fourteen

1.5K 250 16
                                    

Jimin menghentikan dirinya. Melihat Jisoo disana yang terduduk di kursi ruang tunggu rumah sakit. Pemandangan itu ternyata tertangkap oleh Ny. Park. Menepuk bahu Jimin dan membuat pria itu kini menatap pada Ibunya dengan tatapan bingung.

"Ucapkan terima kasihmu. Jisoo sudah menemani kita berdua bahkan menunggu untuk terapimu hari ini."

"Aku tak pernah menyuruhnya untuk menemaniku."

Ny. Park nampak sedikit terkejut disana. Aneh menurutnya. Karena Jimin kali ini seperti kembali pada dirinya. Dirinya yang dulu selalu saja bersikap dingin dan seolah tak perduli dengan sekitarnya.

Namun Jimin tak terlalu memperdulikan tatapan Ibunya. Kini memilih untuk berjalan lebih dulu. Bahkan langkahnya melewati Jisoo yang beranjak dari duduknya.

Sementara Jisoo semakin dibuat bingung dengan sikap Jimin yang melewatinya begitu saja sebelum ia bisa menyapanya. Gadis itu memasang wajah kesalnya. Berjalan dengan cepat dan kini telah berdiri dihadapan Jimin. Membuat pria itu hanya menghela napasnya melihat Jisoo dihadapannya.

"Minggir. Kau menghalangi jalanku."

"Ada apa denganmu? Kenapa kau bersikap seperti ini lagi padaku?"

"Memangnya ada apa diriku? Aku merasa aku seperti ini. Baik-baik saja dan tidak berubah sekalipun."

"Kau menyebalkan. Setidaknya, katakan padaku apa sebenarnya yang terjadi. Apa aku berbuat kesalahan padamu? Kenapa kau menjadi seperti ini?"

Pria itu mendecih mendengarnya. Sedikit menambah jaraknya dengan Jisoo agar lebih dekat.

"Apa kita mempunyai sebuah hubungan sehingga aku harus menceritakan semuanya padamu?"

Jisoo kembali harus dibuat tertegun setelah mendengar itu semua. Bahkan tanpa ia sadari, satu tangannya sudah terkepal. Entah apa arti dari kepalan tangan itu.

Ia menghela napasnya sejenak. Memasang sebuah senyuman yang terlihat memaksakan.

"Baiklah. Maaf karena mengganggu waktumu, Tuan Park Jimin."

Jisoo tak tahu lagi harus berkata apa. Dengan masih memasang wajah kesalnya, ia berlalu begitu saja. Bahkan tak memberi pamit pada Ny. Park disana yang hanya bisa melihat kepergian Jisoo. Sama halnya dengan Jimin yang sama sekali diam dan tak menahan kepergian Jisoo.

"Apa yang kau lakukan tadi? Kau menyakitinya, Jimin."

Jimin tak terlalu memperdulikan omelan Ibunya. Hanya kini membawa dirinya bersama kedua tongkat penyangga miliknya berjalan kembali lebih dulu di depan Ibunya. Sementara sang Ibu hanya bisa menghela napasnya. Menyusul langkah sang putra di depan sana.

.

.

Langkahnya begitu cepat. Tidak, ia tak ingin berlari. Namun satu bulir airmata yang turun tanpa ia suruh, membuatnya menghentikan langkahnya. Menghapus airmata sialan itu. Tapi, ia sendiri bahkan tak bisa menahan airmata lainnya. Dan lagi, ia menghapusnya dengan kasar.

"Sial, untuk apa aku menangis? Dia memang benar. Aku tak memiliki hubungan apapun dengannya."

Jisoo kembali ingin menambah langkahnya. Namun yang ada, ia kembali menghentikan dirinya. Saat ucapan Jimin beberapa saat yang lalu masih terngiang di pikirannya.

Ia benar-benar tak perduli dimana keberadaannya saat ini. Tak perduli dengan tatapan orang-orang yang menatapnya yang kini sudah berlutut di tepi jalan itu. Menangis tersedu, lalu menghapusnya dengan cepat.

"Kenapa hiks dia sangat hiks jahat sekali?"

Kini ia merunduk. Menyembunyikan wajah menyedihkannya.

her ❌ jimsooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang