Eight

1.8K 280 28
                                    

"Lisa, terima kasih. Kau memang sahabat terbaikku."

Lisa hanya menghela napasnya. Pun dengan Jisoo yang kini melepaskan pelukannya pada gadis itu sebelum menyentuh kedua pipi chubby milik gadis Manoban.

"Bisakah kau tak selalu kabur jika berhadapan dengan Taehyung?"

Jisoo seketika itu pula memberengut. Mendengar nama itu saja bahkan gadis itu tak senang.

"Jangan lagi sebut namanya. Itu membuat telingaku perih. Lagipula, kenapa kau membelanya?"

"Aku tak membela siapapun. Tapi aku merasa, jika kau perlu mendengarkan penjelasan dari Taehyung. Tapi aku juga tak menyalahkan dirimu karena kau begitu membenci Taehyung. Karena aku pun pasti akan memiliki reaksi sama sepertimu. Aku hanya tak ingin ada permusuhan dan saling benci. Bicarakan secara kepala dingin. Kesampingkan emosimu. Dan hasil akhirnya, tetap pada dirimu."

Jisoo terdiam. Dalam hati membenarkan ucapan Lisa. Namun ego-nya seolah memenangkan dirinya saat ini. Memilih untuk mengalihkan pandangannya saat ini terhadap Lisa.

"Aku pulang. Kau bilang kau ada kencan, kan? Kau berhutang cerita pada aku, Jennie dan Rose. Besok, di tempat biasa. Aku akan panggil Jennie dan Rose juga."

Lalu Lisa mendekat. Menepuk pelan bahu Jisoo. "Semoga berhasil dengan kencanmu."

.

.

Jisoo kembali melirik pada penampilannya melalui cermin kecil yang ia bawa sebelumnya. Tersenyum karena sudah merasa puas sebelum akhirnya memasukkan kembali cermin tersebut pada tas kecil yang ia bawa.

Tangannya baru saja akan menekan bel rumah dihadapannya. Namun pintu di depannya telah terbuka. Menampakkan seorang pria yang memang ingin ia temui dan memberikan senyumnya pada pria itu.

"Hey, kau tau jika aku akan datang?"

"Jangan percaya diri dulu. Aku hanya disuruh oleh ibuku untuk datang langsung padamu."

Jisoo memberengut kesal. Pria itu tetap saja sama menyebalkannya. Walaupun begitu, Jisoo tak pula membencinya. Apalagi, mengingat jika hari ini mereka berdua akan kembali keluar bersama. Sudah seperti sebuah kencan.

"Jisoo..."

"Hmm?"

"Kau bisa menyetir?"

"Huh? Menyetir? Ya, tentu saja. Aku bahkan baru saja mendapatkan lisensi berkendaraku."

"Bagus jika begitu."

Dan Jisoo sedikit terkejut. Beruntung karena dia memiliki kegesitan yang bagus. Menangkap dengan mudahnya sebuah kunci mobil yang Jimin lempar padanya.

"Kau yang menyetir." Dan berlalu begitu saja meninggalkan gadis itu yang masih bergeming di tempatnya. Menatap pada kunci mobil di tangannya.

"Cepatlah. Kita tak punya banyak waktu."

Dan teriakan itu membuat Jisoo tersadar dari keterdiamannya. Menatap pada Jimin disana yang berusaha untuk masuk ke dalam mobil. Membuat gadis itu memilih untuk membantu pria itu lebih dulu. Sebelum akhirnya ia beralih menuju kursi kemudi.

"Y-Ya, kau yakin menyuruhku untuk menyetir? A-Aku bisa saja mencelakaimu. Lagipula, aku juga tidak yakin dengan kemampuanku. Kenapa tak pakai supir saja?"

"Tidak perlu supir. Lagipula," menatap pada Jisoo dan memberikan senyum tipisnya. "Aku hanya ingin pergi berdua saja denganmu. Bukankah itu janjiku padamu?"

Jisoo tertegun disana. Memilih untuk mengalihkan pandangannya sembari menyelipkan helaian rambutnya pada telinganya. Paling tidak untuk menyembunyikan kegugupannya saat ini.

"K-Kau mau kemana?"

"Ja, biar ku ingat-ingat dulu perkataan eomma. Menurutmu, dimana tempat kencan terbaik, hmm?"

"Kenapa kau bertanya padaku? Kau yang akan mengajakku keluar, bukan?"

"Hmm, kalau begitu, bagaimana jika taman bermain? Bukankah kau bilang padaku jika kau tak pernah keluar kemanapun?"

Wajah gadis itu seketika berbinar. Taman bermain? Oh, itu adalah keinginan Jisoo dari dulu. Dan tak menunggu waktu yang lama bagi Jisoo kini untuk menghidupkan mesin mobil.

"Kau tunjukkan jalannya."

Jimin hanya tersenyum melihat bagaimana antusiasnya Jisoo saat ini. Rasanya sangat menyenangkan membuat gadis itu tersenyum. Begitulah yang ia rasakan saat ini. Senyum gadis itu adalah kesukaannya. Dan Jimin tak tahu apa yang terjadi padanya. Tapi ia berharap jika ia bisa melihat senyum itu terus menerus. Tak rela jika senyuman itu menghilang dari wajah cantik milik Kim Jisoo.

Gadis yang baru bagi hidupnya. Dan gadis yang tanpa ia sadari telah mengembalikan senyum seorang Park Jimin.

.

.

Taman bermain saat itu terlihat ramai. Ya, walaupun terlihat ramai setiap hari. Terutama di akhir pekan dimana seluruh para orang tua meluangkan waktu mereka untuk mengajak buah hati mereka ke taman bermain. Oh, tapi jangan pula lupakan jika taman bermain juga bisa menjadi tempat bagi pasangan kekasih untuk melakukan kencan mereka.

Tapi bagaimana dengan Jimin dan Jisoo?

Keduanya kini berjalan beriringan. Dimana Jisoo kini menatap pada berbagai wahana yang ada disana. Rasanya, ia ingin mencoba seluruh wahana disana. Tapi tak mungkin pula jika menaikinya sendirian.

"Kau mau mencoba satu?"

"Huh? T-Tidak perlu. Kurasa, itu terlihat menakutkan." Tunjuknya pada sebuah wahana rollercoaster. Dimana suara teriakan dari pengunjung yang menaiki itu bisa keduanya dengar.

"Ya. Kau benar. Itu terlihat menyeramkan."

"Hmm, apa kau tak lelah?"

"Tidak sama sekali. Tapi kau yakin kau tak mau menaiki satu? Tidak apa. Aku akan menunggumu di bawah sini."

"Tidak perlu. Lagipula, akan tidak menyenangkan jika aku hanya menaiki sendiri."

"Maaf."

Jisoo mengerutkan keningnya. Menatap pada Jimin disana yang masih menatap pada wahana rollercoaster itu.

"Kenapa meminta maaf?"

"Karena aku tak bisa menemanimu. Tak bisa memberikanmu sebuah kebahagiaan yang selama ini kau inginkan."

Jisoo tertegun. Memilih untuk tertawa pelan untuk menyembunyikan kecanggungannya. "Tidak perlu seperti itu. Apa aku memang terlihat semenyedihkan itu?"

"Tunggulah kalau begitu."

Jisoo kembali terdiam. Pun dengan Jimin yang kini beralih menatap pada gadis itu.

"Tunggulah aku sampai aku bisa berdiri tegak di sampingmu. Menemanimu dan mengajakmu ke seluruh tempat yang kau inginkan. Bisa kau menungguku?"

Tatapan itu bertemu. Tapi bahkan Jisoo tak bergerak sama sekali dari tempatnya. Berbeda dengan Jimin yang kini sedikit mendekat. Terlihat ragu namun kini mengambil salah satu tangan Jisoo. Memainkan jemari gadis itu. Dan Jisoo yang tak menolaknya.

"T-Tapi mengapa? Mengapa aku harus menunggumu?"

Jimin tersenyum mendengarnya. Pun masih memainkan sekaligus mengelus punggung tangan itu dengan ibu jarinya.

"Kau pasti terkejut dan akan menganggap jika hal ini adalah gila. Tapi sepertinya, aku memiliki rasa tertarik padamu. Senyumanmu. Aku begitu menyukainya."

Jisoo tak tahu berapa kali ia harus terdiam saat ini. Pernyataan itu sama sekali tak pernah terpikirkan olehnya. Ia hanya menganggap jika dirinya saja yang menyukai disini. Tapi pria itu pula. Walaupun Jimin tak langsung mengatakan jika ia menyukainya dan memilih kata tertarik. Tapi mendengar itu, hati Jisoo begitu senang.

Tatapannya terarah pada jemarinya yang masih dimainkan oleh Jimin. Begitu hangat. Dan dengan beraninya, Jisoo memilih untuk mengaitkan jemari keduanya. Membuat Jimin kini beralih kembali menatap pada Jisoo. Dan sebuah senyuman gadis itu berikan.

"Aku akan menunggumu. Jadi, kau harus memegang janjimu itu padaku."


--To Be Continued--

her ❌ jimsooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang