Nabila sudah keluar dari rumah sakit. Dan sekarang ia berada di sebuah rumah kontrakan kecil. Sekali lagi atas bantuan dari Angga, pria yang menolongnya itu mencarikan rumah untuk Nabila tinggali. Tidak begitu luas tapi nyaman untuk ditempati.
"Mas Angga terimakasih sudah membantuku." Ucap Nabila.
"Sama-sama Nabila. Tidak perlu sungkan. Aku tulus membantumu." Angga tersenyum tulus. Hingga senyum itu menular pada Nabila. "Nabila, aku harus berangkat kerja. Kamu hati-hati ya dirumah." Pamit Angga.
Nabila hanya mengangguk. Setelah kepergian Angga, ia berjalan memasuki rumah barunya. Nabila menghela nafas pelan, ia duduk di ruang tamu kecil rumah itu. Papa... Nabila bergumam pelan sambil mengelus perutnya yang belum terlihat. "Maafkan ibu sayang. Ibu janji akan menjagamu." Ucap Nabila seolah berbicara pada anaknya. Setitik airmata jatuh dipipinya
Ada rasa bahagia bercampur sedih saat ia menyebut "ibu" pada dirinya sendiri. Bahagia karena akan memiliki bayi yang akan menemani hari-harinya. Sedih karena anaknya harus lahir tanpa ayah.
Sore hari sepulang kerja Angga kembali ketempat Nabila membawakan beberapa makanan.
"Mas, Mas Angga baru mengenalku tapi kenapa mas begitu baik padaku?" Tanya Nabila yang merasa tak enak hati menerima semua kebaikan Angga.
"Tidak apa-apa, aku ikhlas membantumu Nabila"
"Tapi mas, apa kata orang nanti kalau melihat mas setiap hari kesini. Apalagi dengan keadaanku sekarang," Nabila berhenti sejenak mengambil nafas dan menghembuskannya kembali, "perutku semakin lama akan semakin membesar. Aku takut orang-orang akan berkata buruk tentang ini."
Angga berjalan mendekati Nabila dan memegang bahu gadis itu, "Nabila, jangan pikirkan kata orang. Pikirkanlah bayimu, kasihan dia kalau ibunya banyak pikiran."
"Ini bukan tentang aku dan bayiku, tapi tentang mas Angga. Aku gak mau mas Angga menjadi omongan orang."
"Tidak apa-apa Nabila." Sekali lagi Angga tersenyum lembut. Ada rasa asing dihati Angga pada gadis yang baru ditolongnya kemarin. Namun coba ia tepis.
***
"Bagaimana?" Evan berbicara dengan seseorang ditelpon.
"Maaf tuan, saya belum menemukannya."
"Dasar bodoh! Apa saja yang kau lakukan Hah? Cepat temukan putriku!" Perintah Evan kepada orang suruhanya. Ia lalu memutuskan telpon secara sepihak dan melemparkan ponselnya sembarangan.
PRANKKK...
Ponsel Evan hancur hingga tak berbentuk lagi. Rafka yang baru saja masuk terkejut melihatnya.
"Pak,..."
"APA!"
"Ada yang harus ditandatangani."
Evan menghembuskan nafasnya kasar mencoba menenangkan diri lalu duduk di kursinya. "Bawa kemari." Ucapnya dingin. Rafka Lalu menyerahkan map yang ada ditangannya. Evan membacanya dengan teliti lalu menandatanganinya setelah itu menyerahkan kembali kepada Rafka.
"Batalkan semua janji hari ini." Ucap Evan datar.
"Tapi pak, janji dengan perusahaan..." belum juga Rafka menyelesaikan ucapanya, ia sudah mendapat bentakan dari bosnya.
"BATALKAN, kau dengar!!!" Teriak Evan emosi. Evan lalu meraih kunci mobil dan pergi entah kemana membuat Rafka bergeming ditempatnya berdiri.
Evan pergi tanpa tujuan. Prioritasnya hanya satu mencari Nabila dan anak yabg sedang dikandungnya.
***
"Pagi cantik..." Angga menyapa Nabila yang sedang menyiram bunga-bunga di kecil yang sudah ada teras rumah kontrakanya. Seperti kebiasaanya beberapa hari ini Angga selalu datang sebelum berangkat bekerja membawakan sarapan untuk Nabila.
"Pagi mas. Mas tidak perlu selalu repot-repot seperti ini setiap hari." Ucap Nabila tidak enak karena setiap hari harus menerima kebaikan Angga. Sedangkan Angga hanya tersenyum menanggapinya.
"Hmmm... Mas, sepertinya aku harus mencari pekerjaan. Aku tidak bisa bergantung terus pada mas Angga." Ucap Nabila pelan.
Angga menghela mafas pelan. "Kamu sedang hamil Nabila. Bagaimana dengan bayimu kalau kamu kelelahan nanti."
"Aku akan mencari pekerjaan yang ringan saja mas. Asal cukup untuk sehari-hari dan bayar kontrakan, itu saja." Dan juga biaya persalinan nanti. Tambah Nabila dalam hati.
"Baiklah, Aku mengerti." Ucap Angga akhirnya. "Temanku ada yang punya toko kue dekat rumah sakit kemarin. Aku akan menanyakan padanya apakah dia bisa mempekerjakanmu."
"Tapi..."
"Jangan ditolak Nabila, aku hanya ingin membantu."
Nabila Akhirnya mengangguk menyetujui usulan Angga.
Angga mengantarkan Nabila ke tempat temannya . Beruntung Nabila bisa langsung diterima bekerja di sana tanpa bertanya latar belakang Nabila. Pemiliknya adalah seorang wanita berusia 25 tahun yang sangat ramah bernama karin.
"Nabila, karena kamu sedang hamil kamu kerja jadi kasir aja ya..." ucap karin. Nabila sudah menceritakan keadaanya pada Naura.
"Iya, terimakasih kak."
Tanpa Nabila sadari ada seseorang yang tengah memperhatikannya dari luar toko roti.
"Kamu disini."
****
Maafkan lama Update.
Dan maaf juga kalau kali ini gak jelas atau apalah. Mood lagi buyar gak karuan 😂😂😂
![](https://img.wattpad.com/cover/169994895-288-k348149.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
NABILA
RandomIni kisah Nabila. Putri tiri papa Evan. Memiliki Konten dewasa. Jadi tolong bijak untuk anak dibawah umur jangan baca dan meninggalkan komen yang tidak-tidak.