"I love you, pa?"
Kata-kata Nabila sebelum memejamkan mata dan jatuh terlelap dalam mimpinya, sesikit mengganggu di benak Evan. Ia tahu dan sangat paham jika Nabila memang mencintainya tapi Wanita yang baru saja bercinta dengannya itu tidak pernah mengucapkan kata I love you Untuk mengungkapkan rasa sayangnya pada Evan.
"Nabila yang memang sudah berubah atau hanya perasaanku saja." Gumam Evan dalam hatinya. Sejenak ia memandangi wajah polos Nabila saat tidur lalu ia sendiri ikut menyusul ke alam mimpi.
***
BRAAKKK....
"KALIAN BERDUA BENAR-BENAR...!"
"Pa... papa. Bagaimana bisa masuk?"
Kejutan yang benar-benar tidak terduga menghiasi pagi Nabila dan Evan. Saat mereka masih belum bangun tiba-tiba saja tuan Hendra datang menerobos masuk kedalam apartement. Nabila yang terkejut tiba-tiba saja merasa pusing dan mual. Ingin ia berlari kekamar mandi namun ia urungkan niatnya karena menyadari bahwa dirinya belum memakai apa-apa dibalik selimutnya.
"Diam kamu Evan, Jangan banyak bertanya. Nabila, cepat pakai pakaianmu dan ikut opa sekarang." Ucap papa Evan tegas.
"Pa, papa tidak berhak membawa Nabila. Dia akan tetap disini bersamaku." Ucap Evan tak kalah tegas. "Sudah ku bilang kemarin aku akan menikahi Nabila." Lanjutnya. Evan berdiri dan buru-buru memakai boxernya yang tercecer dilantai.
Tuan Hendra berdecak kesal melihat tingkah putranya. "Ck, papa pusing melihat kelakuanmu, Van. Tidak sadarkah kamu sudah memperkosa Nabila hingga hamil dan sekarang kamu juga nekat menidurinya lagi. Sadar kamu Van, dia putrimu."
"Nabila bukan putriku!... dia calon ibu dari anakku." Ucap Evan berapi-api menatap marah pada papanya.
Sedangkan Jantung Nabila bekerja dua kali lebih cepat saat mendengar kata-kata Evan.
"Dan aku... mencintainya."
Tuan Hendra yang mendengarnya tertawa meremehkan memandang Evan. Pria tua itu mengingat saat pertama kali putra sulungnya itu membawa seorang gadis dan mengatakan bahwa ia mencintainya dan ingin menikahinya. "Kamu mengatakan hal sama saat membawa Elvira dan meminta ijin papa dan mama untuk menikahinya. Tapi akhirnya apa, kamu berselingkuh dan menghianati Elvira."
"Pa, itu kesalahanku dimasa lalu. Beda dengan sekarang, bukan hanya Nabila tapi juga ada bayi yang ada dalam perut Nabila. Aku mencintai mereka pa."
"Pa..." Nabila yang sedari tadi diam mendengarkan perdebatan antara papa dan opa nya, memanggil Evan dengan rintihan seperti menahan sakit.
Evan segera menoleh mendengar suara lirih dari Nabila dan segera menghampirinya. "Ada apa sayang? Papa disini." Ucap Evan mulai khawatir.
"Pusing pa, Nabila pengen muntah."
"Kita kekamar mandi sekarang ya."
Nabila memandang papanya lalu melirik kepada opanya yang berdiri tak jauh dari ranjang tempatnya bersandar yang juga terlihat khawatir padanya. Evan yang menyadari arah lirikan Nabila segera menyuruh papanya keluar kamar.
"Pa, bisa papa keluar dulu."
"Ck, dasar... baiklah, papa tunggu diluar." Papa Evan berdecak kesal lalu berjalan keluar kamar.
"Sini aku gendong." Evan mengulurkan tangan hendak menggendong Nabila setelah melihat papanya benar-benar sudah keluar kamar.
"Tapi..." Nabila menunduk menyembunyikan wajahnya yang tiba-tiba merona malu saat menyadari dirinya belum berpakaian dibalik selimutnya.
Evan yang gemas melihat perubahan wajah Nabila segera meraih dagunya lalu mengecup bibirnya sekilas. "Tidak perlu malu, aku sudah dua kali melihatnya." Ucap Evan menggoda Nabila
"Papa... aahh" Nabila memekik saat Evan tanpa aba-aba mengangkat tubuh berisinya.
"Semalam kamu memanggilku Evan, sayang. Kenapa sekarang berubah lagi hmm?" Ucap Evan saat ia sudah mendudukkan Nabila diatas wastafel.
"Itu tidak sopan..." ucap Nabila malu-malu. Sedangkan Evan hanya terkekeh pelan melihat sikap Nabila.
"Hmmm, pa... apa benar papa men...cintaiku?" Tanya Nabila ragu-ragu. Ia lantas menggigit bibir bawahnya cemas menunggu jawaban Evan.
Cup... Evan mengecup bibir Nabila. "Aku mencitaimu Nabila, dan juga dia." Evan membungkuk mengecup perut telanjang Nabila.
"Sebagai wanita?" Tanya Nabila lagi.
Evan tersenyum sambil menatap kedalam manik mata Nabila. "Sebagai wanita, dan sebagai calon ibu dari anakku Nabila." Ucap Evan meyakinkan Nabila.
"Pa, mau mandi." Nabila mengalihkan pembicaraan dan mengalihkan rasa malunya.
"Tadi katanya mau muntah?"
"Udah enggak, pa."
"Yasudah, sini papa mandikan."
***
"Sudah selesai bermesraannya?" Tuan Hendra bertanya dengan nada dingin saat melihat Evan dan Nabila keluar kamar. Nabila hanya menunduk malu.
"O..opa sudah sarapan? Mau Nabila bikinkan kopi?" Tanya Nabila gugup.
"Boleh sayang. Opa ingin merasakan kopi buatanmu." Tuan Hendra tersenyum pada Nabila.
"Terimakasih, pa." Ucap Evan tiba-tiba.
"Untuk apa?"
"Untuk sikap papa yang tidak berubah pada Nabila."
"Nabila tetap cucu kesayanganku. Dan papa tidak akan segan-segan membunuhmu kalau kamu berani menyakitinya, meskipun kau putraku sekalipun."
"Sebentar lagi akan menjadi menantu dan akan memberikan cucu yang sebenarnya untuk papa." Ucap Evan bangga.
"Papa belum merestui kalian, kau ingat."
Evan tersenyum mendengar kata-kata papanya yang sudah tidak setajam saat baru datang tadi. "Aku berjanji akan menjaga dan membahagiakannya."
"Kalian bisa menikah secara agama terlebih dulu. Setelah anak kalian lahir, kalian bisa menikah resmi secara agama dan negara." Ucap tuan Hendra memberi solusi.
"Kenapa begitu?" Tanya Evan bingung.
"Mamamu tidak akan menyetujui kalau kalian menikah jadi sembunyikan dulu pernikahan kalian darinya. Tapi papa yakin setelah anak kalian lahir dia kan senang dan menerima pernikahanmu dengan Nabila."
"Papa benar. Terimakasih pa."
Evan memeluk papanya. Ia bersyukur papanya mengijinkannya menikahi Nabila.
***
Haaiii. Maafin ya lama. Butuh waktu lama buat memunculkan ide dan mencurahkannya. 😁😁
Dan maaf juga kalau tidak bagus. Hehe

KAMU SEDANG MEMBACA
NABILA
RandomIni kisah Nabila. Putri tiri papa Evan. Memiliki Konten dewasa. Jadi tolong bijak untuk anak dibawah umur jangan baca dan meninggalkan komen yang tidak-tidak.