Evan masih menatap tempat yang sama selama empat bulan terakhir. Berharap orang yang ia rindukan akan muncul dari sana. Universitas tempat putrinya menimba ilmu seakan menjadi tempat favorit nya. Meskipun ia datang setiap hari namun Nabilanya tidak akan berada disana.
Evan berubah, penampilannya kacau. Rambutnya tidak pernah lagi dipotong serta bulu-bulu halus yang mulai memanjang juga tidak pernah dicukur. Berkali-kali Evan menghela nafasnya lelah. Evan mulai menyerah dan hendak beranjak pergi dari tempat itu.
Baru saja Evan akan beranjak masuk kedalam mobilnya ketika sebuah panggilan dari seseorang menghentikan langkahnya untuk membuka pintu mobil.
"Om papa nya Nabila, kan?"
Evan menoleh dan mendapati seorang laki-laki seusia Nabila sedang menatapnya kasihan.
"Iya, saya papanya Nabila. Kamu kenal Nabila?"
"Iya Om. Bisa kita bicara, ini tentang Nabila Om? Oh maaf Nama saya Zidan Om." Ucap Zidan mengulurkan tangannya.
Evan menyambut uluran tangan Zidan. "Kamu ikut saya." Ucap Evan sembari berjalan masuk kedalam mobil lalu menjalankannya setelah Zidan juga ikut masuk.
"Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan? Atau kamu tau dimana Nabila sekarang?" Ucap Evan to the point saat mereka sampai di sebuah kafe yang tidak jauh dari kampus.
"Sebenarnya saya sudah lama ketemu Nabila, Om. Tapi Nabila minta saya untuk gak kasih tau om dimana dia sekarang." Zidan menjeda ucapannya sambil menyesap kopi yang tadi ia pesan. "Saya pikir om harus tau sekarang keberadaan Nabila. Sudah lama saya lihat Om selalu didepan kampus saya jadi kasihan sama Om. Tapi, apa Om tau kalau Nabila sedang..."
"Ya saya tau." Ucap Evan memotong ucapan Zidan. "Dimana putri saya sekarang?"
"Dia bekerja ditoko kue dekat rumah sakit harapan. Kalau soal dimana dia tinggal saya tidak tau Om. Tapi tolong Om jangan bilang ke Nabila kalau saya yang udah kasih tau om tentang keberadaan dia."
Evan mengangguk, "Terimakasih Zidan atas informasinya." Evan lalu segera keluar kafe dan menuju tempat yang telah Zidan sebutkan tadi.
Evan mengamati dari jauh, terlihat seorang wanita hamil yang tengah kewalahan melayani para pelanggan yang datang ketoko tempatnya bekerja. Sesekali wanita itu mengusap perutnya yang mulai membesar. "Nabilaku." Gumam Evan pelan. Ia terus mengamati hingga hingga tiba saatnya toko tutup dan Nabila pun pulang dijemput oleh seorang lelaki. Lelaki?!
Hati Evan mulai panas ketika melihat Interaksi antara keduanya, Nabila dengan lelaki yang menjemputnya tadi. Ia tidak suka melihat Nabilanya tersenyum bahkan tertawa karena lelaki lain.
***
"Nabila bolehkah aku menjadi ayah dari Bayimu?" Ucap Angga tiba-tiba saat mereka sudah sampai dirumah kecil Nabila.
Nabila terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa atau bersikap bagaimana. Selama ini ia hanya menganggap Angga sebagai teman dan tidak lebih. Pernyataan Angga benar-benar mengejutkannya.
"Mas Angga, aku..."
"Tidak perlu kamu menjawabnya sekarang Nabila. Aku juga tidak ingin mendesakmu. Aku akan menunggumu." Ucap angga sambil tersenyum lalu meraih tangan Nabila untuk di genggamnya.
"Nabila..."
Nabila menegang saat mendengar sebuah panggilan yang tidak asing ditelinganya. Nabila sangat mengenali suara itu. Ia segera menarik tangannya yang berada di genggaman Angga lalu menolehkan kepalanya kearah sumber suara.
"Papa..."
"Pak Evan..." ucap Angga dan Nabila secara bersamaan. Selanjutnya mereka berdua saling memandang heran.
"Mas Angga tau papaku?"
Angga mengangguk, "Aku bekerja di perusahaan pak Evan."
"Jadi beliau ini papamu?"
"Iya." Jawab Nabila pelan.
"Aahh kalau begitu aku pulang dulu, mungkin kalian perlu bicara berdua." Ucap Angga kemudian, saat menyadari tatapan tajam Evan yang tertuju pada dirinya.
"Pa... masuk dulu, Nabila buatkan minum." Ucap Nabila gugup.
Evan melangkah Maju memasuki rumah itu. Rumah yang dirasa Evan tidak pantas ditinggali oleh Nabila. Ia mengedarkan pandangannya mengelilingi seisi rumah.
"Pa... duduk dulu. Nabila kedapur dulu."
Barusaja Nabila ingin melangkah kedapur yang berada disudut ruangan, tangan Evan sudah mendekap dan memeluknya dari belakang. Mata Nabila terpejam, menghirup dalam-dalam aroma tubuh papanya. Nabila membalikkan badannya menatap Evan, tangannya terulur membelai rahang papanya yang ditumbuhi bulu halus. Lalu ia melingkarkan tangannya di pinggang Evan. Tidak bisa dipungkiri Nabila sangat merindukan ayah dari bayi yang dikandungnya itu.
"Nabila kangen sama papa." Ucapnya sambil menyandarkan kepala didada bidang Evan.
"Aku juga sangat merindukanmu, sayang." Ucap Evan membalan pelukan Nabila.
Nabila tahu, sudah pasti Evan juga merindukannya. Terlebih mereka yang yang tidak pernah berjauhan sejak Nabila kecil. Ada yang Nabila tidak sadari, yaitu perubahan kata-kata Evan yang biasa menyebut "papa" menjadi "aku" pada dirinya sendiri. Tapi Nabila tidak memperdulikan itu. Ia hanya ingin menuntaskan kerinduannya sekarang.
Evan menunduk mencium puncak kepala putrinya. Tangannya yang semula berada dipunggung Nabila, kini sudah berpindah membelai lembut perut Nabila.
"Bagaimana keadaanya?" Bisik Evan.
"Kata dokter dia sehat, pa. Juga sudah mulai bergerak." Ucap Nabila sambil mendongak menatap papanya.
"Benarkah?" Mata Evan berbinar senang. Ia lalu berlutut dan mendekatkan wajahnya di depan perut Nabila. "Hai... ini papa sayang." Gumamnya pelan yang masih bisa didengar oleh Nabila. Wanita muda itu tersenyum saat Evan menciumi perutnya.
"Kita pulang ya, sayang." Ucap Evan saat sudah kembali berdiri.
Raut muka Nabila berubah murung ketika papanya menyinggung tentang pulang.
***
Mumpung lagi semangat. Update lagi aja. 😁😁😁
KAMU SEDANG MEMBACA
NABILA
De TodoIni kisah Nabila. Putri tiri papa Evan. Memiliki Konten dewasa. Jadi tolong bijak untuk anak dibawah umur jangan baca dan meninggalkan komen yang tidak-tidak.