Nabila berjalan di trotoar menjauhi area kampus tempatnya menimba ilmu. Sebenarnya hari ini ia masih mempunyai satu kelas lagi. Tapi semangat belajar Nabila menguap begitu saja dan lebih memilih berjalan tak tentu arah.
Tiiin. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat disampingnya dan sang pemilik mobil menurunkan kaca jendela. "Nabila, kamu ngapain jalan sendirian disini? Ayo masuk."
"Om Indra... gak pa pa Om, Nabila naik taksi aja nanti. Lagian Nabila mau ke Cafe depan kok." Tolak Nabila halus. Ia sedang tidak ingin bertemu siapapun hari ini.
"Udah jangan nolak. Ayo masuk."
"Tapi..."
"Ayo Nabilaa..."
Nabila akhirnya masuk kedalam mobil Omnya dengan terpaksa karena ia tidak tau harus beralasan apa lagi.
"Kamu kenapa Nabila? Sakit? Wajahmu pucat sekali." Tanya Indra khawatir setelah melihat wajah pucat keponakannya itu.
"Gak kenapa-kenapa kok Om. Nabila cuma flu aja dikit." Jawab Nabila berbohong.
"Sekarang kamu mau kemana? Om antar pulang aja ya. Kamu harus istirahat." Ucap Indra lagi yang dibalas gelengan kecil dari Nabila. "Terus mau kemana? Atau Om antar ke kantor papa aja?" Tawar Indra kemudian yang lagi-lagi di balas gelengan kecil dari dari gadis itu.
"Nabila gak mau pulang ataupun kekantor papa, Om." Ucap Nabila sambil tertunduk lesu.
"Oke, kalau gitu kerumah Om aja ya. Callista pasti seneng kalau kamu datang. Tante Via juga udah kangen sama kamu katanya." Ucap Indra masih berusaha membujuk Nabila
"Jangan Om."
Indra sedikit heran dengan sikap Nabila yang dirasa tidak seperti biasanya. Jika biasanya Nabila tidak akan menolak untuk diajak kerumahnya. Tapi hari ini Nabila terus menolak.
"Hmmm. Om, Nabila boleh minta tolong?"
"Minta tolong apa? Bilang sama Om, kalau Om bisa Om pasti akan bantu kamu."
"Hmmm... Om kan punya Apartement, boleh gak Nabila pinjam sehari aja Om. Nabila lagi pengen sendiri." Pinta Nabila ragu.
"Kenapa tiba-tiba? Kamu ada masalah?"
"Engg... enggak kok Om. Boleh ya Om sehari aja. Nabila cuma mau istirahat disana."
"Istirahat kan bisa dirumah Nabila, ada temennya. Kalo butuh apa-apa ada simbok. Apalagi kamu lagi gak enak badan gini."
"Tapi Nabila belum pengen pulang Om." Ucapnya semakin menunduk.
"Kamu kenapa? Ada masalah sama papa? Kalau iya, biar Om bantu ngomong sama papa."
Nabila menggeleng pelan. Tidak mungkin ia menceritakan masalahnya pada orang lain. Yah... meskipun Indra bukan orang lain tapi, apa yang ia alami semalam adalah sebuah aib untuknya.
"Hahh, baiklah Om antar kamu kesana." Ucap Indra akhirnya. Indra memang merasa curiga dengan sikap Nabila yang seakan-akan sedang menyembunyikan sesuatu. Tapi Indra menahan diri untuk tidak bertanya lebih jauh. 'Mungkin saja ini masalah anak remaja' batin Indra. Lalu ia melajukan mobil menuju ke gedung apartement miliknya.
***
Malam sudah menjelang, tapi Nabila tidak kunjung pulang juga. Evan yang sedari jam 4 sore tadi sudah berada dirumah dibuat khawatir karena putrinya itu belum juga pulang kerumah. "Dimana kamu Nabila, kenapa belum pulang?" Evan mencoba menelponnya berkali-kali tapi ponsel Nabila tidak aktif. Evan semakin kelimpungan dibuatnya.
"Apa mungkin dia dirumah Indra?" Tanpa berpikir panjang, Evan lalu menyambar kunci mobil diatas meja lalu segera pergi menuju kerumah adiknya. Mengingat Nabila yang memang sangat dekat dengan Elvira, bisa jadi dia ada disana. Evan mengemudikan mobilnya dengan buru-buru karena rasa khawatir yang ia rasakan dan ingin cepat-cepat menemukan Putrinya.
Sesampainya dirumah sang adik, Evan buru-buru mengetuk pintu dan kebetulan Elvira sendiri yang membukakan pintu.
"Loh mas Evan, masuk mas." Elvira kaget melihat wajah panik Evan
"Iya Vir. Makasih. Ehmm, apa Nabila ada disini?"
"Nabila? Dia gak kesini hari ini mas."
"Astaga, dimana kamu nak?" Gumam Evan pelan.
"Ada siapa sayang?" Tanya Indra yang berjalan mendekati Evan dan Elvira.
"Ini mas Evan lagi nyariin Nabila. Kamu ada ketemu Nabila gak hari ini?" Tanya Elvira pada suaminya.
"Loh Nabila belum pulang? Tadi siang aku ketemu dia, mau ku antar pulang Nabilanya gak mau. Tapi malah pinjam apartement buat istirahat katanya." Ucap Indra menceritakan pertemuannya dengan Nabila Siang tadi.
"Jadi Nabila ada diapartement kamu sekarang?"
"Ya tadi siang aku antar kesana, kalau sekarang belum pulang ya kemungkinan besar memang masih disana."
"Yaudah, aku susul kesana saja sekarang. Ndra, Vir aku pergi dulu."
Setelah berpamitan, Evan langsung memacu mobilnya menuju ke apartement Indra. Sesampainya disana Evan mengetuk pintu namun tidak ada jawaban dari dalam. Lalu Indra menekan pasword untuk membuka pintu. Perlahan Evan melangkah masuk. Gelap, itulah keadaan di dalam. Evan menghidupkan lampu dan mendapati Nabila tertidur meringkuk di sofa.
"Nabila..." Evan menyentuh kepala Nabila dan merasakan suhu tubuh putrinya itu berada diatas rata-rata. "Nabila... Nabila? Kamu kenapa nak? Kamu demam." Evan panik lalu mengangkat tubuh mungil Nabila dan membawanya ke dalam kamar dan menyelimutinya. Evan segera menelpon dokter.
"Putrimu hanya demam Van. Ini aku kasih obat penurun panas. Berikan padanya kalau dia sudah bangun."
Setelah dokter berpamitan, Evan tidak beranjak sedikitpun dari sebelah Nabila. Ia terus mengusap kening putrinya.
"Engghhh. Papa..." Nabila menggeliat dan bergumam lirih namun masih memejamkan mata.
"Nabila, sayang kamu sudah bangun? Papa disini nak. Bangun dulu minum obatnya ya sayang."
"Nabila gak mau obat. Dingiin paa..." dalam keadaan setengah sadar, Nabila seakan lupa dengam masalahnya dengan Evan sebelumnya.
Ragu-ragu Evan naik keatas ranjang dan berbaring di sebelah Nabila dan memeluknya. "Papa sayang sama Nabila, sayang sekali. Papa mohon Nabila jangan jauhi papa, sayang." Gumam Evan pelan sambil mengecupi puncak kepala putrinya sampai ia sendiri tertidur menyusul Nabila ke alam mimpi.
***
Matahari sudah tinggi. Nabila sedikit memicingkan matanya menyesuaikan dengan cahaya yang masuk melalui celah-celah korden kamar yang menerpa tepat di wajah cantiknya. Nabila merasakan sebuah tangan besar melingkari pinggangnya dan memeluknya Erat. Nabila menoleh ketika kesadarannya sudah kembali sepenuhnya dan mendapati wajah tampan sang papa yang berada disampingnya. Nabila terjengkit kaget lalu cepat mendorong tubuh Evan agar menjauhinya.
Evan yang merasa tubuhnya terdorong segera membuka mata dan mendapati Nabila yang gemetar ketakutan sambil mencengkeram selimut yang menutupi tubuhnya.
"Nabila... Nabila kenapa? Ini papa, sayang." Ucap Evan lembut
"Kenapa Papa disini? Kenapa tidur satu ranjang sama Nabila? Papa udah ngapain Nabila? Hiks..."
Hati Evan sakit saat menyadari putri kesayangannya jadi takut padanya.
"Semalam kamu demam. Papa cuma tidur disamping Nabila, sama seperti sebelum-sebelumnya kalau Nabila lagi sakit. Itu saja sayang gak lebih."
"BOHONG! papa bohong." Nabila kembali histeris.
"Nabila sudah. Tenang nak tenang. Papa gak mungkin ngapa-ngapain kamu lagi. Cukup sekali papa sudah bodoh dengan menyakiti kamu. Papa janji tidak akan mengulanginya lagi." Evan memeluk Erat Nabila hingga gadis itu berhenti menangis dan hanya menyisakan isakan-isakan kecil dari bibirnya.
"Nabila mau pulang, pa." Ucap Nabila setelah bisa menenangkan dirinya sendiri.
"Iya sayang. Kita pulang sekarang ya."
***
Mau dilanjut gak sih kok dikit banget yang baca. Atau STOP disini aja nih 😭
Atau gak bagus ya ceritanya...
KAMU SEDANG MEMBACA
NABILA
RandomIni kisah Nabila. Putri tiri papa Evan. Memiliki Konten dewasa. Jadi tolong bijak untuk anak dibawah umur jangan baca dan meninggalkan komen yang tidak-tidak.